1. Judul
Buku : Skripsi Hikayat “Asal Kejadian
Negeri Banjarmasin” Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Fungsi
Pengarang : Joko Suyanto
Tahun : 2006
No
|
|
Deskripsi
Naskah
|
1
|
Judul
Naskah
|
Hikayat
Asal Kejadian Negeri Banjarmasin (HAKNB)
|
2
|
Nomor
Naskah
|
Nomor
naskah HAKNB adalah MI 44. Nomor naskah tersebut tertulis pada Katalog Induk
Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan nasional RI. Dalam Hikayat Banjar
disebutkan naskah ini bernomor Bat. Gen. 44 dari W 191.
|
3
|
Tempat
Penyimpanan Naskah
|
Naskah
HAKNB tersimpan di Perpustakaan Nasional RI, Jl Salemba Raya No. 28A, Jakarta
Pusat.
|
4
|
Asal
Naskah
|
Dalam
teks tidak terdapat keterangan yang jelas mengenai asal naskah, namun dalam
deskripsi singkat naskah disebutkan bahwa naskah ini belum terdaftar dalam
Katalogus Naskah Melayu tahun 1972 dan Catalogus van Ronkel. Kode W pada W
191 berarti naskah ini berasal dari koleksi van de Wall.
|
5
|
Keadaan
Naskah
|
Naskah
dalam keadaan baik artinya, masih bisa dibaca dengan jelas dan utuh artinya,
tidak terdapat lembaran naskah yang hilang dan rusak.
|
6
|
Ukuran
Naskah
|
a. Ukuran
lembaran naskah: p x 1 : 31 x 19 cm
b. Ukuran
ruang teks: p x 1 : 24 x 12 cm
|
7
|
Tebal
Naskah
|
Tebal
naskah HAKNB adalah 51 halaman.
|
8
|
Jumlah
Baris Tiap Halaman
|
Jumlah
baris tiap halaman adalah 18 baris kecuali pada halaman 36 hanya terdiri dari
17 baris.
|
9
|
Huruf
dan Tulisan
|
a. Jenis
tulisan: huruf Arab Melayu atau huruf Jawi.
b. Ukuran
huruf: berukuran sedang.
c. Bentuk
huruf: tegak.
d. Keadaan
tulisan: jelas dan mudah dibaca.
e. Jarak
antar huruf: termasuk agak longgar.
f. Goresan
pena: goresan pena sama rata.
g. Warna
tinta: semua berwarna hitam dari halaman pertama hingga halaman terakhir.
|
10
|
Cara
Penulisan
|
a. Pemakaian
lembaran naskah
Pemakaian lembaran naskah
untuk penulisan teks HAKNB dengan cara bolak-balik, artinya setiap sisi
halaman pada setiap lembar naskah dipergunakan untuk menulis teks.
b. Penempatan
tulisan pada lembar naskah
Cara penulisan ditulis
dari arah kanan ke kiri, ditulis sejajar dengan lebar lembar naskah.
c. Pengaturan
ruang tulisan
Ruang tulisan terbentuk
secara bebas, tidak ada pembatas, misalnya garis yang mengatur ruang tulisan.
|
11
|
Bahan
Naskah
|
Bahan
naskah HAKNB adalah kertas.
|
12
|
Bahasa
Naskah
|
Bahasa
Melayu
|
13
|
Bentuk
Teks
|
Berbentuk
prosa
|
14
|
Umur
Naskah
|
Umur
naskah tidak dapat diketahui secara pasti karena di dalam teks tidak terdapat
keterangan yang menyebutkan tentang waktu penulisan naskah.
|
15
|
Identitas
Pengarang atau Penyalin
|
Identitas
pengarang atau penyalin tidak diketahui secara pasti.
|
Metode
Penyuntingan Naskah
Metode
yang digunakan dalam penyuntingan naskah Hikayat Asal Kejadian Negeri
Banjarmasin (HAKNB) adalah metode edisi standar. Metode edisi standar, yaitu
menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan
ketidakajegan, sedangkan ejaan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Penulis skripsi Hikayat “Asal Kejadian Negeri
Banjarmasin”: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Fungsi; Joko Suyanto menggunakan
metode edisi standar karena berdasarkan studi katalog yang ia baca. Berdasarkan
studi katalog, yaitu Katalog Koleksi Naskah Melayu, Suplemen Catalogus der
Maleische en Minangkabauche Hanscriften, Catalogus van de Malaische en
sundaneesche Hanscriften der Universiteites Bibliotheek disimpulkan bahwa
naskah HAKNB adalah naskah tunggal. Namun, dalam penelitian Hikayat Banjar
disebutkan bahwa naskah ini merupakan varian dari naskah Hikayat Banjar.
Penyuntingan naskah HAKBN dalam skripsi Joko Suyanto ini diadakan pembagian
kata, pembagian kalimat, digunakan huruf bear dan diberi komentar mengenai
kesalahan-kesalahan teks. Semua perubahan yang dilakukan dicatat di tempat
khusus sehingga masih memungkinkan penafsiran lain pembaca.
Menurut
Sudardi (2001:29), edisi standar ialah penyuntingan dengan disertai pembetulan
kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakkonsistenan serta ejaan yang digunakan
ialah ejaan yang baku (standar). Kesalahan-kesalahan diberi komentar yang
dicatat dalam aparat kritik. Edisi ini lebih enak dibaca karena pembaca akan
banyak menemukan informasi tentang teks tersebut dari penyunting. Kelemahan
edisi standar ialah tercemarinya teks oleh penafsiran- penafsiran penyunting.
Metode standar (biasa) adalah metode yang biasa digunakan dalam penyuntingan
teks naskah tunggal. Metode standar itu digunakan apabila isi naskah itu
dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting
dari sudut agama atau sejarah, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus
atau istimewa. Tujuan penggunaan metode standar ini adalah untuk memudahkan
pembaca atau peneliti membaca dan memahami teks.
2. Kritik
Teks
Kata “kritik” berasal dari bahasa Yunani “krites” artinya “seorang hakim”. Krinein artinya “menghakimi”. Kriterion artinya “dasar penghakiman”.
Kritik teks adalah memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti, dan menempatkan
teks pada tempat yang tepat (Siti Baroroh Barried, 1994: 61).
Kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks
yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya atau constitution textus (Siti
Baroroh Barried, 1994: 61).
Langkah-langkah kritik teks:
1) Perbandingan
teks
Teks
banyak disalin, sehingga banyak teks. Teks yang frekuensinya penyalinan banyak,
artinya disenangi. Untuk itu dilakukan perbandingan. Untuk mencari teks
mendekati asli.
2) Menemukan
teks yang benar
Hasil
perbandingan teks adalah ingin menemukan teks yang mendekati teks asli.
3) Penyuntingan
teks
Beberapa
teks yang dianggap mendekati asli disunting untuk mendapatkan teks yang
dianggap benar.
4) Rekonstruksi
teks
Teks
yang telah dipugar dijadikan teks yang dianggap paling benar.
(Siti
Baroroh Barried, 1994: 62-63)
Berdasarkan
kegiatan kritiks teks yang dilakukan terhadap teks HAKNB, ditemikan
bentuk-bentuk kesalahan salin tulis, seperti adanya adisi, lakuna, digtografi,
substitusi, dan transposisi.
3. Perbedaan
Metode Naskah Tunggal dan Objektif
No
|
Bentuk
Perbedaan
|
Metode
Naskah Tunggal
|
Metode
Objektif
|
1
|
Jumlah
naskah
|
Jika
naskah yang ditemukan hanya satu.
|
Jika
terdapat beberapa naskah yang sama.
Apabila
dari sejumlah naskah ada beberapa naskah yang selalu mempunyai kesalahan yang
sama pada tempat yang sama pula, dapat disimpulkan bahwa naskah-naskah
tersebut berasal dari satu sumber (yang hilang).
|
2
|
Pengertian
dan cara konkret
|
Metode
naskah tunggal dibagi atas:
Edisi
Diplomatik: penyajian teks apa adanya. Wujud edisi
diplomatik yang paling baik berupa fotokopi atau cetak foto. Dalam bentuk
suntingan, edisi ini tidak berusaha membetulkan kesalahan- kesalahan,
melainkan cukup memberikan aparat kritik atau catatan-catatan yang berisi
dugaan peneliti bahwa bagian tertentu salah. Penyajian teks benar-benar
dijaga keasliannya sehingga pembaca dapat menentukan teks dalam keadaan
alamiah, tanpa campur tangan penyunting. Penyuntingan dilakukan hanya dengan
cara mentransliterasi saja, jika ada kesalahan atau ada bacaan yang kurang
jelas maka peneliti hanya berhak menandainya, tidak perlu diadakan perbaikan
atau pembetulan, ini dilakukan untuk menjaga keaslian naskah. Tujuan dari
metode ini hanyalah untuk menjaga keberadaan naskah dengan cara memperbanyak
naskah melalui fotografis atau mikrofilm agar naskah tetap terjaga, tidak
hilang, dan hanya untuk pendokumentasian.
Edisi Standar: menerbitkan
naskah dengan membetulkan kesalahan- kesalahan kecil dan ketidakajegan,
sedangkan ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Diadakan
pembagian kata, pembagian kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi, dan
diberikan pula komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan yang
tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil perbandingan
dengan naskah-naskah sejenis. Semua perubahan yang diadakan dicatat di tempat
yang khusus agar selalu dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan
naskah sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca.
|
Metode
objektif adalah metode yang berusaha menyusun kekerabatan suatu naskah
berdasarkan adanya kesalahan bersama. Naskah-naskah yang mempunyai kesalahan
yang sama pada suatu tempat yang sama, maka diperkirakan bahwa naskah-naskah
tersebut berasal dari induk yang sama. Dengan cara tersebut, maka tersusunlah
suatu silsilah naskah (stema).
|
3
|
Jenis
teks
|
Metode
standar itu digunakan apabila isi naskah itu dianggap sebagai cerita biasa,
bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau sejarah,
sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa.
|
Metode
objektif digunakan untuk melakukan kritik teks filologi terhadap teks naskah
profan.
|
4
|
Tujuan
|
Tujuan
penggunaan metode diplomatik ini adalah untuk mempertahankan kemurnian teks.
Tujuan
penggunaan metode standar ini adalah untuk memudahkan pembaca atau peneliti
membaca dan memahami teks.
|
Tujuan metode objektif ini adalah kita
dapat mengetahui hubungan kekerabatan anatara satu naskah dengan naskah yang
lainnya (silsilah naskah). metode ini bertujuan mendekati teks
asli melalui data-data naskah dengan memakai perbandingan teks. Penentuan kekerabatan
naskah dapat dilihat dari jumlah perbedaan dan persamaan kesalahan yang
terdapat dalam teks naskah tersebut. Semakin banyak perbedaan di antara
naskah tersebut maka semakin jauh hubungan kekerabatannya, sedangkan apabila
persamaannya lebih banyak maka naskah-naskah itu sekerabat bahkan mungkin
berasal dari satu sumber.
|
4. Langkah-Langkah
Penelitian Filologi
Langkah-langkah dalam penelitian filologi
dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 1. penentuan objek kajian; 2. pencatatan dan pengumpulan naskah
(inventarisasi naskah); 3. mengadakan kritik teks; 4. rekontruksi teks dan
penyuntingan (Baried, 1985:67-72 dalam Sudardi, 2001:22).
Langkah penelitian tersebut kemudian dapat
dirinci menjadi:
1) Inventarisasi
naskah
Inventarisasi naskah adalah langkah awal yang
dilakukan oleh peneliti naskah setelah menetapkan naskah yang akan diteliti,
sebelum menginventarisasi naskah terlebih dahulu menentukan judul naskah yang
akan diteliti. Inventarisasi naskah ini tujuannya adalah untuk mencari dan
mencatat semua naskah yang sama judul
atau isinya dengan naskah yang diteliti. Hal ini dilakukan melalui
telaah daftar koleksi naskah yang dimiliki oleh masyarakat, museum,
perpustakaan, dan tempat-tempat penyimpanan naskah lainnya. Inventarisasi ini
penting untuk mengetahui dimana tempat penyimpanan naskah dan berapa jumlah
naskah yang mungkin diikutsertakan dalam penelitian. Pencatatan dan pengumpulan
naskah dilakukan setelah kita menentukan sebuah karya yang akan kita teliti.
Pertama-tama kita mencatat semua naskah yang mengandung teks dari karya yang
akan kita teliti. Pencatatan tersebut dapat dibantu oleh katalog naskah di
perpustakaan dan museum yang ada di seluruh dunia. Dalam hal judul-judul teks
yang belum tercantum dalam katalog, maka pencarian dapat dilakukan di
tempat-tempat yang diduga menyimpan naskah- naskah tersebut.
2) Deskripsi
naskah
Deskripsi adalah tahap yang kegiatannya
membuat deskripsi tiap-tiap naskah yang diteliti secara terperinci. Dalam hal
ini, peneliti berupaya menghimpun berbagai informasi dan data yang berkenaan
dengan naskah yang dijadikan sumber data penelitian. Adapun yang dideskripsikan
yaitu menyangkut keadaan naskah, judul naskah, nomor naskah (apabila dari
koleksi museum/perpustakaan), huruf atau tulisan, bahan, ukuran naskah, tebal
naskah, tempat penyimpanan, asal naskah, jumlah baris perhalaman, cara
penulisan, bahasa, bentuk teks, umur naskah, pengarang/penulis/penyalin, fungsi
sosial, dan ikhtisar. Setelah naskah-naskah yang menjadi objek kajian didaftar,
langkah selanjutnya ialah membuat deskripsi naskah yang lebih baik dan
sesempurna mungkin. Deskripsi tersebut mencakup juga jangkauan yang lebih luas
seperti deskripsi bahasa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat
deskripsi ialah tentang kondisi fisik naskah, bahan, watermark (bila ada),
uraian isi naskah, tulisan naskah, kolofon (bila ada), singkatan isi, serta
gaya bahasa.
3) Penentuan
umur naskah
Penentuan umur naskah bisa dilakukan
berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan. Penentuan tahun yang berupa
tahun Hijriah harus dilaporkan dalam bentuk tahun Masehi dengan menggunakan
perhitungan manual dengan menghitung umur tahun Hijriah dan konversinya dalam
tahun Masehi. Secara umum penelusuran umur naskah biasa dilakukan berdasarkan
hal-hal berikut:
a. Umur
naskah dapat dirunut dari dalam (interne evidentie) dan keterangan dari luar
(externe evidentie).
b. Perunutan
dari dalam ditunjukkan dari adanya fenomena berikut ini.
c. Kolofon,
yaitu keterangan waktu awal dan akhir penulisan teks.
d. Watermark
(cap air), yaitu lambang pabrik pembuat kertas yang menunjukkan tahun pembuatan
kertas. Naskah yang ditulis di atas kertas seperti ini menunjukkan setidak
naskah ditulis setelah tahun pembuatan kertas.
e. Perunutan
dari luar ditunjukkan dari adanya fenomena berikut ini.
f. Catatan
di sampul luar , sampul keras depan, dan belakang naskah.
g. Catatan
asal mula naskah menjadi milik berbagai perpustakaan.
h. Peristiwa-peristiwa
sejarah yang disebut dalam teks menunjukkan bahwa teks ditulis setelah
terjadinya peristiwa.
i. Penyebutan
teks pada teks lain yang telah memiliki angka tahun yangh jelas menunjukkan
bahwa teks tersebut setidaknya penulisan paling akhir sebelum diterbitkannya
teks yang telah menyebutkannya.
4) Pembacaan
Teks dan Perbandingan Teks
Teks Perbandingan dalam seleksi naskah
merupakan usaha untuk membandingakan naskah-naskah yang ditemukan pada tahap
inventarisasi, untuk menentukan guna naskah-naskah tersebut. Hal ini perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah naskah yang sama judulnya atau isinya disusun
dalam dua versi yang berbeda, sehingga perlu dikelompokkan terlebih dahulu.
Klasifikasi adalah kegiatan pengelompokkan
naskah-naskah yang telah dikumpulkan dan diseleksi ke dalam kelompok naskah
sumber data utama dan sumber data tambahan. Sumber data utama adalah
naskah-naskah yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan yang menjadi
bahan penelitian kritik teks dan edisi teks, sedangakan sumber data tambahan
adalah sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara pada beberapa informan
yang mengetahui keberadaan dan sejarah naskah-naskah lama, sumber data tambahan
digunakan untuk menyusun identifikasi naskah dan fungsi sosial naskah.
Pembacaan dan perbandingan dilakukan terhadap
teks yang memiliki lebih dari satu naskah (bukan naskah tunggal/codeks unicus). Perbandingan dilakukan
untuk mencari ada tidaknya versi dan varian. Untuk mencari adanya ada tidaknya
versi dilakukan perbandingan terhadap unsur-unsur intrinsik teks. Pencarian ada
tidaknya varian (perbedaan kata dan kalimat) dilakukan terhadap teks yang
seversi. Teks yang tidak seversi tidak perlu dicari variannnya. Hasil
perbandingan teks setidaknya dapat merunut sejarah dan kekerabatan teks.
5) Transliterasi
atau Transkripsi
Transliterasi (alih aksara) adalah
penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain, lepas
daripada lafal bunyi kata yang sebenarnya, sedangkan transkripsi (alih tulis)
adalah pengubahan teks dari satu ejaan ke ejaan lain dengan tujuan menyarankan
lafal bunyi unsure bahasa, baik bentuk bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Transliterasi artinya penggantian jenis
tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Istilah ini
dipakai bersama-sama dengan istilah transkripsi dengan pengertian yang sama
pada penggantian jenis tulisan naskah. Penggantian jenis tulisan pada prasasti
umumnya memakai istilah transkripsi. Apabila istilah transkripsi dibedakan dari
istilah transliterasi maka transkripsi diartikan sebagai salinan atau turunan
tanpa mengganti macam tulisan (hurufnya tetap sama).
6) Terjemahan
Salah satu cara untuk menerbitkan naskah
ialah melalui terjemahan teks. Dan menerjemahkan teks itu dikategorikan sebagai
pekerjaan seni, masing- masing mempunyai dasar dan kaidah yang harus diikuti. Penerjemah
yang baik apabila orang tersebut mampu melihat alam sekitarnya dan
menuangkannya ke dalam kalimat- kalimat yang tepat, dan indah. Terjemahan yang
baik ialah terjemahan yang mampu melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks
yang diterjemahkan ke dalam kalimat yang indah dan mampu mengekspresikan
substansi teks sebagaimana bahasa aslinya.
7) Menentukan
Metode Penyuntingan Naskah/ Kritik Teks
Metode Kritik teks adalah sebuah metode
menafsirkan naskah dengan memperhatikan bagian-bagian suatu teks secara
mendalam. Metode kritik teks, yang masih dibagi lagi ke dalam beberapa metode
yakni metode intuitif, obyektif, gabungan, landasan, dan metode edisi naskah
tunggal.
a) Metode
Intuitif
Metode intuitif seringkali disamakan dengan
metode subyektif yakni dengan cara mengambil naskah yang dianggap paling tua
dikarenakan oleh tradisi teks yang beragam. Metode ini digunakan pada zaman
humanisme, dimana orang-orang ingin meneliti karya klasik Romawi dan Yunani.
Pada metode ini, orang-orang bekerja secara intuitif, yakni dengan mencari
naskah-naskah di tempat-tempat yang paling tua, kemudian di tempat-tempat yang
dianggap tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki dengan memakai
akal sehat,selera baik, dan pengetahuan luas.
b) Metode
Objektif
Metode objektif adalah penelitian sistematis
mengenai perkerabatan naskah-naskah. Metode ini dikembangkan pada tahun 1830-an
oleh filolog asal Jerman bernama Lachmann. Menurut metode ini, apabila dari
sejumlah naskah ada beberapa naskah yang memiliki kesalahan yang sama pada
tempat yang sama pula, maka dianggap berasal dari satu sumber (yang hilang).
Dari kesalahan-kesalahan yang sama terseut, dapat dibentuk silsilah naskah, dan
setelah terbentuk silsilah naskah tersebut barulah dilakukan kritik teks yang
sebenarnya. Metode objektif yang sampai pada tahap penyusunan silsilah disebut
sebagai metode stema.
c) Metode
Gabungan
Metode gabungan digunakan apabila penafsiran
terhadap suatu teks di kalangan beberapa filolog hampir sama atau adanya
perbedaan tafsiran yang tipis. Pada umumnya, yang dipilih adalah bacaan
mayoritas dengan mempertimbangkan bahwa banyaknya jumlah naskah itu merupakan
sebuah saksi bacaan yang betul. Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai dapat
berupa adanya kesesuaian norma tata bahasa, jenis sastra, keutuhan cerita,
faktor-faktor literer lain, dan latar belakang pada umumnya. Hasil teks yang
disunting melalui metode ini merupakan teks baru yang merupakan gabungan bacaan
dari semua naskah yang ada.
d) Metode
Landasan (Metode Induk)
Di dalam metode landasan ini, peneliti
memilih salah satu naskah yang dianggap paling unggul kualitasnya, baik dari
segi bahasa, kesusastraan, sejarah, dan lain sebagainya. Melalui metode ini,
naskah yang dianggap paling baik itulah yang dijadikan landasan atau induk
teks. Metode ini juga digunakan oleh SWR. Mulyadi dalam menyusun edisi teks
Hikayat Indraputra.
e) Metode
Edisi Naskah Tunggal (Codex Unicus)
Metode ini digunakan apabila terdapat
satu-satunya teks yang dapat diteliti (codex unicus). Dalam meneliti naskah
tunggal, ada dua cara yang dapat ditempuh, yakni metode diplomatik dan metode
edisi kritis atau edisi biasa.
Dalam metode diplomatik, teks diterbitkan
tanpa adanya perubahan. Teks direproduksi dengan teknologi facsimile,
microfilm, dan lain-lain. Metode ini dianggap paling murni karena editor tidak
ikut campur di dalamnya namun metode ini juga kurang membantu pembaca karena
teks tidak mengalami perubahan.
Dalam metode metode edisi kritis atau edisi
biasa atau edisi standar, teks diperbaiki dengan memperbaiki
kesalahan-kesalahan dan ketidakajegan. Ejaannya disesuaikan dengan ketentuan
yang berlaku, seperti diadakan pengelompokan kata, pembagian kalimat, digunakan
huruf besar, pungtuasi, dan diberikan komentar-komentar mengenai kesalahan
teks. Pembetulan teks yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang baik
sebagai hasil perbandingan dengan naskah-naskah sejenis atau sezaman.
8) Penyuntingan
Setelah ditentukan metode penyuntingan naskah
maka dapat dimulai kegiatan penyuntingan naskah.
5. Watermark
Secara harafiah tentu watermarks diartikan
sebagai cap air. Water adalah air dan
mark adalah tanda atau cap. Namun,
secara umum akan diartikan sebagai cap kertas atau cap air. Cap ini tidak
timbul melainkan transparan pada selembar kertas.
Cap kertas atau cap air dapat dilihat dengan
menerawangkan kertas pada cahaya. Ini serupa dengan uang kertas. Sama halnya
dengan kertas pada naskah yang mengandung gambar yang hanya bisa diketahui
ketika berada di tempat terang. Naskah tidak dapat dijungkirbalik sesuka kita.
Ini mengingat usianya yang tak lagi muda (ada naskah berusia lebih dari 200
tahun, misalnya,) sehingga kertasnya pun rawan rusak.
Fungsi cap kertas/ cap air/ watermark adalah
memberikan informasi kapan kertas itu diproduksi. Setiap negara Eropa zaman
dulu memang memiliki simbol tertentu untuk menggambarkan masa pembuatan kertas.
Dari cap kertas ini kita dapat memperkirakan usia naskah itu. Karena kita
berada di Nusantara dan mengimpor kertas dari Barat tentu tidak serta-merta
sesuai antara masa pembuatan kertas dengan usia naskah. Cara penghitungannya
adalah dengan menambahkan tiga tahun dari pembuatan kertas tersebut.
Cap kertas itu salah satunya adalah
propartia. Propatria tidak hanya ada satu jenis tetapi memiliki beberapa jenis
yang hampir sama satu sama lain. Karena itu, tidak hanya kejelian yang
diperlukan, tapi juga kehati-hatian. Jenis propatria itu salah satunya adalah
jenis propatria dengan gambar seseorang yang sedang duduk di dalam kebun
berpagar memegang tombak di tangan kanan bersama seekor singa yang berdiri,
memegang anak panah di tangan kiri, dan pedang di tangan kanannya.
Cap kertas ini bertulisan Propatria di atas
singa. Bagian bawah gambar terdapat inisial JW, yang merupakan singkatan dari
James Whatman. Cap kertas tersebut dibuat sekitar 1772. inisial E.H merupakan
singkatan dari Mr. E. Heawood’s watermarks.
Daftar Pustaka
Bani
Sudardi. 2001. Dasar-dasar Teori Filologi.
Surakarta: Penerbit Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sebelas
Maret.
Baried,
Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori
Filologi. Yogyakarta. Badan Penelitian dan Publikasi, Seksi Filologi,
Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada.
Zadinda.
2010. Watermarks. http://zadinda.wordpress.com/2010/12/28/watermarks/#more-288.
[ Diakses pada pukul 08.00 WIB, tanggal 3 Juli 2013].
tahu gak cara mencari telaah naskah berbentuk melayu tunggal
BalasHapustolong di balas iya
BalasHapusMaaf, saya baru membuka blog saya kembali.
Hapus