Analisis Puisi Modern Lampung Berjudul Liwa dalam Kumpulan Puisi Mak Dawah Mak Dibingi Karya Udo Z. Karzi
A.
Pendahuluan
Masyarakat
Lampung sebenarnya cukup kaya dengan karya sastra berupa adi-adi (pantun), warahan (cerita), hiwang (ratapan yang berirama), wawancan (sejarah), dan sebagainya yang
terangkum dalam sastra Lampung. Menurut Bani Sudardi (2010:64), sastra Lampung
merupakan sastra yang menggunakan bahasa Lampung sebagai media kreasi, baik
sastra lisan maupun sastra tulis. Meskipun kebanyakan masih berbentuk sastra
lisan yang sering dilantunkan dalam upacara adat, ada beberapa yang sudah
ditulis dan diterbitkan berupa buku.
Sastra Lampung memiliki kedekatan dengan tradisi
Melayu yang kuat dengan pepatah-petitih, mantera, pantun, syair, dan cerita rakyat.
Dalam Encyclopedie van Nederlands-indie dikatakan bahwa bahasa daerah Lampung
adalah bahasa yang dipergunakan di daerah keresidenan Lampung, di daerah
Komering yang termasuk dalam keresidenan Palembang dan di daerah Krui. Menurut
van der Tuuk, bahasa Lampung dapat dibagi dalam 2 induk dialek, yaitu dialek
Abung dan dialek Pubiyan (Bani Sudardi, 2010:64).
Menurut Bani Sudardi (2010:66), puisi adalah
bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara
imajinatif dan disusun dengan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian
struktur fisik dan sttruktur batin.
Berdasarkan
fungsinya, ada lima macam puisi dalam khasanah sastra tradisional lisan
Lampung, yaitu paradinei atau paghadini, pepaccur atau wawacan, pattun atau
adi-adi, bebadung, dan ringget (Bani Sudardi, 2010: 66).
Akan tetapi
semua karya sastra dalam bahasa Lampung itu tergolong sastra tradisional yang
sangat terikat kepada aturan bait dan rima yang ketat. Satu bait pantun
tradisional Lampung (adi-adi) harus terdiri atas empat baris, satu baris harus
mengandung tujuh suku kata, dan harus berstruktur a-b-a-b (Saliwa,
2011:online).
Adapun
karya sastra modern dalam bahasa Lampung selama ini dikatakan belum ada.
Sastrawan modern yang tinggal di Lampung cukup banyak, tetapi umumnya
menuliskan karya sastra mereka dalam bahasa Indonesia. Belum ada yang
menggunakan bahasa ibu (mother language), yaitu bahasa Lampung,
sebagai wahana atau medium sastra modern. Akibatnya, dunia sastra Lampung
selalu dalam kondisi “hidup segan mati tak mau”, jauh tertinggal dari sastra
Sunda, Jawa, dan Bali yang sudah lama memiliki sastra modern di samping tetap melestarikan
sastra tradisional.
Itulah sebabnya buku kumpulan 50 sajak berbahasa Lampung dari Udo Z.
Karzi (nama pena dari Zulkarnain Zubairi), yang berjudul Mak Dawah Mak Dibingi (Tak Siang Tak Malam), merupakan
terobosan besar yang mendobrak kebekuan dunia sastra Lampung. Sajak-sajak Udo
Z. Karzi betul-betul membebaskan diri dan tidak merasa terikat dengan aturan
puisi tradisional Lampung.
Penulis akan menganalisis salah satu puisi yang
disajikan dalam kumpulan puisi Mak Dawah
Mak Dibingi dengan judul Liwa.
Dalam menelaah atau menganalisis karya sastra ada beberapa komponen salah
satunya adalah nilai yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri.
B. Nilai
Sastra
Dengan membaca karya sastra, kita
akan memperoleh "sesuatu" yang dapat memperkaya wawasan atau
meningkatkan harkat hidup. Dengan kata lain, dalam karya sastra ada sesuatu
yang bermanfaat bagi kehidupan.
Karya sastra (yang baik) senantiasa
mengandung nilai (value). Nilai itu
dikemas
dalam wujud struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur,
latar, tokoh, tema, dan amanat atau di dalam larik, kuplet, rima, dan irama.
Nilai yang terkandung dalam karya sastra itu, antara lain, adalah sebagai berikut:
dalam wujud struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur,
latar, tokoh, tema, dan amanat atau di dalam larik, kuplet, rima, dan irama.
Nilai yang terkandung dalam karya sastra itu, antara lain, adalah sebagai berikut:
1.
Nilai hedonik (hedonic value), yaitu nilai yang dapat
memberikan kesenangan
secara langsung kepada pembaca;
secara langsung kepada pembaca;
2.
Nilai artistik (artistic value), yaitu nilai yang dapat
memanifestasikan suatu seni atau keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan;
3.
Nilai kultural (cultural value), yaitu nilai yang dapat
memberikan atau mengandung
hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan;
hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan;
4.
Nilai etis,
moral, agama (ethical, moral, religious
value), yaitu
nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang
berkaitan dengan etika, moral, atau agama;
nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang
berkaitan dengan etika, moral, atau agama;
5.
Nilai praktis (practical value), yaitu nilai yang
mengandung hal-hal praktis yang
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari (Arista Serenade, 2011: online).
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari (Arista Serenade, 2011: online).
C.
Nilai
Manfaat
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab
pendahuluan bahwa puisi Lampung mempunyai beberapa macam. Dari beberapa macam
puisi-puisi yang dijabarkan itu mengandung nilai-nilai manfaat dari
masing-masing puisi.
Paradinei merupakan puisi tradisi
Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat
berlangsung pesta pernikahan secara adat. Pepacur adalah puisi Lampung yang
berisi nasihat atau pesan-pesan setelah pemberian adok 9gelar adat) kepada
bujang-gadis sebagai penghormatan atau tanda telah berumah tangga dalam pesta
pernikahan. Pattun adalah salah satu jenis puisi tradisi Lampung yang lazim di
kalanan etnik Lampung digunakan dalam acara-acara yang bersifat bersukaria.
Bebandung merupakan puisi Lampung yang berisi petuah-petuah atau ajaran-ajaran
yang berkenaan dengan agama Islam. Ringget adalah puisi tradisi Lampung yang
lazim digunakan sebagai pengantar acara adat, pelengkap acara pelepasan
pengantin wanita ke tempat pengantin pria.
Selain puisi tradisi Lampung yang
berbahasakan daerah Lampung juga ada puisi modern Lampung yang tentu fungsinya
atau nilai manfaatnya sangat banyak. Nilai manfaat ini berkaitan erat dengan
fungsi sastra sebagai penghibur dan pendidik, hal ini juga berhubungan dan
tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai karya sastra karena antara nilai-nilai
sastra dan nilai manfaat mempunyai pengertian yang hampir-hampir mirip.
D.
Analisis
Puisi Liwa
Puisi Asli
|
Terjemahan
|
LIWA
api lagi sai dapok kubanggakon
jak niku
lemoh ni tanoh subur sai sa kutinggalko tanno mekiyang way sindalapai, way rubok, way setiwang sai ngaleri hatiku mak lagi nyani rah semangatku merunggak ujau ni pematang, biru ni pesagi, bangik ni angin mak lagi kutunggai delom pujamaan neram nimbi sakik mataku ngeliak kecadangan sekejung bilukan renglaya pullanku mak dapok lagi nyegokkon kebatinan sai wat kulupako sakik hatiku ngedengi tamak ni penguasa rik rakus ni pengusaha sai nyadangko ham tebiu, rangku ngawil iwa rik langui pahik rasa ni ngedapokkon kenyataan nyak mak dapok petungga kantekku sai tanno lebon induh mit dipa api lagi sai dapok kuingok tentang niku api lagi sai dapok ngikok nyakku jama niku api lagi sai dapok nyani nyak nirami niku api lagi ingokan sai tinggal barong niku api lagi …
: niku beni rumpok, sunyin ni
lain benyak
|
LIWA
apa lagi yang bisa kubanggakan
darimu
gemburnya tanah subur yang dulu kutinggal kini kerontang way sindalapai, way robok, way setiwang yang mengaliri jiwaku tak lagi membuat darah semangatku menggelegak hijaunya bukit, birunya pesagi, lembutnya angin tak lagi kutemui dalam percumbuan kita kemarin
perih mataku menyaksikan
kegersangan sepanjang jalan berliku
hutanku tak mampu lagi menyimpan kekayaan yang pernah aku lupakan sakit hatiku mendengar keserakahan penguasa dan kerakusan pengusaha yang merusak ham tubiyu, telaga tempatku memancing ikan dan berenang pahit rasanya mendapat kenyataan aku tak dapat menjumpai sahabatku yang kini menghilang entah kemana
apa lagi yang bisa kuingat
tentangmu
apa lagi yang bisa mengikatku denganmu apa lagi yang bisa membuatku merindukanmu apa lagi kenangan tertinggal bersamamu apa lagi …
: kau punya orang lain.
segalanya bukan untukku (Yordansah, 2009:online).
|
Puisi Liwa
merupakan puisi Lampung modern yang ditulis oleh seorang sastrawan Lampung yang
terkenal yaitu Udo Z. Karzi. Penulis akan menganalisis puisi Liwa ini
berdasarkan analisis nilai sastra dan nilai manfaat atau nilai praktis. Seperti
yang telah dijabarkan di atas bahwa nilai sastra ada beberapa macam.
Pertama
adalah nilai
hedonik (hedonic value), puisi Liwa ini mempunyai nilai hedonik yang
sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari isi dan bahasanya karena setiap orang
yang membacanya akan terkesima dan menimbulkan rasa senang. Kessenangan ini
timbul karena keunikan bahasanya. Bahasa Lampung yang notabene hanya digunakan
oleh masyarakat Lampung akan terdengar indah didengarkan oleh masyarakat di
luar Lampung.
Kedua yaitu nilai artistik (artistic value) atau nilai estetik.
Kebesaran suatu karya menyangkut
kriteria ekstra-ertetis. Karya sastra dianggap “besar” jika mengekspresikan
nilai-nilai hidup yang “besar”
pula. Tetapi dalam sebuah karya sastra,
sifat-sifat yang menentukan kebesaran sastra harus muncul dalam “situasi nilai
yang diwujudkan”. Sebagai suatu nilai yang diwujudkan dan dinikmati. (Rene
Wellek dan Austin Warren, 1993:326)
Nilai kultural (cultural value), yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung
hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan. Nilai-nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang member arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi (Koentjaraningrat, 2002:190).
hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan. Nilai-nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang member arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi (Koentjaraningrat, 2002:190).
Nilai etis, moral, agama (ethical, moral, religious value), yaitu
nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang
berkaitan dengan etika, moral, atau agama. Dalam puisi Liwa ini nilai etis dan moral sangat dikedepankan. Hal ini bisa ditilik atau dilihat dari isi puisi Liwa sendiri.
nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang
berkaitan dengan etika, moral, atau agama. Dalam puisi Liwa ini nilai etis dan moral sangat dikedepankan. Hal ini bisa ditilik atau dilihat dari isi puisi Liwa sendiri.
Nilai praktis (practical value), yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Nilai praktis ini juga merupakan nilai manfaat dari sebuah karya sastra juga mengandung tujuan dari karya sastra diciptakan, yaitu dulce et utile. Seperti yang telah dijelaskan bahwa sebuah karya sastra pastilah mempunyai nilai yang bisa diambil hikmah atau manfaatnya. Puisi Liwa juga mempunyai nilai yang sangat penting dan berharga dalam kehidupan manusia terutama dan khususnya untuk masyarakat Lampung. Secara artistik, puisi Liwa sangat bagus dan unik. Sajak modern yang dikemas dalam bahasa Ibu yang sungguh luar biasa. Namun tidak hanya itu saja, puisi Liwa mempunyai banyak nilai yang perlu direnungi.
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Nilai praktis ini juga merupakan nilai manfaat dari sebuah karya sastra juga mengandung tujuan dari karya sastra diciptakan, yaitu dulce et utile. Seperti yang telah dijelaskan bahwa sebuah karya sastra pastilah mempunyai nilai yang bisa diambil hikmah atau manfaatnya. Puisi Liwa juga mempunyai nilai yang sangat penting dan berharga dalam kehidupan manusia terutama dan khususnya untuk masyarakat Lampung. Secara artistik, puisi Liwa sangat bagus dan unik. Sajak modern yang dikemas dalam bahasa Ibu yang sungguh luar biasa. Namun tidak hanya itu saja, puisi Liwa mempunyai banyak nilai yang perlu direnungi.
Puisi Liwa
ini berisikan tentang sindiran terhadap penguasa dan orang-orang yang rakus dan
semena-mena. Hutan-hutan dibabat habis sampai gundul, lalu didirikan
gedung-gedung mewah dan pabrik-pabrik sehingga alam yang indah menjadi rusak
dan kering kerontang. Hal ini bisa mengakibatkan ketidakseimbangan alam,
seperti terjadinya tanah longsor, banjir dan bencana kekeringan. Puisi Liwa berisikan tentang kerinduan seorang
penyair kepada alamnya yang dahulu permai dan sekarang menghilang.
Puisi ini bisa dikaitkan dengan keadaan dan
fenomena Indonesia pada saat ini. Dahulu Indonesia tercinta ini merupakan
negara yang sangat indah dan hijau sehingga dijuluki zamrut katulustiwa. Indonesia
dijadikan sasaran para penjajah yang rakus karena merupakan negara yang kaya
raya. Indonesia kaya akan sumber alam dan negara yang teramat subur. Ada
seorang penyair mengatakan bahwa ranting dan batupun bisa ditumbuhi oleh
tetumbuahan, namun semua itu menghilang dan berubah. Indonesia yang dahulu
dikenal sebagai negara agraris dan dikenal dengan pertaniannya yang melimpah
sekarang tidak lagi bisa menunjukkan identitasnya sebagai negara agraris.
Justru Indonesia sekarang ingin mengembangkan diri sebagai negara Industri.
Padahal potensi Indonesia itu jauh lebih baik sebagai negara agraris bukan
negara Industri karena kemampuan Indonesia belum bisa mencapai tahap sebagai
negara Industri seperti Jepang.
Hutan-hutan dibabat tidak karuan, dan didirikan
pabrik-pabrik yang mengalir limbah-limbahnya sehingga mencemari sungai lalu
ikan-ikan menjadi mati. Pencemaran dan perusakan lingkungan atas nama memajukan
Indonesia dengan adanya negara Industri.
Nilai manfaat yang dapat diambil yaitu kita
sebagai masyarakat Indonesia wajib melindungi alam kita dari perusakan
lingkungan agar lingkungan kita jauh dari bencana seperti tanah longsor banjir
dan sebagainya. Dengan menjaga lingkungan maka hidup akan menjadi sehat, aman
sentausa dan tentram.
E. Kesimpulan
Puisi Liwa
merupakan salah satu puisi dari kumpulan puisi Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi. Puisi ini merupakan puisi
modern yang dikemas menjadi sajak tradisional karena menggunakan bahasa ibu (mother language) atau bahasa Lampung. Puisi
yang berjudul Liwa ini mempunyai nilai yang sangat berarti bagi masyarakat
Indonesia sebagai negara agraris terutama diperuntukan untuk masyarakat Lampung
yang notabene masih tradisional dan bersahabat dengan alam bahkan di sana terdapat
banyak trensmigran yang memang bertujuan untuk memperbaiki hidup dengan
bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan yang luas.
F. Saran
Sastra Lampung mempunyai banyak variasi. Sastra
Lampung modern yang berbahasakan bahasa ibu sekarang mulai dikembangkan namun
masih belum banyak. Kebanyakan sastra Lampung modern sama saja dengan sastra
Indonesia, yang mungkin hanya bisa disebut sebagai sastra Indonesia bukan
sastra Lampung karena menurut definisi dari sastra Lampung sendiri adalah
sastra yang berbahasakan bahasa Lampung. Jadi, sebaiknya mengadakan sastra
Lampung modern yang lebih banyak sebagai peningkatan khasanah sastra yang lebih
luas.
G. Daftar Pustaka
Arista
Serenade. 2011. Unsur dan Nilai Sastra.
http://aristhaserenade.blogspot.com/p/unsur-dan-nilai-sastra.html. [Diakses pukul 06.20 WIB, 29 Oktober 2012].
Bani Sudardi. 2010. Sastra Nusantara: Deskripsi Aneka Kekayaan Sastra
Nusantara. Surakarta: BPSI Solo.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Saliwa.
2011. Mak Dawah Mak Dibingi. http://saliwanovanadiputra.blogspot.com/2011/08/mak-dawah-mak-dibingi-udo-z-karzi.html. [Diakses pukul 06.00 WIB, 29 Oktober 2012].
Wellek,
Rene dan Austin Warren. 1993. Teori
Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Yordansah.
2009. Mak Dawah Mak Dibingi. http://sosbud.kompasiana.com/2009/10/25/mak-dawah-mak-dibingi/. [Diakses pukul 06.15 WIB, 29 Oktober 2012].
Komentar
Posting Komentar