Perbandingan Cerita Rakyat Malin Kundang dari Sumatera Barat dan Si Lancang dari Riau Ditinjau dari Sosiologi Sastra
Pengampu:
Drs. Wiranta, M. Hum
Penyusun:
Andaria
Rhoma R S (C0211006)
Dyah
Hutami Wulandari (C0211015)
Muziatul
Masitoh (C0211026)
Novitasari
Mustaqimatul Haliyah (C0211027)
JURUSAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN
SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
2013
A.
Latar Belakang
Cerita rakyat salah satu bukti
kekayaan kesusastraan Indonesia. Di dalamnya mengandung nilai moral yang sangat
relevan dengan masyarakat pada waktu itu, dan berkaitan erat dengan sifat
kedaerahan yang mereka miliki.
Cerita rakyat merupakan salah satu
tradisi sastra lisan. Menurut Sapardi Djoko Damono (dalam Robert Escarpit, 2005:
viii), sastra adalah kristalisasi keyakinan nilai-nilai dan norma-norma yang
disepakati masyarakat-setidaknya begitulah yang terjadi di masa lampau ketika
kepengarangan tidak dimasalahkan dan berbagai jenis tradisi lisan dimiliki
beramai-ramai oleh masyarakat, tidak individu.
Pada prinsipnya, sastra bandingan
mengutamakan perbandingan dua karya dari negara yang berbeda. Akan tetapi,
batasan itu dilonggarkan lagi dalam aliran Amerika sehingga kajian bandingan
memiliki ruang yang lebih luas lagi. Oleh karena itu, makalah ini membahas
tentang perbandingan cerita rakyat dari satu negara tetapi berbeda daerah.
Makalah ini berjudul “Perbandingan
Cerita Rakyat Malin Kundang dari Sumatera Barat dan Si Lancang dari Riau
Ditinjau dari Sosiologi Sastra”. Penyusun menemukan adanya kesamaan cerita
antara Cerita Rakyat Malin Kundang dan Cerita Rakyat Si Lancang. Meski pun
jenis cerita rakyatnya berbeda. Malin Kundang termasuk dalam dongeng, sedangkan
Si Lancang merupakan sebuah legenda.
Perbandingan kedua cerita rakyat
ini dianalisis dengan menggunakan pendekataan sosiologi sastra. Cerita rakyat
merupakan cerita yang berkaitan langsung dengan masyarakat atau rakyat, dan
menyangkut pula tentang kehidupan masyarakat itu. Sedangkan pendekatan
sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan adalah menaruh perhatian yang
besar terhadap aspek dokumenter sastra: landasannya adalah gagasan bahwa sastra
merupakan cermin zamannya. Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan
cermin langsung dari pelbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan
kelas, dan lain-lain. Dalam hal ini, tugas ahli sosiologi sastra adalah
menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayali dan situasi ciptaan pengarang itu
dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya (Sapardi Djoko Damono, 1979:
10).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Apa persamaan dan perbedaan cerita
rakyat Malin Kundang dan Si Lancang?
2. Bagaimana cerminan cerita rakyat Malin
Kundang dan Si Lancang terhadap masyarakat di daerah tersebut?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah, penyusun memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui persamaan dan perbedaan
cerita rakyat Malin Kundang dan Si Lancang
2. Mengetahui cerminan cerita rakyat Malin
Kundang dan Si Lancang terhadap masyarakat di daerah Sumatera Barat dan Riau.
D. Landasan Teori
Sastra bandingan adalah suatu
kajian perbandingan dua karya ssastra atau lebih dari dua negara yang berbeda
dan dilakukan secara sistematis. Bidang kajian sastra bandingan sebetulnya
sudah lama berkembangdi Eropa dan Amerika aliran Prancis dan Amerika merupakan
dua madzhab yang sangat berpengaruh dalam kajian ini. Meskipun sama-sama
memumpun perhatian pada kajian sastra bandingan. Ada perbedaan yang mendasar
pada dua aliran ini. Aliran Perancis, aliran perancis berpandangan bahwa sastra
bandinagan adalah kajian perbandingan dua karya sastra atau lebih denga
penekananan pada aspek karya sastra itu sendiri. Akan tetapi pengikut aliran
Amerika memperluas aspek perbandigan itu ke bidang-bidang lain seperti sastra
dengan bidang ilmu dan bidang seni tertentu. Aspek yang bisa dibandingkan
antara lain tema, bentuk, aliran serta keterkaitan sastra untuk menjelaskan
perkembangan teori sastra dan kritik sastra.
Cerita legenda maupun dongeng
merupakan tradisi turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang kepada
generasi selanjutnya. Dongeng Malin Kundang dan Legenda Si Lancang merupakan
cerita rakyat yang memiliki kemiripan cerita baik alur maupun temanya. Kedua
cerita tersebut berasal dari daerah yang sama yaitu daerah Sumatera.
Pendekatan untuk mengkaji dua
cerita rakyat tersebut menggunakan teori sosiologi sastra. Sosiologi sastra
merupakan salah satu pendekatan sosiologi sastra yang mendasarkan pada teori
marxisme. Menurut Marx dan Engels, dalam masyarakat terdapat dua buah struktur:
infrastruktur dan superstruktur. Dalam masyarakat superstruktur memiliki fungsi esensial untuk melegitimasi kekuatan
kelas sosial yang memiliki alat produksi ekonomi, sehingga ide-ide dominan
dalam masyarakat adalah ide-ide kelas penguasanya. Sosiologi sastra merupakan
pendekatan yang bertitik tolak dengan orientasi kepada pengarang.Sosiologi
sastra merupakan bagian mutlak dari kritik sastra, ia mengkhususkan diri dalam
menelaah sastra dengan memperhatikan segi-segi sosial kemasyarakatan. Produk
ketelaahan itu dengan sendirinya dapat digolongkan ke dalam produk kritik
sastra (dikutip dari kompasiana.com/2012/08/13/)
E.
Analisis
Cerita Rakyat Malin Kundang
termasuk jenis dongeng, karena cerita Malin Kundang memunculkan unsur fantasi
yang berfungsi sebagai hiburan dan pendidikan moral. Sedangkan, cerita rakyat
Si Lancang merupakan sebuah legenda karena berhubungan dengan tempat.
Tema dari kedua cerita itu adalah
akibat durhaka kepada orang tua, terutama pada ibu. Amanat dari kedua cerita
rakyat tersebut adalah sebagai anak kita tidak boleh durhaka kepada orang tua,
apalagi sampai tidak mengakui orang tuanya sendiri. Demikian juga sebaliknya,
sebagai orang tua terutama ibu, tidak boleh berkata asal kepada anaknya, karena
perkataan ibu adalah doa yang mujarab.
Persamaan dan perbedaan cerita
rakyat Malin Kundang dan Si Lancang dapat dilihat dalam sekuen di bawah ini.
Sekuen
Cerita Rakyat Malin Kundang
1. Ada janda, bernama Mande Rubayah
1.1 Ia tinggal di sumatera barat,
perkampungan air manis
1.2 Mande Rubayah mempunyai anak laki-laki
bernama Malin kundang
1.3 Malin sangat disayang ibunya, sejak kecil
sudah ditinggal mati ayahnya
2. Malin dan Ibunya tinggal diperkampungan
nelayan
2.1 Malin jatuh sakit
2.2 Mande Rubayah bingung
2.3 Mande Rubayah mendatangkan tabib untuk
mendatangkan Malin
3. Nyawa malin berhasil diselamatkan
3.1 Mande Rubayah semakin menyayangi Amalin
dan juga sebaliknya
4. Ketika dewasa, Malin pamit kepada
ibunya untuk merantau
4.1 Ada kapal besar merapat di pantai air
manis
4.2 Malin ikut bersama kapal itu
4.3 Mande Rubayah dengan berat hati
mengizinkan Malin pergi
4.4 Malin dibekali dengan nasi terbungkus
daun pisang
5. Mande Rubayah selalu menantikan
kedatangan Malin
5.1 Mande Rubayah senantiasa berdoa pada
Tuhan agar anaknya selamat dalam pelayaran
5.2 Jika ada kapal yang datang, selalu
menanyakan kabar tentang anaknya
5.3 Tapi, tidak ada yang memberikan jawaban
tentang Malin
6. Suatu hari pada sebuah kapal indah
berlayar menuju pantai
6.1 Orang kampung mengira kapal itu milik seorang
sultan atau pangeran
6.2 Ketika kapal mulai merapat, tampak
sepasang muda mudi berdiri di anjungan
6.3 Mereka nampak bahagia, disambut dengan
meriah
7. Mande Rubayah ikut meihat dan mendekati
kapal
7.1 Mande Rubayah yakin sekali bahwa lelaki
muda itu adalah Malin Kundang
7.2 Mande Rubayah, langsung memeluk malin
erat-erat
7.3 Mande Rubayah sangat gembira melihat
malin kembali
7.4 Malin terpana karena dipeluk wanita tua
dan berpakaian compang-camping
7.5 Malin hanya ingat ibunya seorang wanita
berbadan tegar yang kuat menggendongnya kemana saja.
8. Istri Malin meludahi Mande Rubayah
8.1 Istri Malin merasa dibohongi
8.2 Mendengar kata-kata istrinya, Malin
Kundang mendorong wanita itu hingga terguling ke pasir
8.3 Mande Rubayah tidak percaya akan
perlakuan anaknya
9. Malin Kundang malu mengakui ibunya di
hadapan sang istri
9.1 saat ibunya hendak memeluk kaki Malin, ia
menendangnya
9.2 Mande Rubayah terkapar di pasir dan
pingsan
10. Saat Mande Rubayah sadar pantai air manis
sudah sepi
10.1 Kapal Malin semakin jauh
10.2 Mande Rubayah berdoa kepada Tuhan, memohon
keadilan
11. Cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi
gelap
11.1 Datanglah badai besar yang menghandam kapal
Malin Kundang
11.2 Seketika kapal itu hancur berkeping-keping,
kemudian terhempas hingga ke pantai
12. Pagi hari badai telah reda
12.1 Di kaki bukit terlihat kepingan kapal yang
telah menjadi batu, itulah kapal Malin Kundang
12.2 Tampak pula, sebongkah batu menyerupai
tubuh manusia, itulah tubuh Malin Kundang, anak durhaka yang terkena kutuk ibunya
menjadi batu
12.3 Tubuh istri Malin Kundang menjadi ikan
teri, ikan belanak, dan ikan tengiri. Itu merupakan serpihan tubuhnya.
Sekuen
Cerita Rakyat Si Lancang
1. Seorang janda yang hidup bersama dengan
seorang putranya bernama si Lancang.
1.1. Tempat tinggal mereka didaerah Kampar.
1.2. Sehari-hari bekerja sebagai buruh tani dan
berkehidupan miskin.
2. Si Lancang meminta ijin merantau ke
negeri orang untuk bekerja
2.1. Si Lancang berhasil menjadi seorang yang
kaya dan memiliki banyak kapal.
2.2. Namun, ia tak lagi ingat terhadap Ibunya
yang masih hidup miskin.
3. Suatu hari si Lancang singgah di Kampar
1.1. Ibunya sangat sukacita karena mengira
kepulangan si Lancang untu menemui dirinya
1.2. Ibunya langsung menghampiri si Lancang
yang sedang bersama dengan ketujuh isterinya.
4. Si Lancang merasa malu melihat Ibunya
berpakaian compang camping dan menghampiri dirinya.
4.1. Saat sang Ibu menyapa si Lancang langsung
menghardiknya dengan kasar.
4.2. Si Lancang menyuruh anak buah untuk
mengusir Ibunya.
5. Ibu si Lancang sangat terluka dengan
perlakuan anaknya.
5.1. Sang Ibu kembali pulang ke rumah dengan
mengambil lesung penumbuk padi dan sebuah nyiru.
5.2. Sambil memutar lesung dan
mengkibas-kibaska nyiur sang Ibu berdoa kepada Tuahn agar mengutuk anaknya yang
durhaka tersebut.
6. Tuhan mengabulkan doa Ibu si Lancang
6.1. Dalam sekejap turunlah badai
meluluhlantakkan kapal-kapal si Lancang
6.2. Kain sutra melayang menjadi negeri Lipat
Kain yang terletak di Kampar Kiri.
6.3. Gongnya menjadi sungai Ogong di Kampar
Kanan.
6.4. Tembikarnya menjadi Paasubilah.
6.5. Tiang bendera kapal si Lancang terlempar
sampai ke sebuah danau yang kemudian diberi nama Danau si Lancang.
Cerita lisan dalam masyarakat akan
sangat dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat dimana ceritya tersebut
berkembang. Baik cerita Malin Kundang dan si Lancang menggambil setting
kehidupan pesisir daerah Sumatera. Penduduk yang bertempat tinggal di wilayah
pesisir dan kepulauan pada umumnya adalah nelayan, mereka menggantungkan
kehidupan ekonomi rumah tangganya dari hasil-hasil kelautan dan sumber-sumber
daya lain (local economic resources) yang terdapat di wilayah pesisir. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi kelauatan dan wilayah pantai/pesisir
Sumbar belum mampu didayagunakan sepenuhnya, baru sekitar 30 persen yang
berkembang sebagai kegiatan ekonomi masyarakat lokal, tetapi belum efektif
sebagai sumber pendapatan untuk kesejahteraan sosial-ekonomi yang
berkelanjutan. Hal inilah yang menyebabkan kondisi social-ekonomi nelayan dan
masyarakat penduduk wilayah pesisir tidak stabil dan jauh tertinggal jika
dibanding kan dengan saudaranya yang tinggal di perkotaan atau di wilayah
daratan. Persoalan tersebut tentu bermuara pada masalah relative rendahnya
kualitas SDM nelayan disatu sisi, karena pada umumnya mereka memiliki tingkat
pendidikan yang rata-rata tamatan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Disisi
lain system tatakelola usaha yang belum mendukung sepenuhnya peningkatan sosial
ekonomi nelayan karena masih dilakukan secara partial. Maka dari uraian
tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Malin kundang dan Lancang pergi
merantau untuk memperbaiki kehidupan.
F.
Kesimpulan
Cerita Rakyat Malin Kundang dan Si
Lancang mempunyai persamaan yang dekat. Hal ini ditinjau juga dari kedekatan
lokasi antara Sumatera Barat dan Riau. Cerita Rakyat itu merupakan sastra lisan
termasuk di dalamnya cerita Malin Kundang dan Si Lancang.
Kehidupan masyarakat dalam kedua
cerita ini adalah cerminan masyarakat Sumatera secara umum. Masyarakat Sumatera
terutama daerah pesisir sangat mengantungkan kehidupan terhadap sumber daya
alam. Hal tersebut yang melatarbelakangi terbentuknya kedua cerita ini yang
lebih mencenderungkan keadaan ekonomi masyarakat bawah.
G.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional.
2003. Antologi Esai Sastra Bandingan
dalam Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Obor Indonesia.
Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta: Obor
Indonesia.
Sapardi Djoko Damono. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Yudhistira Ikranegara.___. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara:
Dongeng-Legenda-Fabel-Mitos-Epos. Surakarta: Dua Media.
http//.www.edukasi.kompasiana.com.
diakses pada hari selasa tanggal 01-10-2013 pukul 14.43
Komentar
Posting Komentar