Oleh:
Dyah Hutami Wulandari NIM.
C0211015
Novitasari Mustaqimatul Haliyah NIM.
C0211027
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai masalah
sosial yang terdapat dalam cerpen Kisah
Pilot Bejo karya Budi Darma yang ditinjau dengan pendekatan sosiologi
sastra dengan menggunakan kritik sastra marxis model refleksi menurut Georg
Lukacs.
Karya sastra dipandang sebagai produk individual yang
tidak dapat lepas dari pengaruh pondasi materialis. Aspek yang paling murni
yang mempengaruhi karya sastra adalah faktor ekonomi dan peran penting yang
dimainkan oleh kelas sosial tertentu. Dalam cerpen Kisah Pilot Bejo, masalah ekonomi dan masalah peran/jabatan dalam
masyarakat sangat ditonjolkan serta konflik-konflik antara kalangan atas atau
penguasa dan kalangan bawah.
Masalah pokok dalam kritik sastra marxis adalah
permasalahan ekonomi dan kelas sosial, begitu pula dalam cerpen Kisah Pilot
Bejo dapat dianalisis dari segi hal tersebut. Manusia ingin tetap hidup dan
mendapat pengakuan dari masyarakat, maka ia terpaksa memperalat dirinya untuk
mendapatkan nafkah dan kedudukan. Dengan demikian, manusia tidak mendapat
kebebasan sehingga timbul konflik sosial antara majikan dan bawahan. Kerja
upahan menyebabkan manusia teralianse sebab adnya bentuk instuisi milik
pribadi, hal pribadi ataupun hak milik alat produksi. Mekanisme hak-hak milik
dalam masyarakat memunculkan dua kelas, yakni kelas pemilik alat produksi dan
kelas pekerja. Dalam analisis ini, penulis akan menganalisis berdasarkan kelas
pekerja atau yang sering disebut kelas bawah atau unterbau.
Cerpen Kisah Pilot Bejo dipakai sebagai sumber data primer, sebagai data
sekunder diperoleh dari buku-buku serta sumber lain yang berkaitan dengan
permasalahan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca,
mengarisbawahi, dan mencatat. Sedangkan teknik pengolahan data dengan melalui
tahap-tahap, klasifikasi, analisis, dan interpretasi data.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian ini adalah problem dasar kehidupan manusia yang terkandung
didalamnya meliputi masalah-masalah kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan
rasa memiliki dan rasa cinta, kebutuhan akan perwujudan diri, yang terjadi
disebabkan karena tuntutan ekonomi, dan keinginan mendapatkan status/kelas di
mata masyarakat.
Awal
Karya sastra diciptakan oleh
sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat. Ia terikat oleh status sosial
tertentu. Sastra sebagai instuisi sosial menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri merupakan
suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar
masyarakat, antar masyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, dan antar
peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, yang sering menjadi bahan sastra,
adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat.
Kencenderungan untuk menafsirkan
karya sastra sebagai sumber informasi tata kemasyarakatan, sejarah sosial,
latar belakang biografik pengarang, ajaran dan estetika sosial menunjukkan
dengan jelas bahwa karya sastra lahir dari jaringan kemasyarakatan dan bukan
dari kekosongan atau vakum sosial. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika
dikatakan bahwa lewat karya sastra, masyarakat dapat belajar tentang hakikat
hidup dan kehidupan.
Pendekatan terhadap karya sastra
yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut sosiologi sastra. Kajian
terhadap karya sastra dengan pendekatan sosiologi sastra sangatlah penting.
Melalui pendekatan sosiologi sastra diharapkan dapat menjembatani hubungan
antara pengarang sebagai pencipta karya sastra dengan masyarakat pembaca,
sehingga pesan-pesan yang disampaikan oleh pengarang dapat diterima oleh
masyarakat.
Cerpen sebagai salah satu bentuk
karya sastra akan penulis gunakan sebagai objek kajiannya. Adapun cerpen yang
penulis analisis berjudul Kisah Pilot
Bejo karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Cinta di Atas Perahu Cadik yang diterbitkan Kompas Media Nusantara
pada tahun 2007. Adapun alasan yang mendorong penulis mengambil objek cerpen Kisah Pilot Bejo karena dalam cerpen ini
sarat dengan problem dasar kehidupan manusia yang menarik dan aktual untuk
diteliti lebih mendalam. Cerpen ini merespon fenomena-fenomena yang tengah
terjadi di dalam masyarakat.
Problem dasar kehidupan manusia
merupakan masalah-masalah mendasar yang terjadi dalam kehidupan manusia yang
penting, aktual dan bermanfaat untuk diteliti. Penting untuk diteliti, karena
problem dasar kehidupan manusia itu melibatkan seluruh aspek kehidupan,
walaupun seringkali kehadirannya tidak disadari sebagai masalah sosial oleh
masyarakat yang bersangkutan. Problem dasar kehidupan manusia itu relevan untuk
mengetahui seluk-beluk dan latar belakang yang berkaitan dengan masalah-masalah
yang diteliti dalam masyarakat. Problem dasar kehidupan manusia tersebut
aktual, karena problem-problem itu sendiri terjadi di sekitar lingkungan
kehidupan masyarakat sehari-hari, dan sesuatu yang nyata itu ada dalam
kehidupan manusia karena dapat meningkatkan kebijakan-kebijakan seseorang dalam
menjalankan aktivitas sehari-harinya dan dapat meningkatkan rasa sosial dan
kemanusiaan.
Model teori yang penulis gunakan
dalam menganalisis cerpen Kisah Pilot
Bejo karya Budi Darma adalah pendekatan sosiologi sastra dengan kritik
sastra marxis Unterbau (basis atau
bangunan bawah) yang mengungkapkan tentang kekuatan-kekuatan produktif dan
hubungan produksi. Dalam hal ini penulis mengerucutkan lagi pembahasan atau
penganalisisan yaitu menggunakan model refleksi dalam kritik sastra marxis.
Salah satu pelopor kritik sastra
marxis adalah Georg Lukacs. Georg Lukacs mengatakan bahwa sastra adalah sebuah
pengetahuan realitas. Menurutnya lagi, realitas yang tertampilkan di dalam
karya sastra hadir melalui kreativitas, yakni satu bentuk dalam karya itu
sendiri yang merefleksikan bentuk realitas dalam dunia nyata (Dwi Susanto,
2011: 169).
Seperti telah dijelaskan di atas
bahwa karya sastra merupakan cermin atau refleksi dari masyarakat maka karya
sastra dapat menggambarkan suatu masyarakat tertentu atau kenyataan tertentu
yang telah terjadi dalam suatu masyarakat.
Georg Lukacs mengatakan dalam karya sastra mampu
memberikan ruang atau peluang terbuka untuk membebaskan manusia dari cengkraman
reifikasi. Bila karya sastra mampu memberikan salah satu segi realitas, karya
sastra akan mampu membuka semua realitas sosial yang berada dalam karya itu.
Sastra dengan begitu akan membantu manusia mengarahkan dirinya pada satu satu
kesadaran totalitas dan pada akhiranya akan mampu memberikan katarsis, yakni
sastra yang berpihak pada sosialisme. (Dwi Susanto, 2011: 168).
Karya sastra memiliki satu kesatuan.
Karya sastra dianggap sebagai cermin sederhana dari suatu realitas. Struktur
formal karya sastra mengandung cermin realitas. Hubungan antara bentuk karya
sastra dengan struktur realitas masyarakat memunculkan hukum-hukum objektif
dari bentuk-bentuk karya memungkinkan membuat dunia kenyataan secara tepat.
Analisis
a.
Mencerminkan keadaan suatu
masyarakat yang menganggap sakral sebuah nama.
“Karena
pekerjaan mengangkut orang dapat memancing bahaya, maka, turun menurun mereka
selalu diberi nama yang menyiratkan keselamatan. Dia sendiri diberi nama Bejo,
yaitu “selalu beruntung” ayahnya bernama Slamet dan karena itu selalu selamat,
Untung, terus ke atas, ada nama Sugeng, Waluyo, Wilujeng, dan entah apa lagi.
Benar, mereka tidak pernah kena musibah.”
Cerita di atas mencerminkan masyarakat yang sangat
percaya akan kekuatan nama. Nama merupakan doa dan harapan dari orangtua
terhadap anaknya.
b. Mencerminkan keadaan masyarakat
sekarang yang memandang pendidikan merupakan satu-satunya hal untuk menaikkan
status seseorang.
“Perjuangan Bejo
untuk menjadi pilot sebetulnya tidak mudah. Setelah lulus SMA dia menganggur,
karena dalam zaman seperti ini, dalam mencari pekerjaan lulusan SMA hanyalah
diperlakukan sebagai sampah.”
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Bejo
tetap menjadi seorang pengangguran meskipun sudah lulusan SMA. Saat ini
orang-orang yang mencari pekerjaan dengan ijazah lulusan SMA hanya mampu
mendapatkan pekerjaan yang sama dengan orang-orang berpendidikan di bawah SMA,
karena dianggap orang-orang lulusan SMA tidak kompeten dibidangnya dan belum
digolongkan kaum yang intelek.
Hal ini diakibatkan karena mahalnya
biaya pendidikan. Jadi masalah pokoknya adalah permasalahan ekonomi. Uang
dianggap segala-galanya. Bahkan untuk mendapatkan pekerjaan pun harus membayar
terlebih dahulu.
c.
Cerminan akan Kebiasaan KKN yang
telah berubah menjadi budaya menjadikan tatanan kehidupan rusak terutama dalam
membentuk moral.
“Untunglah ayahnya
mau menolong, tentu saja dengan meminta tolong seorang saudara jauh yang sama
sekali tidak suka bekerja sebagai kusir, masinis, pilot, atau apa pun yang
berhubungan dengan pengangkutan.”
Paman Bablas
berkhotbah “Bejo? Jadi Pilot? Jadilah pedagang. Kalau sudah berhasil seperti
aku, heh, dapat menjadi politikus, setiap saat bisa menyogok, dan mendirikan
maskapai penerbangan sendiri, kalau perlu kelas bohong-bohongan”.
Ulasan di atas mengambarkan suatu
bentuk sikap yang tidak lazim. Ketidaklaziman tersebut terdapat pada kalimat
Paman Bablas yang menyatakan bahwa seorang politikus dapat melakukan apapun
dengan cara menyogok dijadikan sebagai hal yang biasa.
Dalam dunia perpolitikan, memang
segala cara dihalalkan untuk mencapai segala sesuatu yang diincar, seperti
jabatan, kedudukan atau uang. Ini merupakan sesuatu yang telah mendarah daging
di Indonesia tercinta ini.
d.
Kemudahan-kemudahan yang ada
ketika akan masuk dalam suatu instansi terkait semakin memperburuk keadaan
karena tanpa mempertimbangkan kemampuan yang sesungguhnya.
“Namun, resmi
mempunyai hak untuk menjadi pilot, bahkan ada juga yang akhirnya menjadi
menjadi pelayan restoran. Mirip-miriplah dengan para lulusan Akademik Pimpinan
Perusahaan. Mereka resmi berhak menjadi pimpinan perusahaan, tapi perusahaan
siapakah yang mau mereka pimpin.
Setelah mengikuti
ujian yang sangat mudah sekali, Bejo langsung diterima tanpa perlu
latihan-latihan lagi, hanya diajak sebentar ke ruang simulasi, ke hanggar,
melihat-lihat pesawat, semua bukan milik Shontoloyo Airlines, lalu diberi
brosur.”
Bentuk KKN telah merajalela di negara
tercinta Indonesia. Orang-orang pintar dan kompeten di bidangnya tersingkirkan
karena adanya bentuk KKN yang semakin merebak di Indonesia. Maka hal itu
menyebabkan bobroknya negara Indonesia saat ini. Dipimpin orang-orang yang
tidak tahu-menahu tentang bidang yang diembannya.
Begitu tiba di
kantor Shontoloyo di bandara, Pilot Bejo dengan mendadak diberitahu untuk
terbang ke Makasar. Sebagai seorang pilot yang ingin bertanggung jawab, dia
bertanya data-data terakhir mengenai pesawat. Dengan nada serampangan “gitu
saja kok ditanyakan. Kan sudah ada yang ngurus. Terbang ya terbang.”
Penggalan tersebut menyindir tentang
penyepelean hal yang penting.
Sebelum masuk
pesawat dia sempat melihat sepintas semua ban pesawat sudah gundul, cat di
badan pesawat sudah banyak yang mengelupas, dan setelah penumpang masuk, dia
sempat pula mendengar penumpang memaki-maki karena setiap kali bersandar,
kursinya selalu rebah ke belakang.
Dan “tetapi” ini
datang ketika Pilot Bejo dalam keadaan payah karena terlalu sering diperintah
bos dengan jadwal terbang yang sangat sering berubah-ubah dengan mendadak, gaji
yang dijanjikan naik, tetapi tidak pernah naik-naik, mesin pesawat terasa agak
terganggu, dan beberapa kali melewati jalur yang lebih jauh untuk menghindari
badai, dan entah karena apa lagi.
Tetapi, dia tahu,
bos akan marah karena dia dituduh memboros-boroskan bensin. Dia juga tahu,
dalam keadaan apapun seburuk apapun, dia tidak diperkenankan untuk melaporkan
kepada tower di manapun mengenai keadaan yang sebenarnya. Kalau ada pertanyaan
dari tower mana pun, dia tahu, dia harus menjawab semuanya berjalan dengan amat
baik.
Sekali lagi, masalah perekonomian
memaksa seseorang berbuat nekat. Untuk pemenuhan kebutuhan akan hidup dan uang
lah yang menjadi pokok persoalan, maka segala sesuatu dilakukan untuk
mendapatkannya termasuk apabila sesuatu itu membahayakan diri sendiri. Seorang
bos sebagai kaum atas akan cenderung diktaktor dan tidak mau tahu akan urusan
bawahannya. Ia akan cenderung mengejar budget
dan keuntungan dengan hanya duduk berleha-leha, memerintah bawahannya dengan sadis.
Suatu kebohongan akan diagung-agungkan untuk mencapai keuntungan dan menjaga
nama baik perusahaan.
Dia tahu pesawat
umur pesawat sudah hampir dua puluh lima tahun dan sudah lama tidak diperiksa,
beberapa suku cadangnya seharusnya sudah diganti, radarnya juga sudah beberapa
kali melenceng.
Kutipan diatas menggambarkan betapa
buruknya pelayanan di dalam fasilitas umum. Karena hanya bertumpuan pada masih
bisa dipakai untuk jalan ataukah tidak, tanpa memperhatikan kelayakan akan
fasilitas tersebut.
Akhir
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
analisis tersebut adalah:
1.
Cerpen Kisah Pilot Bejo merupakan
karya Budi Darma yang mengungkapkan tentang kepercayaan masyarakat yang masih bertumpuan pada kekuatan sebuah nama.
2.
Cerpen Kisah Pilot Bejo cerminan
dari masyarakat yang mempermasalahkan pendidikan serta pekerjaan seseorang
sebagai tolak ukur dihormati atau tidaknya status dalam masyarakat.
3.
Cerpen Kisah Pilot Bejo merupakan
kritikan sosial terhadap pelayanan fasilitas umum di dalam masyarakat yang
cenderung asal-asalan tanpa memperhitungkan keselamatan dan hanya mengejar
keuntungan semata (materialisme).
4.
Cerpen Kisah Pilot Bejo sebagai bentuk
sindiran terhadap pemerintah ataupun birokrasi yang menjadikan KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme) sudah membudaya. Keuntungan yang sebesar-besarnya namun tanpa
diimbangi dengan fasilitas yang diberikan, selain itu pengangkatan jabatan
seseorang karena masih adanya pengaruh kekeluargaan ataupun orang yang dianggap
selalu patuh tanpa memperhatikan kualitas yang dimiliki.
5.
Cerpen Kisah Pilot Bejo kritikan
terhadap orang-orang borjuis atau pemilik produksi yang menindas para
pekerjanya tanpa memikirkan nasib para pekerja.
Daftar Pustaka
Ahyar
Anwar. 2010. Teori Sastra Sosial.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Dwi
Susanto. 2011. Pengantar Teori Sastra.
Yogyakarta: Caps.
Sena Gumira Ajidarma, et al. 2008. Cinta di Atas Perahu Cadik: Cerpen Pilihan
Kompas 2007. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Komentar
Posting Komentar