Nama: Novitasari Mustaqimatul Haliyah
NIM: C0211027
Asal mula bahasa pada spesies manusia telah menjadi topik yang didiskusikan oleh para
ilmuwan selama beberapa abad. Walaupun begitu, tidak ada konsensus mengenai
asal atau waktu awalnya. Salah satu masalah yang membuat topik tersebut sangat
susah untuk dipelajari adalah tidak adanya bukti langsung yang kuat, karena
tidak ada bahasa atau bahkan kemampuan untuk memproduksinya menjadi fosil.
Akibatnya para ahli yang ingin meneliti asal mula bahasa harus mengambil
kesimpulan dari bukti-bukti jenis lainnya seperti catatan
fosil-fosil atau dari bukti
arkeologis, dari keberagaman bahasa zaman sekarang, dari penelitian akuisisi bahasa, dan dari perbandingan antara bahasa manusia dan sistem komunikasi di antara
hewan-hewan, terutama primata-primata
lainnya. Secara umum disepakati
bahwa asal mula bahasa sangat dekat dengan asal mula dariperilaku modern manusia, tapi hanya sedikit kesepakatan tentang implikasi-implikasi
dan pengarahan dari keterkaitan tersebut.
Fakta bahwa bukti empiris sangat terbatas, telah membuat
banyak ilmuwan menganggap semua topik secara keseluruhan tidak cocok untuk
dipelajari secara serius. Pada tahun 1866, Linguistic Society of Paris sampai melarang debat mengenai subjek tersebut,
sebuah larangan yang masih tetap berpengaruh di antara dunia barat sampai akhir
abad 20. Sekarang, ada banyak hipotesis mengenai bagaimana, kenapa, kapan
dan di mana bahasa mungkin pertama kali muncul. Tampaknya tidak
begitu banyak kesepakatan pada saat sekarang dibandingkan seratus tahun lalu,
saatteori evolusi Charles Darwin lewat seleksi alam-nya menimbulkan banyak spekulasi mengenai topik
ini. Sejak awal 1990-an, sejumlah ahli linguis,arkeologis, psikologis, antropolog, dan ilmuwan profesional lainnya telah mencoba untuk
menelaah dengan metoda baru apa yang mereka mulai pertimbangkan sebagai permasalahan
tersulit dalam sains.
Pendekatan-pendekatan
Pendekatan terhadap asal mula bahasa dapat dibagi
berdasarkan asumsi dasarnya. 'Teori Keberlanjutan' yaitu berdasarkan ide bahwa
bahasa sangat kompleks sehingga tidak dapat dibayangkan ia timbul begitu saja
dari ketiadaan menjadi bentuk akhir seperti sekarang: ia pastinya berkembang
dari sistem pre-linguistik awal di antara leluhur primata kita. 'Teori
Ketakberlanjutan' yaitu berdasarkan ide yang berlawanan -- bahwa bahasa adalah
suatu sifat sangat unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan apapun yang
ditemukan pada spesies selain manusia dan oleh karena ia pasti muncul secara
tiba-tiba selama perjalanan evolusi manusia. Perbedaan lainnya yaitu antara
teori yang melihat bahasa sebagai bawaan lahir yang ter-sandi secara genetis,
dan mereka yang melihatnya sebagai sebuah sistem yang secara umum kultural --
dipelajari lewat interaksi sosial.
Noam Chomsky adalah pendukung utama dari teori ketakberlanjutan,
sebuah masalah di mana ia berpihak sedikit terpisah dengan rekan akademisnya
yang lain. Dia beralasan bahwa sebuah mutasi terjadi pada salah satu individu
dalam rentang 100.000 tahun yang lalu, mengakibatkan munculnya kemampuan bahasa
(sebuah komponen dalam otak) secara 'instan' dalam bentuk yang 'sempurna' atau
'hampir-sempurna'. Argumentasi secara filosofinya berbunyi sebagai berikut:
pertama, dari apa yang diketahui mengenai evolusi, setiap perubahan biologis dalam
suatu spesies timbul dari perubahan genetis secara acak pada satu individu,
yang menyebar dalam satu kelompok peranakan. Kedua, dari perspektif komputasi
dalam teori bahasa: satu-satunya perubahan yang dibutuhkan adalah kemampuan
kognitif untuk membentuk dan memproses struktur data rekursif dalam pikiran
(properti dari "diskrit
tak-terbatas", yang muncul
hanya unik pada manusia). Perubahan genetis ini, yang memberikan otak manusia
suatu properti diskrit tak-terbatas, Chomsky beralasan, secara esensial
merupakan loncatan yang menyebabkan dapat menghitung dari bilangan N, dimana N
adalah bilangan pasti, sampai mampu menghitung sampai bilangan tak-terbatas
(misalnya, jika N dapat dibentuk begitu juga N+1). Dari pernyataan di atas
bahwa evolusi kemampuan bahasa pada manusia adalah saltasi karena, secara logika, tidak mungkin ada transisi
secara bertingkat dari otak yang mampu menghitung pada bilangan tertentu,
menjadi otak yang mampu berpikir mengenai ketak-terbatasan. Gambarannya, dengan
analogi sederhana, adalah bahwa formasi kemampuan berbahasa pada manusia adalah
serupa dengan formasi kristal; diskrit tak-terbatas merupakan bibit kristal
dalam otak super primata, yang mendekati perkembangan menjadi otak manusia,
oleh hukum fisika, saat sebuah batu kecil, tapi sangat penting, dilanjutkan
oleh evolusi.
Teori keberlanjutan sekarang dipegang oleh mayoritas
ilmuwan, tapi mereka berbeda dalam melihat dalam pengembangannya. Diantaranya
yang melihat bahasa sebagai bawaan lahir, beberapa -- yang terkenal yaitu Steven Pinker menghindari berspekulasi mengenai pelopor bahasa
pada primata non-manusia, menekankan secara sederhana bahwa kajian bahasa
harusnya berevolusi secara bertahap. Yang lainnya pada kelompok
intelektual yang sama -- yang terkenal yaitu Ib Ulbaek menganggap bahwa
bahasa berkembang tidak dari komunikasi primata tapi dari kesadaran primata,
yang jauh lebih kompleks. Bagi mereka yang melihat bahasa sebagai alat
komunikasi yang dipelajari secara sosial, sepertiMichael Tomasello, melihat perkembangan bahasa dari aspek komunikasi
primata, hal ini lebih kepada komunikasi secara gestural daripada secara
vokal. Dimana prekursor vokal diperhatikan, banyak pendukung teori
keberlanjutan membayangkan bahasa berkembang dari kemampuan manusia awal dalam
bernyanyi. Melampaui pembagian keberlanjutan-lawan-ketakberlanjutan
adalah mereka yang melihat munculnya bahasa sebagai konsekuensi dari suatu
bentuk transformasi sosial yang, dengan menghasilkan tingkat
kepecayaan umum yang belum pernah terjadi sebelumnya, membebaskan potensi
genetik untuk kreativitas linguistik yang sebelumnya dibiarkan
tertidur. 'Teori koevolusi ritual/bicara' adalah sebuah contoh dari
pendekatan ini. Ilmuwan-ilmuwan dalam kelompok intelektual ini
menunjuk kepada fakta bahwa bahkan simpanse dan bonobo memiliki kemampuan
terpendam yang, dalam lingkungan liar, jarang dipergunakan. Karena
munculnya bahasa terjadi begitu jauh dalam sejarah sebelum manusia,
perkembangan yang terkait tidak meninggalkan jejak sejarah langsung; dan tidak
ada proses pembandingan yang dapat dilakukan pada masa sekarang. Oleh karena
itu, munculnya bahasa isyarat pada masa modern -- Bahasa Isyarat Nikaragua, misalnya -- mungkin berpotensi memperlihatkan gambaran
tingkat-tingkat perkembangan dan proses kreatif yang terlibat. Pendekatan
lainnya yaitu dengan meneliti fosil manusia awal, melihat kemungkinan adanya
jejak adaptasi fisik terhadap penggunaan bahasa. Pada beberapa
kasus, saat DNA dari manusia yang telah punah dapat dipulihkan, ada atau
absen-nya gen yang seharusnya berkaitan dengan bahasa -- FOXP2 sebagai
contohnya -- mungkin dapat memberikan informasi lebih lanjut. Pendekatan
lainnya, kali ini secara arkeologis, adalah dengan membawa perilaku simbolis
(seperti aktivitas ritual) yang mungkin berpotensial meninggalkan jejak secara
arkeologis -- seperti pengumpulan dan modifikasi dari pigmen ochre yang
digunakan untuk melukis badan -- dapat membangun argumentasi teoretis untuk
memberikan kesimpulan dari simbolism secara umum kepada bahasa secara
khusus. Rentang waktu bagi evolusi bahasa dan/atau prasyarat anatomis
terjadu, paling tidak secara dasar, sejak perpisahan phylogenetic pada Homo (2,3 sampai 2,4 juta tahun lalu) dari Pan (5 sampai 6 juta tahun lalu) sampai munculnya perilaku modernitas sekitar 150.000 - 50.000 tahun lalu. Beberapa orang
membantah bahwa Australopithecus kemungkinan tidak memiliki
sistem komunikasi yang lebih canggih dari pada Kera Besar secara umum, tetapi
para ahli memiliki opini yang berbeda-beda terhadap perkembangan sejak
munculnya Homo sekitar 2,5 juta tahun yang lalu. Beberapa ahli
mengasumsikan perkembangan sistem mirip-bahasa primitif (proto-bahasa) sama
awalnya dengan Homo habilis,
sementara ahli lainnya menempatkan perkembangan komunikasi simbol primitif
hanya dengan Homo erectus (1,8
juta tahun yang lalu) atau Homo heidelbergensis (0,6 juta tahun yang lalu) dan perkembangan bahasa
pada Homo sapiens kurang
dari 200.000 tahun lampau.
Menggunakan metoda statistik untuk memperkirakan waktu
yang dibutuhkan untuk mengetahui persebaran dan perbedaan pada bahasa modern
saat sekarang, Johanna Nichols -- seorang ahli bahasa dari University of
California, Berkeley -- memberikan argumen pada tahun 1998 bahwa bahasa vokal
pastinya telah berdiversifikasi pada spesies kita paling tidak sekitar 100.000
tahun lalu. Menggunakan keberagaman fonemis, sebuah analisis terbaru
memberikan dukungan linguistik langsung terhadap waktu yang
sama. Estimasi semacam ini secara independen didukung oleh genetis,
arkeologis, paleontologi dan banyak bukti lainnya menyarankan bahwa bahasa
mungkin muncul di suatu tempat di sub-Sahara Afrika selama zaman batu pertengahan,
kira-kira sezaman dengan perkembangan spesies Homo sapiens. Para
linguis setuju bahwa, selain dari pijin, tidak ada bahasa "primitif": semua populasi
manusia modern berbicara bahasa yang hampir sama kompleks dan ekspresif
kuatnya, walau penelitian terbaru telah mengeksplorasi bagaimana
kompleksitas linguistik bervariasi antara dan dalam suatu bahasa selama
perjalanan sejarah.
Hipotesis
asal mula bahasa
Spekulasi awal
Pada tahun 1861, ahli sejarah linguis Max Müller
menerbitkan daftar spekulatif teori tentang asal mula bahasa:
·
Bow-wow.
Teori bow-wow atau cuckoo,
yang Muller atribusikan kepada filsuf Jerman Johann Gottfried Herder, melihat kata-kata bermula sebagai imitasi dari teriakan
hewan-hewan liar atau burung.
·
Pooh-pooh.
Teori Pooh-Pooh melihat kata-kata
pertama sebagai teriakan dan interjeksi emosional dipicu oleh rasa sakit, senang, terkejut, dan
lainnya.
·
Ding-dong.
Müller menyarankan apa yang dia sebut dengan teori Ding-Dong, yang
menyatakan bahwa semua mahluk memiliki sebuah getaran resonansi alami,
digemakan oleh manusia dalam perkataan awalnya dengan suatu cara.
·
Yo-he-ho.
Teoriyo-he-ho melihat bahasa muncul dari kegiatan kerja sama yang
teratur, usaha untuk sinkronisasi otot menghasilkan suatu suara yang 'menghela'
bergantian dengan suara seperti ho.
·
Ta-ta.
Teori ini tidak ada dalam daftar Max Müller, tapi diajukan oleh Sir Richard
Paget pada tahun 1930. Menurut teori ta-ta, manusia membuat
perkataan pertama dengan menggerakan lidah yang meniru gerakan manual,
membuatnya terdengar bersuara.
Banyak ilmuwan saat ini
menganggap semua teori tersebut tidak begitu banyak yang salah -- adakalanya
mereka menawarkan wawasan -- seperti naif komikal dan tidak
relevan. Permasalahannya dengan teori tersebut yaitu mereka hampir
mekanistik. Mereka mengasumsikan bahwa sekali leluhur kita menyadari
kejeniusan mekanisme untuk menghubungkan suara dengan makna,
bahasa secara otomatis berkembang dan berubah.
Berbagai Teori Mengenai Kemunculan Bahasa
Kemajuan peradaban
manusia di dunia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan bahasa. Beragam
bahasa yang ada di dunia sekarang ini berkembang beriringan dengan peradaban di
wilayah penutur masing-masing bahasa. Penggunaan bahasa pada manusia beradab
sekarang ini tentulah merupakan bagian dari proses perkembangan bahasa yang
mungkin saja dimulai sejak kehidupan belum beradab. Berbagai penelitian telah
dilakukan oleh para ahli untuk mendapatkan kejelasan mengenai asal-usul
terciptanya bahasa. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan melibatkan
disiplin ilmu lain di samping linguistik yang salah satunya adalah arkeologi.
Berjuta tahun yang
lalu, arkeolog menemukan kerangka hominoid, mahluk yang merupakan awal mula
manusia, di pelbagai tempat. Setelah temuan tersebut, terdapat pula petunjuk
peradaban hidup hominid berupa kebudayaan yang masih primitif. Bersamaan dengan
hal itu, bahasa sebagai prasyarat bagi pewarisan tradisional dan pertumbuhan
kebudayaan diperkirakan muncul. Awal mula pertumbuhan bahasa ini disebut
prabahasa.
Evolusi prabahasa
menjadi bahasa yang telah diperkirakan oleh para ahli tidak memiliki bukti
tertulis—atau bukti tersebut belum ditemukan. Oleh karena itu, berbagai teori
mengenai timbulnya bahasa pun muncul dan berkembang.
Teori Tekanan Sosial
Salah satu teori
yang muncul adalah Teori Tekanan Sosial.
Teori ini dikembangkan oleh Adam Smith yang beranggapan bahwa bahasa manusia
timbul karena manusia primitif berkebutuhan untuk saling memahami. Akibat
kebutuhan tersebut, manusia dituntut untuk melakukan hubungan sosial dengan
sesamanya sehingga terciptalah suatu tuturan. Dalam teori ini, manusia
tergambar sudah mencapai kesempurnaan fisik dan mental.
Teori Onomatopedik/ Ekoik
Teori Onomatopetik atau Ekoik adalah salah satu dari teori mengenai
asal-usul bahasa yang muncul. Teori yang dikemukakan oleh J.G. Herder ini
menjelaskan bahwa penamaan suatu objek ditentukan berdasarkan bunyi objek
tersebut. Adapun objek yang dimaksud, misalnya, adalah binatang atau
peristiwa-peristiwa alam. Banyak para ahli yang menentang teori ini karena
dianggap tidak logis jika manusia hanya meniru bunyi dari makhluk-makhluk yang
lebih rendah. Teori ini dijuluki pula teori bow-bow oleh
penentangnya.
Teori Interyeksi
Sejumlah filsuf,
seperti Etienne Bonnet Condillac dan Whitney turut menyumbangkan teorinya
tentang asal-usul bahasa yang disebut Teori Interyeksi.
Mereka beranggapan bahwa bahasa lahir dari ujaran-ujaran instinktif, yaitu
bersumber pada dalam diri seorang manusia yang berhubungan erat dengan perasaan.
Teori ini dijiluki dengan nama teori pooh-pooh.
Ujaran instinktif atau interyeksi yang terlahir tidak berarti lebih dari
sekadar luapan emosi sehingga tidak dapat dikontrol oleh pengujarnya. Namun,
dalam perkembangannya, interyeksi tersebut dapat berkembang menjadi bahasa bila
penggunaannya tidak lagi menanadai luapan emosi, tetapi menandai sebuah
pernyataan emosi.
Teori Natifistik/ Fonetik
Teori selanjutnya
diajukan oleh Max Muller, yaitu Teori Natifistik atau Tipe Fonetik. Teori ini berdasarkan pada konsep
mengenai akar. Max berasumsi bahwa terdapat hukum bahasa yang menyatakan bahwa
tiap barang memiliki bunyi yang khas seperti halnya manusia yang memiliki
kemampuan ekspresi artikulatoris sehingga dapat merespon secara vokal. Teori
ini dikenal juga sebagai teori ding-dong.
Teori
Yo-He-Yo
Adapun teori lan
yang muncul adalah Teori Yo-He-Yo.
Teori ini dikembangkan noleh filsuf Noire yang beranggapan bahwa manusia
melakukan pekerjaan-pekerjaan khusus secara bersama-sama. Saat saling memberi
semangat kepada sesamanya, mereka akan mengucapkan bunyi-bunyi yang khas
berhubungan dengan pekerjaan khusus itu. Oleh karena itu, teori ini disebut
sebagai teori Yo-he-yo.
Teori Isyarat
Teori Isyarat (The Gesture Theory), yang
juga membicarakan mengenai kemunculan bahasa, dikembangkan oleh Wilhelm Wundt,
seorang psikolog di abad XIX. Bahasa isyarat timbul dari emosi dan
gerakan-gerakan ekspresif yang tak disadari. Komunikasi gagasan-gagasan
dilakukan dengan gerakan-gerakan tangan yang membantu gerakan-gerakan mimetik wajah seseorang, yaitu
gerakan eksprsif untuk menyatakan emosi dan perasaan. Selain gerakan mimetik dan gerakan pantomimetik (pengungkapan ide) yang
sudah ada, kemampuan untuk mendengar juga memungkinkan manusia untuk
menciptakan jenis gerakan yang ketiga, yaitu gerakan artikulatoris.
Dalam perkembangan selanjutnya, gerakan artikulatoris menjadi lebih penting
dibanding kedua gerakan lainnya.
Teori Permainan Vokal
Setelah
menguaraikan tiga bidang penelitian mengenai bahasa anak-anak, bahasa
suku-suku primitif, dan sejarah bahasa-bahasa, Jespersen, seorang filolog
Denmark, menyimpulkan bahwa bahasa
primitif menyerupai bahasa anak-anak. Hal ini terangkum dalam teori yang
dikembangkannya, yaitu Teori Permainan Vokal.
Pada awalnya, bahasa mannusia berupa dengungan seperti nyanyian yang tidak
bermakna yag kemudian berkembang menjadi sebuah ujud ungkapan yang semakin
jelas dan teratur. Jespersen beranggapan bahwa bahasa manusia mula-mula
bersifat puitis. Oleh karena itu, dalam teori ini terlihat bahwa pernyataan ideasional
dan emosional dapat diungkapkan secara beriringan.
Teori Isyarat Oral
Dalam bukunya Human Speech, Sir Richard Speech mengemukakan teori
mengenai asal usul bahasa yang disebut dengan Teori Isyarat Oral. Berikut adalah beberapa
argumennya: Pada mulanya manusia menyatakan gagasannya dengan isyarat tangan,
tetapi tanpa sadar isyarat tangan itu diikuti juga oleh gerakan lidah, bibir,
dan rahang. Ketika manusia melakukan isyarat dengan lidah, bibir, dan rahang
maka udara yang dihembuskan melalui mulut (oral) atau lubang hidung akan
mengeluarkan pula isyarat-isyarat yang dapat didengar sebagai ujaran berbisik.
Paget selanjutnya memperlihatkan kesamaan antara bunyi-bunyi ‘sintetik’ dan
beberapa kata dari bahasa primitif. Dalam hal ini, Paget dianggap sebagai orang
yang meneruskan ide Wundt, yaitu Teori Isyarat.
Menurut Laguna,
Teori Paget ini memiliki dua kelemahan. Kelemahan pertama adalah adanya
asumsi bahwa bahasa ujaran berkembang sebagai fenomena individual yang
tergantung pada ide-ide yang memerlukan pengungkapan, sedangkan bahasa adalah
upaya untuk mengkomunikasikan ide-ide itu. Kelemahan kedua adalah adanya asumsi
bahwa awal mula ujaran baru muncul sesudah adanya ras manusia, karena ras
manusia memiliki proses mental tertentu yang diperlukan untuk
berkomunikasi.
Teori Kontrol Sosial
Teori yang juga
berkembang adalah Teori Kontrol Sosial yang
diajukan oleh Grace Andrus de Laguna. Menurutnya, ujaran adalah suatu medium
yang besar yang memungkinkan manusia bekerja sama. Bahasa merupakan upaya yang
mengkoordinasi dan menghubungkan macam-macam kegiatan manusia untuk tujuan
bersama. Laguna membandingkan pemakaian bunyi-bunyi vokal manusia primitif
dengan bunyi yang digunakan anak dewasa. Dalam hal ini, ia sependapat dengan
Jespersen. Ia menyatakan bahwa permainan vokal adalah unsur yang penting pada
waktu timbulnya bahasa. Oleh karena itu, dalam usahanya menelusuri evolusi
ujaran dari teriakan binatang ke penggunaannya sebagai ujaran, Laguna melihat
lebih jauh ke belakang bila dibandingkan Jespersen. Namun, Laguna menganggap
bahwa ujaran didasarkan pada aktivitas kehidupan yang sungguh-sungguh bukan
sekedar permainan yang menyenangkan dan kesenangan remaja.
Teori Kontak
G. Revesz turut
menyumbangkan pengetahuannya mengenai kemunculan bahasa yang tercakup dalam
teorinya, yaitu Teori Kontak.
Dalam teori ini, Revesz menjelaskan bahwa munculnya sebuah bahasa didorong oleh
adanya keinginan atau kebutuhan mahluk hidup untuk mengadakan kontak emosional
kepada sesamanya. Kontak emosional ini merupakan kelanjutan dari kontak spasial
yang sudah diujudkan sebelumnya. Dengan adanya hubungan personal dan kontak
emosional yang baik, terciptalah bahasa yang tentu saja mampu menjembatani
kedua hal tersebut.
Adapun aspek yang
cukup esensial lainnya menurut Revesz terkait dengan asal-usul bahasa adalah
adanya keinginan untuk bertukar pikiran. Artinya, dalam hal ini yang hendak
dicapai adalah terjalinnya kontak intelektual.
Berangkat dari
adanya kebutuhan mahluk hidup untuk berkontak emosional, dapat ditandai bahwa
bunyi-bunyi ekspresiflah yang mengawali terbentuknya bahasa. Evolusi bahasa
yang dikemukakan Revesz dimulai dari tangisan (cry) yang tidak
diarahkan pada individu tertentu, panggilan (call) yang sudah
dilakukan dengan tujuan, kemudian barulah terberbentuk sebuah kata.
Teori Hockett-Ascher
Teori selanjutnya
mengenai asal-usul bahasa dikemukakan oleh Charles F. Hockett dan Robert Ascher
yang dikenal dengan Teori Hockett-Ascher.
Teori ini memaparkan asal-usul bahasa dan perkembangannya yang berkaitan erat
dengan evolusi manusia. Disebutkan bahwa proto hominoid, primata yang diketahui
sebagai asal-usul manusia dan hidup pada jutaan tahun silam, memiliki
sistem call untuk berkontak. Sistem call belum dapat disebut bahasa. Para ahli
menyebut sistem call sebagai prabahasa.
Adapun yang
membedakan sistem call dari
bahasa adalah bahwa sistem call tidak
memiliki ciri pemindahan yang dapat memungkinkan kita untuk membicarakan hal
yang tidak ada dan yang teradi di masa lampau. Selain itu, masing-masing call memiliki sifat eksklusif. Maksudnya, proto
hominoid tidak dapat mengeluarkan satu call. Misalnya,
proto hominoid berada dalam suatu keadaan bahasa dan menemukan makanan di suatu
tempat, maka call yang dapat
dikeluarkannya hanya salah satu saja, misalnya yang menunjukkan bahwa dirinya
dalam keadaan bahaya saja. Keeksklusifan tersebut menunjukkan bahwa call bersifat tertutup. Hal ini tentu
bertentangan dengan bahasa yang bersifat terbuka atau produktif.
Pada perkembangan
selanjutnya, sistem call yang
semula bersifat tertutup pun kemudian berkembang menjadi terbuka.
Berkembangnya call menjadi sistem yang
terbuka ditandai dengan penggabungan dua call. Walaupun
demikian, call tetap disebut sebagai
prabahasa karena masih bersifat eksklusif pada kelompok tertentu.
Perubahan tubuh
yang terjadi kemudian pada proto hominoid memungkinkan mahluk tersebut
menciptakan semakin banyak call. Namun, hal
ini berakibat semakin padatnya tempat akustik-artikulatoris sehingga
bunyi-bunyi yang tercipta bermiripan. Akibatnya, terjadi sebuah perubahan besar:
pramorfem yang semula berujud call menjadi
morfem sesungguhnya, yaitu bunyi-bunyi yang tercipta kemudian diwakili oleh
suatu komponen morfologis dan fonologis.
Berbagai teori yang
telah disebutkan di atas mengisyaratkan hal yang sama, yaitu sebelum terciptanya
bahasa, ujaran-ujaran yang dikeluarkan hominoid bersifat tertutup dan tidak
produktif. Ujaran-ujaran tersebut belum dapat dikatakan sebagai bahasa
seutuhnya. Sebagian ahli menyebutnya sebagai bahasa primitif dan
sebagian lagi menyebutnya prabahasa, tergantung pada teori masing-masing.
Berdasarkan teori
di atas, Teori Hockett-Ascher lah yang dengan lengkap menjelaskan kemunculan
bahasa. Prabahasa yang berkembang menjadi bahasa haruslah terjadi beriringan
dengan evolusi proto hominoid menjadi manusia. Hal tersebut karena kesempurnaan
bahasa yang ditandai dengan bunyi-bunyian yang dikeluarkakn alat ucap manusia
tentu baru akan terujud dengan didukung dengan kesempurnaan organ-organ
artikulator manusia.
Sumber:
Keraf, Gorys. 1991. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wikipedia. 2012. Asal Mula Bahasa. http://id.wikipedia.org/wiki/Asal_mula_bahasa. [Diakses pada 09.00 WIB, 9 September 2012].
Komentar
Posting Komentar