LATAR BELAKANG PERKAMUSAN INDONESIA
·
Kamus merupakan sumber rujukan dalam
memahami makna kata suatu bahasa, karena kamus memuat perbendaharaan kata suatu
bahasa.
·
Kata kamus diserap dari bahasa Arab qamus yang berarti ‘lautan’.
Fungsi Kamus Besar
·
Penyusunan kamus merupakan usaha
kodifikasi bahasa yang menjadi bagian dari pembakuan bahasa tersebut.
·
Kamus besar adalah kamus yang mencatat
kekayaan suatu bahasa sampai pada waktu tertentu, yang disusun dalam bentuk
lema atau entri, lengkap dengan nuansa makna-maknanya.
·
Nuansa makna kata diuraikan dalam bentuk
definisi, deskripsi, contoh, sinonim, atau parafrasa.
Buku Referensi Lain
·
Referensi lainnya adalah ensiklopedia
dan tesaurus.
·
Ensiklopedia memberikan uraian
terperinci tentang berbagai cabang ilmu atau bidang ilmu tertentu dalam
artikel-artikel terpisah sesuai dengan pengelompokan kategori.
·
Tesaurus merupakan sarana untuk
mengalihkan gagasan ke kata atau sebaliknya.
·
Bentuk tesaurus dibedakan menjadi dua,
yaitu tesaurus yang disusun secara alfabetis dan yang disusun secara tematis.
·
Tesaurus yang disusun secara alfabetis,
di dalam entri dimuat sederet hiponim, sinonim, dan antonim. Kata-kata yang
berhiponim (yang maknanya saling bertindihan) dikelompokkan dengan
subordinatnya sebagai judul, atau kata-kata yang bersinonim itu dikelompokkan
dengan salah satu anggota sinonim itu sebagai judul.
·
Tesaurus yan disusun secara tematis
(menurut tema), kosakata dikelompokkan berdasarkan klasifikasi yang telah
ditentukan. Untuk memudahkan pencarian kosakata, di dalam tesaurus tematis
disediakan indeks.
·
Tesaurus sifatnya monolingual dan
lazimnya tidak memuat definisi.
Gagasan di Belakang Kamus Besar
Dunia
·
Samuel Johnson, Bapak Leksikografi
Inggris, penyusun Dictionary of the
English Language (1755), menyatakan bahwa fungsi kamus ialah memelihara
kemurnian bahasa.
·
Pendapat yang sama diungkapkan oleh Noah
Webster, Bapak Leksikografi Amerika, penyusun An American Dictionary of the English Language (1828).
·
Ideologi bahasa yang normatif bertentangan
dengan pendirian yang melandasi kamus-kamus modern, seperti A New English Dictionary on Historical
Principles (1934), yang lebih dikenal sebagai kamus Oxford dan Webster’s Third
New Internasional Dictionary (1961) yang berusaha mencatat dan menafsirkan
pemakaian bahasa secara cermat, tanpa mengemukakan mana yang betul dan mana
yang salah.
·
Tradisi perkamusan di negara maju,
dimulai dengan kamus baku dan kamus ekabahasa (monolingual); dari kamus sumber itulah diterbitkan kamus-kamus yang
lebih terbatas, seperti Shorter Oxford
Dictionary, Van Dale Handwoordenboek,
dan Petitt Larousse. Berdasarkan
kamus-kamus baku tersebut disusunlah kamus-kamus dwibahasa (bilingual).
Perkamusan di Indonesia
·
Sejarah leksikografi dimulai dari daftar
kata atau glosarium ke kamus-kamus dwibahasa, kemudian ke kamus-kamus
ekabahasa.
·
Karya leksikografi tertua dalam sejarah
studi bahasa di Indonesia ialah daftar kata Cina-Melayu pada permulaan abad
ke-15, yang berisi 500 lema.
·
Daftar kata Italia-Melayu yang disusun
Pigafetta (1522) termasuk karya leksikografi yang awal.
·
Kamus tertua dalam sejarah bahasa
Indonesia adalah Spraeck ende wordbook,
Inde Malaysche ende Madagaskarsche Talen met vele Arabische ende Turksche
Woorden (1603) karangan Frederick de Houtman, dan Vocabularium ofte Woordboek near order vanden Alphabet in’t Duytsch
Maleysch ende Maleysche-Duytsch (1623) karangan Casper Wiltens dan
Sebastian Danckaerts.
·
Kamus-kamus Melayu itu lebih tua
daripada Lexicon Javanum (1841),
anonim, yang naskahnya tersimpan di perpustakaan Vatikan, yang dianggap sebagai
kamus Jawa tertua, yakni Nederduitsch-Maleisch
en Soendasch Woordenboek (1841) oleh A. de Wilde.
·
Daftar kata dan kamus pelopor yang
multibahasa atau dwibahasa itu kemudian diikuti oleh pelbagai daftar kata dan
kamus lain yang beraneka formatnya.
·
Minat pada bahasa dan perkamusan pada
zaman kolonial itu terbatas pada orang asing saja. Kamus yang disusun pun pada
umumnya kamus bahasa asing-bahasa di Indonesia atau bahasa di Indonesia-asing.
Yang dimaksud bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Jawa, Sunda, Melayu, Bali,
Makasar, dan lain sebagainya.
·
Kamus Melayu-Jawa yang berjudul Baoesastra Melajoe-Djawa (1916) karangan
R. Sasrasoeganda, sebagai kamus dwibahasa pertama yang disusun oleh putra
Indonesia.
·
Kamus ekabahasa yang disusun oleh putra
Indonesia adalah Kitab Pengetahuan Bahasa,
yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama oleh
Raja Ali Haji dari kepulauan Riau.
·
Dipandang dari teknik leksikografi,
Kitab Pengetahuan Bahasa itu tidak dapat disebut kamus murni, tetapi boleh
dianggap sebagai kamus ensiklopedis untuk pelajar.
·
Baoesastra
Djawa (1930) karangan W.J.S. Poerwadarminta, C.S.
Hardjasoedarma, dan J.C. Poedjasoedira dapat dianggap sebagai pelopor
perkamusan ekabahasa bahasa Jawa.
Kamus Bahasa Asing-Bahasa Indonesia
Perkamusan di Sumatra
·
Penjelajah pertama yang berperan dalam
bidang linguistik di Sumatra adalah William Marsden.
·
Kamus Melayu (1812), setebal 589
halaman, yang berjudul A Dictionary of
the Malayan Language (disusun dalam dua bagian: Melayu-Inggris dan
Inggris-Melayu) dan Tata Bahasa Melayu (1812) yang berjudul A Grammar of the Malayan with an
Introduction and Praxis, setebal 227 halaman, telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Belanda dan Prancis serta telah digunakan para sarjana pada masa itu
untuk kepentingan penulisan karya mereka.
Kamus Bahasa Aceh
·
Kamus Van Langen yang berjudul Woordenboek der Atjehsche taal (1889)
dan Tata Bahasa yang berjudul Handleiding
voor de beoefening der Atjehsche taal (1889), kamus-kamus ini ditulis
dengan ejaan Arab arkais dan kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje, ahli
fonologi dan ortografi, dengan ejaan Romawi dan sampai penerbitan berikutnya
masih digunakan dengan beberapa modifikasi.
·
Selain dua kamus tersebut ada kamus lain
yang terbit, yaitu Kamus Aceh Ringkas Atjehsch
Handwoordenboek (1931) oleh Kreemer dan glosarium Belanda-Aceh, Nederlandsch-Atjehsche Woordenlijst
(1906) oleh Veltman, buku panduan percakapan Aceh (1903) oleh Westenenk, daftar
kata dan buku saku untuk keperluan militer Malay, Achinese, French and English
Vocabulary (1882) yang disusun oleh Bikkers, dan Maleisch-Hollandsch-Atjehsche Woordenlijst (1880) oleh Arriens.
Kamus Bahasa Gayo
·
Penelitian bahasa Gayo dirintis oleh
Snouck Hurgronje.
·
Banyak ditemukan materi tata bahasa dan
leksikografi.
·
Materi-materi itu dikembangkan di
Jakarta oleh Hazeu dengan bantuan dua orang Gayo, Njaq Poeteh dan Aman Ratoes.
·
Hasilnya ialah Kamus Gayo-Belanda Gajosch-Nederlandsch Woordenboek met
Nederlandsch-Gajosch Reister (1907).
Kamus Bahasa Batak
·
Studi bahasa Batak dimulai oleh H.N. van
deer Tuuk.
·
Penggarapan kamus dan tata bahasa dengan
bahasa Batak Toba, kemudian Batak Dairi, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
·
Dalam kamus Batak-Belanda Rataksch-Nederduitsch Woordenboek
(1861), kata-kata bahasa Batak disusun menurut urutan fonetis abjad Sanskerta.
·
J. Warneck menulis kamus Batak
Toba-Jerman, Tobabataksch-Deutsch
Worterbuch (1906).
·
Kontribusi yang paling penting terhadap
leksikografi Batak dibuat oleh M. Joustra dalam karyanya kamus bahasa Batak
Karo-Belanda, Batak Karo-Nederlandsch
Woordenboek (1907), ditulis dengan abjad Romawi, dan J.H. Neuman merevisi
kamus itu pada tahun 1951.
·
Setelah itu bermunculan kamus Batak yang
lain, seperti Simalooengoen Bataks verklarend
woordenboek (1936) yang disusun oleh J. Wismar Saragih.
·
Karya di bidang leksikografi bahasa
Batak Mandailing dihasilkan oleh C.A. van Ophuijsen, dan Eggink yang menyusun
kamus Batak Ankola-Belanda Ankolaen
Mandailing-Bataksch-Nederlandsch Woordenboek (1936).
Kamus Bahasa Melayu dan Minangkabau
·
Van der Toorn menyusun kamus Minangkabau
Minangkabausch-Maleisch-Nederlandsch
Woorenboek (1891) yang menggunakan tulisan Arab dan Romawi, dan
penyusunannya berdasarkan abjad Melayu-Arab.
·
Kamus Minangkabau-Melayu Riau (1935)
diterbitkan untuk pengenalan bahasa Minagkabau di sekolah, yang disusun oleh M.
Thaib gl. St. Pamoentjak.
Kamus Bahasa Rejang
·
Ada tiga sumber tertulis mengenai bahasa
Rejang: glosarium yang disusun oleh Hasselt tahun 1881, daftar kata Maleisch-Redjangsch woordenlijst (1926)
oleh Wink.
Kamus Bahasa Nias
·
Kamus terbaik adalah Jerman-Nias Deutsch-Niassisches Worterbuch (1892)
dan Nias-Jerman Niassisch-Deutsches
Worterbuch (1905) yang disusun oleh Sundermann dan Frickenschmidt yang
terbit pada tahun 1892 dan 1905.
·
Kamus Nias-Melayu-Belanda, Niasch-Maleisch- Nederlansch Woordenboek
(1887) yang disusun Thomas dan Teylor Weber.
Perkamusan di Jawa
Kamus Bahasa Madura
·
Tahun 1898, Kiliaan menyusun kamus
Belanda-Madura, Nederlandsch-Madoereesch
Woordenboek, kemudian dengan beberapa penambahan dan perbaikan, dia
menerbitkan kamus Madura-Belanda, Madoereesch-Nederlandsch
Woordenboek, dalam dua bagian pada tahun 1904 dan 1905.
·
Setelah Kiliaan, Penniga dan Hendriks
menulis Kamus Madura-Belanda, Practisch
Madurees-Nederlands Woordenboek (1913) dan dicetak kembali pada tahun 1937.
Kamus ini menggunakan ejaan Melayu.
·
Pada tahun 1943, Balai Pustaka menerbitkan
kamus dasar Jepang-Melayu-Jawa-Sunda-Madura.
Kamus Bahasa Sunda
·
Studi bahasa Sunda dimulai dengan
penerbitan kamus yang disusun oleh Jonathan Rigg, seorang tuan tanah Inggris
yang tinggal di Djasinga, pada tahun 1862.
·
Kamus tersebut tidak memenuhi
kualifikasi masyarakat pada saat itu.
·
H.J. Oosting pada tahun 1879 ditugasi
oleh pemerintah untuk membuat buku panduan studi dan pengajaran bahasa Sunda,
telah berhasil menerbitkan kamus bahasa Sunda, disusul suplemen yang terdiri
atas 200 halaman pada tahun 1882.
·
Pada tahun 1887, Oosting menerbitkan
kamus bahasa Belanda-Sunda.
·
Geerdink dan Coolsma melanjutkan
perkamusan bahasa Sunda. Geerdink pertama kali menerbitkan kamus besar terdiri
atas 400 halaman, dan Coolsma yang didukung oleh van der Tuuk, pada tahun 1884.
·
Lazer membuat senarai kata bahasa
Belanda-Sunda tahun 1923 dan bahasa Sunda-Belanda tahun 1931 yang member
tambahan berharga untuk kamus susunan Coolsma yang dicetak ulang pada tahun
1930.
·
Setelah perang dunia II, seorang
Indonesia yang merupakan staf dari Penerbit Balai Pustaka, yaitu Satjadibrata
menyusun kamus bahasa Sunda-Indonesia pada tahun 1944.
Kamus Bahasa Jawa
·
Kamus bahasa Jawa tertua adalah Lexicon Javanum (1706), naskahnya
tersimpan di Vatikan, Roma dan pengarangnya tidak diketahui.
·
Ada juga kamus yang disusun oleh Roorda
van Eysinga pada tahun 1847.
·
Van der Tuuk menerbitkan Kamus Kawi Jawa yang dibuat oleh Winter.
·
Karya monumental Van der Tuuk, Kamus Kawi-Bali-Belanda diterbitkan di
Brandes dan Rinkes tahun 1912.
·
Jansz menghasilkan kamus-kamus untuk
keperluan praktis. Pada tahun 1876, ia mengeluarkan kamus praktis Jawa-Belanda,
dengan tulisan latin.
·
Kemudian edisi yang kedua ditulis oleh
anaknya dengan tulisan Romawi pada tahun 1932.
·
Jansz dengan bantuan H.C. Klinkert pada tahun
1861 menerbitkan kamus bahasa Belanda-Jawa.
·
Pada tahun 1898, Grashuis membuat kamus
bahasa Belanda-Jawa yang lebih kecil.
·
Pigeaud menerbitkan kamus Jawa-Belanda
dan Belanda-Jawa pada tahun 1938 di Belanda.
Kamus
Berbahasa Indonesia
·
Sebagai salah satu hasil proyek Lembaga
Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan Universitas Indoesia, pada tahun 1952 terbit
Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwadarminta.
·
Kamus ini merupakan tonggak sejarah
dalam pertumbukan leksikografi Indonesia.
·
Sifat kamus ini adalah sederhana dan
praktis.
·
Kamus ini merupakan kamus deskriptif
yang pemuatan lema ataupun penjelasan maknanya dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
·
Sebelum tahun 1976 kamus ini sudah
mengalami cetakan ke-4 dan pada tahun itu pula terbit cetakan ke-5 setelah
diperbaharui jumlah lemanya oleh Bidang Perkamusan dan Peristilahan, Pusat
Bahasa.
·
Pada tahun 1974 Pusat Bahasa mengadakan
penataran leksikografi dan berhasil menyusun Kamus Bahasa Indonesia yang
disusun oleh Sri Sukesi Adiwimarta, kamus ini terbit tahun 1983.
·
Bertepatan dengan Kongres Bahasa
Indonesia V pada tanggal 28 Oktober 1988 di Jakarta terbitlah Kamus Besar
Bahasa Indonesia sebagai hasil karya suatu tim yang dipimpin oleh Kepala Pusat
Bahasa, Anton M. Moeliono dengan pemimpin reaksi Sri Sukesi Adiwimarta dan Adi
Sunaryo.
·
Kamus tersebut mendapat sambutan baik
namun juga mendapat kecaman yang cukup mendasar.
·
Pusat Bahasa menampung semua reaksi
tersebut dan memutuskan untuk segera menerbitkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Kedua yang disusun oleh tim perkamusan Pusat Bahasa di bawah pimpinan
Kepala Pusat Bahasa, Lukman Ali dengan pemimpin redaksi Harimurti Kridalaksana
bersama sekelompok anggota redaksi tim.
·
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua
sudah mengalami pertambahan lema yang cukup banyak.
·
Selama kurun waktu yang cukup lama,
kosakata bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Untuk
mendokumentasikan kosakata itu terbitlah KBBI Edisi Ketiga dengan memuat
sekitar 78.000 lema.
·
Setelah KBBI Edisi Ketiga dan beredar
selama tujuh tahun (2001-2008), bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat pesat dan untuk mengabadikan kosakata itu maka diterbitkanlah KBBI Edisi
Keempat dengan penambahan nama lembaga pada judul kamus menjadi Kamus Besar
Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa Edisi Keempat.
·
KBBI Edisi ketiga berbeda dengan KBBI
Edisi Keempat, perbedaannya yaitu:
ü Penambahan
lema dan sublema; semula jumlah lema sekitar 78.000, kini bertambah menjadi
sekitar 90.000 lema.
ü Perbaikan
menyangkut ketaatasasan definisi, penjelasan lema, dan penggalan kata.
ü Perbaikan
juga menyangkut informasi teknis, seperti label bidang ilmu, label bahasa
daerah, dan informasi yang lain.
ü Sistematika
penyususnan sublema tidak lagi berdasarkan abjad, tetapi berdasarkan paradigm,
misalnya lema tinju pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, sublema
bertinju diletakkan setelah lema pokok tinju karena mendapat awalan ber- yang
berabjad pada urutan teratas, kemudian diikuti sublema meninju-tinju-meninju,
pertinjuan, petinju, dan peninju. Namun dengan penyusunan sublema berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa Edisi Keempat ini urutan sublemanya
menjadi meninju, peninju, peninjuan, tinjuan, bertinju, dan petinju.
PETUNJUK
PEMAKAIAN KAMUS
Dalam
bahasa Indonesia terdapat varian-varian, yaitu varian-varian menurut pemakai
yang disebut dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut ragam bahasa.
Berdasarkan
pemakai bahasa, dibedakan varian berikut.
1. Dialek
regional, yaitu varian bahasa yang dipakai di daerah tertentu.
2. Dialek
sosial, yaitu dialek yang dipakai oleh kelompok tertentu atau yang menandai
strata sosial tertentu, misalnya dialek remaja.
3. Dialek
temporal, yaitu dialek yang dipakai pada kurun waktu tertentu, misalnya dialek
Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4. Idiolek,
yaitu keseluruhan cirri bahasa seseorang. Sekalipun berbahasa Indonesia, kita
masing-masing mempunyai cirri-ciri khas pribadi dalam lafal, tata bahasa, atau
pilihan dan kekayaan kata.
Varian
bahasa berdasarkan pemakaian bahasa disebut ragam bahasa. Jumlahnya dalam
bahasa Indonesia tidak terbatas. Oleh karena itu, ragam bahasa dibagi atas
dasar pokok pembicaraan, media pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
Ragam
bahasa menurut pokok pembicaraan dibedakan, antara lain, atas:
a. Ragam
bahasa undang-undang,
b. Ragam
bahasa jurnalistik,
c. Ragam
bahasa ilmiah, dan
d. Ragam
bahsa sastra.
Ragam
bahasa menurut media pembicaraan dibedakan atas:
a. Ragam
lisan: ragam bahasa cakapan, ragam bahsa pidato, ragam bahsa kuliah, dan ragam
bahasa panggung;
b. Ragam
tulis, antara lain: ragam bahas teknis, ragam bahasa undang-undang, ragam bahsa
catatan, dan ragam bahsa surat.
Ragam
bahasa menurut hunungan antarpembicara dibedakan berdasarkan akrab tidaknya pembicara.
Jadi, ada ragam bahasa resmi, ragam bahasa akrab, ragam bahasa agak resmi,
ragam bahasa santai, dan sebagainya.
INFORMASI
DALAM KAMUS
Keanekaragaman
bahasa sebagai kekayaan bangsa Indonesia itu tercermin dalam kamus, dan
disajikan dalam bentuk lema. Setiap lema mempunyai kerangka informasi sebagai
berikut.
1. Lema,
yang berupa kata dasar, kata berimbuan, kata ulang, kata majemuk, frasa,
akronim menjadi judul tiap lema, dan itulah yang dijelaskan dalam batang tubuh
kamus.
2. Semua
lema disusun secara alfabetis.
3. Tiap-tiap
lema ditulis dengan pemenggalan berdasarkan pedoman terperinci yang termuat
dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan bagian pemenggalan
kata.
Contoh:
An.dal
Meng.an.dal.kan
Ter.an.dal
An.da.lan
Ke.an.da.lan
Pada edisi keempat ini
digunakan beberapa ketentuan khusus mengenai penggalan, antara lain, yang
tertera di bawah ini.
a. Suku
kata yang berupa satu huruf vokal yang terdapat pada awal atau akhir lema
pokok. Contoh: amil bukan a.mil, ela.bo.ra.si bukan e.la.bo.ra.si,
via bukan vi.a.
b. Akhiran
–i, seperti pada mencabuti, mendarati, mengobati tidak dipenggal dan
penulisannya adalah sebagai berikut. Contoh: men.ca.buti bukan men.ca.but.i,
men.da.rati bukan men.da.rat.i, meng.o.bati bukan meng.o.bat.i.
Hal ini dilakukan agar tidak terdapat satu huruf di awal atau di akhir baris.
Akan tetapi, hal itu tidak berlaku pada sublema yang berawalan atau berakhiran,
seperti pada mengarahkan, peredaran. Contoh: meng.a.rah.kan, per.e.dar.an.
c. Kata-kata
yang mengandung satu huruf vokal di tengah, seperti plagiator dan puisi.
Pemenggalannya: pla.gi.a.tor dan pu.i.si.
d. Akhiran
yang berasal dari bahasa asing, khususnya –isme
yang unsurnya berupa kata mandiri, diperlakukan sebagai akhiran, dan pemenggalannya
ko.lo.ni.al.is.me dan se.ku.lar.is.me. Akan tetapi –isme tidak diperlakukan sebagai
akhiran apabila unsurnya tidak berupa kata mandiri. Pemenggalannya: anar.kis.me, fa.sis.me, nu.dis.me.
e. Pemenggalan
kata-kata tertentu yang berasal dari bahasa Arab yang mengandung ain atau
hamzah yang didahului konsonsn, seperti Alquran,bidah dipenggal seperti lafal
aslinya. Contoh: Al.qur.an, bid.ah.
4. Sesuai
dengan konteks dan keperluannya, setiap lema diberi label berikut.
a. Label
ragam bahasa:
ark arkais, untuk menandai kata yang
berlabel itu tidak lazim;
cak ragam cakapan, untuk menandai kata
yang berlabel itu digunakan dalam
rangka tak baku;
hor ragam hormat, untuk menandai kata
yang berlabel itu digunakan dalam
ragam resmi;
kas kasar, untuk menandai kata yang
berlabel itu digunakan dalam ragam yang
tidak sopan;
kl klasik, untuk menandai kata yang
berlabel itu digunakan dalam kesastraan
Melayu Klasik.
b. Label
kelas kata
a adjektiva, yaitu kata yang
menjelaskan nomina atau pronominal;
adv adverbial, kata yang menjelaskan
verba, adjektiva, adverbial lain, atau
kalimat;
n nomina, yaitu kata benda;
num numeralia, kata bilangan;
p partikel, kelas kata yang
meliputi kata depan, kata sambung, kata seru,
kata sandang, ucapan salam;
pron pronominal, kelas kata yang meliputi
kata ganti, kata tunjuk, dan kata
tanya;
v verba, kata kerja.
c. Label
penggunaan bahasa yang menunjukkan dalam bahasa apa atau dialek Melayu mana
kata yang bersangkutan digunakan.
1) Dialek
Melayu
Dialek Melayu jumlahnya
sangat banyak, lema yang khas dialek-dialek itu diberi label sesuai dengan
daerah asal dialek Melayu tersebut, seperti:
Jk Melayu Jakarta
Klm Melayu Kalimantan
Md Melayu Medan
2) Bahasa
Daerah
Abr Abrab
Ach Aceh
Bt Batak
Dy Dayak
3) Bahasa
Asing
Singkatan label bahasa
asing selain digunakan di dalam entri pada batang tubuh, juga digunakan dalam
lampiran ungkapan asing.
Bld Belanda
Lt Latin
Rs Rusia
Jm Jerman
d. Label
bidang kehidupan dan bidang ilmu menunjukkan dalam bidang apa kata yang
bersangkutan digunakan.
Adm administrasi dan kepegawaian
Ark arkeologi
Fis fisika
Zool zoology
Tas tasawuf
5. Petunjuk
pelafalan /é/ digunakan untuk
membedakannya dari pelafalan /e/.
Contoh: de.ka.de /dékade/
6. Penjelasan
makna dinyatakan melalui batasan makna, uraian penggunaan, atau padanan kata.
Apabila sebuah lema mempunyai lebih dari satu makna, perbedaan makna itu
ditandai dengan nomor polisem dengan menggunakan angka Arab.
Contoh:
1lan.tai
n 1 bagian bawah…; 2 tingkatan pd gedung bertingkat…; 3 geladak perahu
7. Contoh
penggunaan yang disertakan sesudah penjelasan makna dimaksudkan untuk
memperjelas makna lema.
Contoh:
da.tang 1 v tiba di
tempat yang dituju: ia – pukul 08.00 pagi;
2 v berasal: mereka – dr desa; dr mana –nya cinta, dr mata turun ke hati
Adakalanya peribahasa digunakan sebagai contoh
penggunaan sebuah lema. Makna peribahasa selalu disertakan.
Contoh:
Le.bah…
Spt --, mulut membawa madu, pantat membawa
sengat, pb orang yg menis tutur katanya, tetapi
berbahaya (jahat)
8. Derivasi
dan gabungan kata.
Contoh:
jad.wal…
-acara…
men.jad.wal.kan…
pen.jad.wal.an…
ter.jad.wal…
ber.jad.wal…
PENYAJIAN LEMA
1. Kata
Dasar
Kata dasar menjadika
dasar segala bentukan kata diperlakukan sebagai lema atau entri, sednagkan
bentuk-bentuk derivasinya diperlakukan sebagai sublema atau subentri. Misalnya
kata pukul adalah kata dasar dan kata memukul, pukul-memukul, memukuli,
memukulkan, adalah bentuk derivasinya.
Cara penyusunannya:
1pu.kul
v ketuk (dng sesuatu yg keras atau berat, dipakai juga dl arti kiasan): kena -- , kena ketuk
(diketuk); 2 n ki
kena rugi (marah, tipu, dsb): salah -- , salah memukul (mengetuk)…
Me.mu.kul
v 1
mengenakan suatu benda yg keras atau berat dng kekuatan (untuk mengetuk,
memalu, meninju, menokok, menempa, dsb): tiba-tiba ia ~ lenganku; ~ beduk (tabuh, gendang,
genderang, tambur, dsb); … 2 ki menyerang; menempuh; mengalahkan; ~ musuh; ~ mundur menyerang
hingga musuh mundur; …
Pu.kul-me.mu.kul
v saling,
memukul, baku pukul: kedua
anak itu bertengkar sambil ~;
Me.mu.kuli
v memukul
berkali-kali; menghajar;
Me.mu.kul.kan
v 1
memukul dng: ia ~ kayu
itu sampai hancur; 2 memukul untuk orang lain; 3
memperbanyakkan; mengalikan: ~ 25 dng 4;
2. Peribahasa
Peribahasa diperlakukan secara khusus,
dicetak miring, dan ditempatkan setelah penjelasan pada lema atau sublema yang
terkandung dalam peribahasa tersebut dan diberi label pb. Jika terdapat lebih dari satu peribahasa, peribahasa itu
disusun menurut abjad dengan berpegang teguh pada huruf awal pada kata pertama
peribahasa itu.
Contoh:
Be.li.ung n perkakas tukang kayu, rupanya spt kapak dng
mata melintang (tidak searah dng tangkainya);bagai -- dng asahan, pb
sangat karib (tidak pernah bercerai); bersua -- dng sangkal, pb sesuai
benar (krn sepaham dan setujuan); bertemu -- dng ruyung, pb sama-sama
kuat (tt permusuhan)
Be.ruk n kera besar yg berekor pendek dan kecil, dapat diajar memetik
buah kelapa; Macacus nemestrinus;bagai -- kena ipuh, pb
menggeliat-geliat krn kesakitan dsb; berhakim kpd -- , pb minta keadilan
(pertimbangan) kpd orang yg rakus; dilengah (dimabuk) -- berayun, pb
merasa senang (asyik) akan sesuatu yg tidak ada gunanya
3.
Gabungan
Kata
a.
Gabungan
kata atau kelompok kata yang merupakan frasa--- idiomatic atau tidak, berafiks
atau tidak--- yang tidak berderivasi tidak diperlakukan sebagai lema, tetapi
diperlakukan sebagai sublema. Letaknya langsung di bawah lema atau sublema yang
berkaitan. Untuk memudahkan pemakai kamus, patokan yang dipakai adalah bentuk
kata pertama dengan memperhatikan makna intinya. Unsure pertama gabungan kata
itu dicetak dengan tanda hubung ganda (--) apabila berupa kata dasar dan
dicetak dengan tilde (~) apabila berupa kata berafiks. Kedua-duanya dicetak tebal.
Contoh:
Ang.kat 1 v naikkan; tinggikan: -- tangan; 2
v ambil; bawa: sudahlah jangan
malu-malu, -- saja; 3
a yg diambil: anak --;
-- berat Olr
olahraga yg mempertandingkan adu tenaga atau kekuatan dl mengangkat beban
(besi); -- besi Olr olahraga dng mengangkat halter (besi); --
bicara ki mulai bicara (berpidato dsb); -- kaki ki 1
pergi (meninggalkan tempat); 2 melarikan diri; kabur; -- tangan 1
mengangkat kedua belah tangan ke atas spt ketika orang mulai salat; 2 cak
mengacungkan tangan ke atas tanda menunjukkan diri: coba siapa yg dapat
mengerjakan, -- tangan; 3 cak ki menyerah (tidak akan melawan
lagi); takluk; 4 cak ki tidak sanggup menghadapi; putus asa: ia
sudah -- tangan kalau disuruh menghadapi orang itu; -- topi ki
menaruh hormat; kagum;
Meng.ang.kat v…;
Meng.ang.kat-ang.kat v
ki memuji-muji; menyanjung-nyanjung: ia selalu ~ menantunya itu;
Meng.ang.kati v
berulang kali mengangkat: kerjanya ~ batu kali;
Meng.ang.kat.kan v
1 mengangkat untuk orang lain: ia ~ kopor saya; 2
mengangkat: ia pun ~ tangannya sambil mengucapkan doa;
Ter.ang.kat 1
v sudah diangkat; 2 v dapat diangkat; 3 n kl
usungan atau kereta pembawa jenazah: ~ raja diraja;~ kening lebih
kurang pukul 07.30—08.00;
b.
Gabungan
kata yang berderivasi – baik idiomatic ataupun tidak – seperti campur aduk (mencampuradukkan, pencampuradukan, bercampur aduk, kecampuradukan)
diperlakukan sebagai lema dan diikuti bentuk-bentuk derivasinya sebagai
sublema.
Contoh:
cam.pur a.duk v …;
men.cam.pur.a.duk.kan
v …;
pen.cam.pur.a.duk.kan
n …;
ber.cam.pur
a.duk v …;
ke.cam.pur.a.duk.an
n …
4.
Kata
Ulang dan Bentuk Ulang
Perlakuan terhadap kata ulang dan bentuk ulang adalah sebagai berikut.
a.
Kata
ulang yang menunjukkan makna jamak (yang menyangkut benda), seperti meja-meja,
ilmu-ilmu, tidak dimuat sebagai lema.
b.
Kata
ulang berubah bunyi, seperti bolak-balik, pontang-panting diperlakukan sebagai
lema pokok dan berdefinisi.
c.
Kata
ulang yang menunjukkan jamak dalam hal proses, seperti melihat-lihat, tolong-menolong diperlakukan sebagai sublema dan
diletakkan langsung sesudah bentuk kata yang berawalan meng- dan ber-.
Contoh:
Melihat-lihat diletakkan sesudah melihat
Tolong-menolong diletakkan sesudah menolong
d.
Bentuk
ulang yang seolah-olah merupakan kata ulang, seperti kupu-kupu, kunang-kunang diperlakukan sebagai lema pokok.
e.
Bentuk
ulang dwipurwa, seperti dedaunan, sesepuh,
diperlakukan sebagai lema pokok dan penulisannya sebagai berikut.
Contoh:
dedaunan lihat daun
sesepuh lihat
sepuh
5.
Kata
yang Berawalan se-
Kata
yang berawalan se- dengan makna
‘sama’, seperti seimbang, selaras, sesuai
dan setara diperlakukan sebagai lema
pokok dan cara penulisannya sebagai berikut.
Contoh:
seimbang
lihat 1imbang
selaras lihat 1laras
sesuai lihat suai
setara lihat 1tara
6.
Lema
atau sublema yang merupakan gabungan kata yang deskripsi maknanya terdapat pada
lema lain digunakan kata lihat.
Contoh:
kain
kasa lihat 1kasa
kayu
kayan lihat kayan
7.
Bentuk
Terikat
a.
Bentuk
terikat berupa afiksasi, seperti –an,
ber- (be-, bel-), -el- yang selalu diikuti oleh bentuk lain diperlakukan
sebagai lema dan cara penulisannya sebagai berikut.
1) –an
sufiks pembentuk nomina…
2) ber-
(be-, bel-) prefix pembentuk verba…
3) 1-el- infiks pembentuk nomina
4) 2-el- infiks pembentuk verba
b.
Bentuk
terikat seperti dwi-, panca-, swa-, dan
tuna- yang selalu diikuti oleh bentuk lain diperlakukan sebagai lema dan
penulisannya sebagai berikut.
Contoh:
dwibahasa
pancasila
swasembada
tunawicara
8.
Bentuk
yang berasal dari bahasa Inggris yang berakhiran –ing dan lazim digunakan, seperti assembling, voting ditempatkan dalam lampiran kata dan ungkapan
asing.
9.
Bentuk
ungkapan asing, seperti assalamu alaikum,
dimuat dalam lampiran kata dan ungkapan asing.
10. Rumus Kimia
Bentuk
rumus kimia ditempatkan di belakang uraian sesudah tanda titik koma.
Contoh:
en.drin
/éndrin/ n Kim 1 cairan yang biasa dipakai sbg racun pembuluh tikus; 2
hablur putih berbentuk
serbuk tidak melarut di dl air; C12H8OCL6
11. Istilah Latin
Istilah
latin yang dipakai di dalam deskripsi dicetak miring dengan diawali tanda koma
(,) jika berkedudukan sebagai keterangan penjelas dan diawali tanda titik koma
(;) jika berkedudukan sebagai sinonim.
Contoh:
cen·da·na n 1 pohon yg
kayunya keras dan berbau harum; Santalum album; 2 kayu
cendana; -- janggi cendana yg kayunya berwarna merah; Pterocarpus santalina; --
kering 1 cendana yg sudah tidak berbau harum lagi; 2 ki orang yg sudah tidak
berguna lagi; -- kuning cendana yg kayunya berwarna kuning, -- semut
Exocarpus latifolia
URUTAN SUSUNAN LEMA
Lema disusun
menurut abjad, baik secara horizontal ataupun secara vertical. Urutan lema
disusun sebagai berikut.
1. Lema pokok
2. Gabungan kata dari
bentuk dasar
Lema pokok yang berderivasi
diurutkan berdasarkan paradigm pembentukan kata sebagai berikut.
3. Kata ulang
a. Bentuk dasar
b. Dwipurwa
4. Meng-
Meng- …-i
Meng- …-kan
Menge- …-kan
5. Pe-; peng-
Pe- …-an, peng-
…-an
6. –an
7. Di-
8. Ter-
Ter- …-i
Ter- …-kan
Keter- …-an
9. Ber-
Ber- …-an
Ber- …-kan
Member- …-kan
Pember- …-an
Keber- …-an
10. Per-
Per- …-kan
Memper-
Memper- …-i
Memper- …-kan
Per- …-an
Teper- …-kan
11. Se-
Menye- …-i
Menye- …-kan
Penye-
Penye- …-an
Berse-
Berse- …-an
Per- …-an
Kese- …-an
Sepe-
Seper-
Seper- …-an
Se- …-nya
12. Ke-
Ke- …-an
Urutan di atas
merupakan urutan turunan berdasarkan paradigm pemebentukan kata.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Komentar
Posting Komentar