Skripsi Hikayat “Asal Kejadian Negeri Banjarmasin” Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Fungsi

1.    Judul Buku   : Skripsi Hikayat “Asal Kejadian Negeri Banjarmasin” Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Fungsi
Pengarang    : Joko Suyanto
Tahun                        : 2006

No

Deskripsi Naskah
1
Judul Naskah
Hikayat Asal Kejadian Negeri Banjarmasin (HAKNB)
2
Nomor Naskah
Nomor naskah HAKNB adalah MI 44. Nomor naskah tersebut tertulis pada Katalog Induk Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan nasional RI. Dalam Hikayat Banjar disebutkan naskah ini bernomor Bat. Gen. 44 dari W 191.
3
Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah HAKNB tersimpan di Perpustakaan Nasional RI, Jl Salemba Raya No. 28A, Jakarta Pusat.
4
Asal Naskah
Dalam teks tidak terdapat keterangan yang jelas mengenai asal naskah, namun dalam deskripsi singkat naskah disebutkan bahwa naskah ini belum terdaftar dalam Katalogus Naskah Melayu tahun 1972 dan Catalogus van Ronkel. Kode W pada W 191 berarti naskah ini berasal dari koleksi van de Wall.
5
Keadaan Naskah
Naskah dalam keadaan baik artinya, masih bisa dibaca dengan jelas dan utuh artinya, tidak terdapat lembaran naskah yang hilang dan rusak.
6
Ukuran Naskah
a.    Ukuran lembaran naskah: p x 1 : 31 x 19 cm
b.    Ukuran ruang teks: p x 1 : 24 x 12 cm
7
Tebal Naskah
Tebal naskah HAKNB adalah 51 halaman.
8
Jumlah Baris Tiap Halaman
Jumlah baris tiap halaman adalah 18 baris kecuali pada halaman 36 hanya terdiri dari 17 baris.
9
Huruf dan Tulisan
a.    Jenis tulisan: huruf Arab Melayu atau huruf Jawi.
b.    Ukuran huruf: berukuran sedang.
c.    Bentuk huruf: tegak.
d.    Keadaan tulisan: jelas dan mudah dibaca.
e.    Jarak antar huruf: termasuk agak longgar.
f.     Goresan pena: goresan pena sama rata.
g.    Warna tinta: semua berwarna hitam dari halaman pertama hingga halaman terakhir.
10
Cara Penulisan
a.    Pemakaian lembaran naskah
Pemakaian lembaran naskah untuk penulisan teks HAKNB dengan cara bolak-balik, artinya setiap sisi halaman pada setiap lembar naskah dipergunakan untuk menulis teks.
b.    Penempatan tulisan pada lembar naskah
Cara penulisan ditulis dari arah kanan ke kiri, ditulis sejajar dengan lebar lembar naskah.
c.    Pengaturan ruang tulisan
Ruang tulisan terbentuk secara bebas, tidak ada pembatas, misalnya garis yang mengatur ruang tulisan.
11
Bahan Naskah
Bahan naskah HAKNB adalah kertas.
12
Bahasa Naskah
Bahasa Melayu
13
Bentuk Teks
Berbentuk prosa
14
Umur Naskah
Umur naskah tidak dapat diketahui secara pasti karena di dalam teks tidak terdapat keterangan yang menyebutkan tentang waktu penulisan naskah.
15
Identitas Pengarang atau Penyalin
Identitas pengarang atau penyalin tidak diketahui secara pasti.

Metode Penyuntingan Naskah
Metode yang digunakan dalam penyuntingan naskah Hikayat Asal Kejadian Negeri Banjarmasin (HAKNB) adalah metode edisi standar. Metode edisi standar, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, sedangkan ejaan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.  Penulis skripsi Hikayat “Asal Kejadian Negeri Banjarmasin”: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Fungsi; Joko Suyanto menggunakan metode edisi standar karena berdasarkan studi katalog yang ia baca. Berdasarkan studi katalog, yaitu Katalog Koleksi Naskah Melayu, Suplemen Catalogus der Maleische en Minangkabauche Hanscriften, Catalogus van de Malaische en sundaneesche Hanscriften der Universiteites Bibliotheek disimpulkan bahwa naskah HAKNB adalah naskah tunggal. Namun, dalam penelitian Hikayat Banjar disebutkan bahwa naskah ini merupakan varian dari naskah Hikayat Banjar. Penyuntingan naskah HAKBN dalam skripsi Joko Suyanto ini diadakan pembagian kata, pembagian kalimat, digunakan huruf bear dan diberi komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Semua perubahan yang dilakukan dicatat di tempat khusus sehingga masih memungkinkan penafsiran lain pembaca.
Menurut Sudardi (2001:29), edisi standar ialah penyuntingan dengan disertai pembetulan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakkonsistenan serta ejaan yang digunakan ialah ejaan yang baku (standar). Kesalahan-kesalahan diberi komentar yang dicatat dalam aparat kritik. Edisi ini lebih enak dibaca karena pembaca akan banyak menemukan informasi tentang teks tersebut dari penyunting. Kelemahan edisi standar ialah tercemarinya teks oleh penafsiran- penafsiran penyunting. Metode standar (biasa) adalah metode yang biasa digunakan dalam penyuntingan teks naskah tunggal. Metode standar itu digunakan apabila isi naskah itu dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau sejarah, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa. Tujuan penggunaan metode standar ini adalah untuk memudahkan pembaca atau peneliti membaca dan memahami teks.

2.    Kritik Teks
Kata “kritik” berasal dari bahasa Yunani “krites” artinya “seorang hakim”. Krinein artinya “menghakimi”. Kriterion artinya “dasar penghakiman”. Kritik teks adalah memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti, dan menempatkan teks pada tempat yang tepat (Siti Baroroh Barried, 1994: 61).
Kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya atau constitution textus (Siti Baroroh Barried, 1994: 61).
Langkah-langkah kritik teks:
1)    Perbandingan teks
Teks banyak disalin, sehingga banyak teks. Teks yang frekuensinya penyalinan banyak, artinya disenangi. Untuk itu dilakukan perbandingan. Untuk mencari teks mendekati asli.
2)    Menemukan teks yang benar
Hasil perbandingan teks adalah ingin menemukan teks yang mendekati teks asli.
3)    Penyuntingan teks
Beberapa teks yang dianggap mendekati asli disunting untuk mendapatkan teks yang dianggap benar.
4)    Rekonstruksi teks
Teks yang telah dipugar dijadikan teks yang dianggap paling benar.
(Siti Baroroh Barried, 1994: 62-63)

Berdasarkan kegiatan kritiks teks yang dilakukan terhadap teks HAKNB, ditemikan bentuk-bentuk kesalahan salin tulis, seperti adanya adisi, lakuna, digtografi, substitusi, dan transposisi.
3.    Perbedaan Metode Naskah Tunggal dan Objektif
No
Bentuk Perbedaan
Metode Naskah Tunggal
Metode Objektif
1
Jumlah naskah
Jika naskah yang ditemukan hanya satu.
Jika terdapat beberapa naskah yang sama.
Apabila dari sejumlah naskah ada beberapa naskah yang selalu mempunyai kesalahan yang sama pada tempat yang sama pula, dapat disimpulkan bahwa naskah-naskah tersebut berasal dari satu sumber (yang hilang).
2
Pengertian dan cara konkret
Metode naskah tunggal dibagi atas:
Edisi Diplomatik: penyajian teks apa adanya. Wujud edisi diplomatik yang paling baik berupa fotokopi atau cetak foto. Dalam bentuk suntingan, edisi ini tidak berusaha membetulkan kesalahan- kesalahan, melainkan cukup memberikan aparat kritik atau catatan-catatan yang berisi dugaan peneliti bahwa bagian tertentu salah. Penyajian teks benar-benar dijaga keasliannya sehingga pembaca dapat menentukan teks dalam keadaan alamiah, tanpa campur tangan penyunting. Penyuntingan dilakukan hanya dengan cara mentransliterasi saja, jika ada kesalahan atau ada bacaan yang kurang jelas maka peneliti hanya berhak menandainya, tidak perlu diadakan perbaikan atau pembetulan, ini dilakukan untuk menjaga keaslian naskah. Tujuan dari metode ini hanyalah untuk menjaga keberadaan naskah dengan cara memperbanyak naskah melalui fotografis atau mikrofilm agar naskah tetap terjaga, tidak hilang, dan hanya untuk pendokumentasian.    

 Edisi Standar: menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan- kesalahan kecil dan ketidakajegan, sedangkan ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Diadakan pembagian kata, pembagian kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi, dan diberikan pula komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil perbandingan dengan naskah-naskah sejenis. Semua perubahan yang diadakan dicatat di tempat yang khusus agar selalu dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca.
Metode objektif adalah metode yang berusaha menyusun kekerabatan suatu naskah berdasarkan adanya kesalahan bersama. Naskah-naskah yang mempunyai kesalahan yang sama pada suatu tempat yang sama, maka diperkirakan bahwa naskah-naskah tersebut berasal dari induk yang sama. Dengan cara tersebut, maka tersusunlah suatu silsilah naskah (stema).
3
Jenis teks
Metode standar itu digunakan apabila isi naskah itu dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau sejarah, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa.
Metode objektif digunakan untuk melakukan kritik teks filologi terhadap teks naskah profan.
4
Tujuan
Tujuan penggunaan metode diplomatik ini adalah untuk mempertahankan kemurnian teks.
Tujuan penggunaan metode standar ini adalah untuk memudahkan pembaca atau peneliti membaca dan memahami teks. 

Tujuan metode objektif ini adalah kita dapat mengetahui hubungan kekerabatan anatara satu naskah dengan naskah yang lainnya (silsilah naskah). metode ini bertujuan mendekati teks asli melalui data-data naskah dengan memakai perbandingan teks. Penentuan kekerabatan naskah dapat dilihat dari jumlah perbedaan dan persamaan kesalahan yang terdapat dalam teks naskah tersebut. Semakin banyak perbedaan di antara naskah tersebut maka semakin jauh hubungan kekerabatannya, sedangkan apabila persamaannya lebih banyak maka naskah-naskah itu sekerabat bahkan mungkin berasal dari satu sumber.


4.    Langkah-Langkah Penelitian Filologi
Langkah-langkah dalam penelitian filologi dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 1. penentuan objek kajian;  2. pencatatan dan pengumpulan naskah (inventarisasi naskah); 3. mengadakan kritik teks; 4. rekontruksi teks dan penyuntingan (Baried, 1985:67-72 dalam Sudardi, 2001:22). 
Langkah penelitian tersebut kemudian dapat dirinci menjadi:
1)    Inventarisasi naskah
Inventarisasi naskah adalah langkah awal yang dilakukan oleh peneliti naskah setelah menetapkan naskah yang akan diteliti, sebelum menginventarisasi naskah terlebih dahulu menentukan judul naskah yang akan diteliti. Inventarisasi naskah ini tujuannya adalah untuk mencari dan mencatat semua naskah yang sama judul  atau isinya dengan naskah yang diteliti. Hal ini dilakukan melalui telaah daftar koleksi naskah yang dimiliki oleh masyarakat, museum, perpustakaan, dan tempat-tempat penyimpanan naskah lainnya. Inventarisasi ini penting untuk mengetahui dimana tempat penyimpanan naskah dan berapa jumlah naskah yang mungkin diikutsertakan dalam penelitian. Pencatatan dan pengumpulan naskah dilakukan setelah kita menentukan sebuah karya yang akan kita teliti. Pertama-tama kita mencatat semua naskah yang mengandung teks dari karya yang akan kita teliti. Pencatatan tersebut dapat dibantu oleh katalog naskah di perpustakaan dan museum yang ada di seluruh dunia. Dalam hal judul-judul teks yang belum tercantum dalam katalog, maka pencarian dapat dilakukan di tempat-tempat yang diduga menyimpan naskah- naskah tersebut.
2)    Deskripsi naskah
Deskripsi adalah tahap yang kegiatannya membuat deskripsi tiap-tiap naskah yang diteliti secara terperinci. Dalam hal ini, peneliti berupaya menghimpun berbagai informasi dan data yang berkenaan dengan naskah yang dijadikan sumber data penelitian. Adapun yang dideskripsikan yaitu menyangkut keadaan naskah, judul naskah, nomor naskah (apabila dari koleksi museum/perpustakaan), huruf atau tulisan, bahan, ukuran naskah, tebal naskah, tempat penyimpanan, asal naskah, jumlah baris perhalaman, cara penulisan, bahasa, bentuk teks, umur naskah, pengarang/penulis/penyalin, fungsi sosial, dan ikhtisar. Setelah naskah-naskah yang menjadi objek kajian didaftar, langkah selanjutnya ialah membuat deskripsi naskah yang lebih baik dan sesempurna mungkin. Deskripsi tersebut mencakup juga jangkauan yang lebih luas seperti deskripsi bahasa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat deskripsi ialah tentang kondisi fisik naskah, bahan, watermark (bila ada), uraian isi naskah, tulisan naskah, kolofon (bila ada), singkatan isi, serta gaya bahasa.
3)    Penentuan umur naskah
Penentuan umur naskah bisa dilakukan berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan. Penentuan tahun yang berupa tahun Hijriah harus dilaporkan dalam bentuk tahun Masehi dengan menggunakan perhitungan manual dengan menghitung umur tahun Hijriah dan konversinya dalam tahun Masehi. Secara umum penelusuran umur naskah biasa dilakukan berdasarkan hal-hal berikut:
a.    Umur naskah dapat dirunut dari dalam (interne evidentie) dan keterangan dari luar (externe evidentie).
b.    Perunutan dari dalam ditunjukkan dari adanya fenomena berikut ini.
c.    Kolofon, yaitu keterangan waktu awal dan akhir penulisan teks.
d.    Watermark (cap air), yaitu lambang pabrik pembuat kertas yang menunjukkan tahun pembuatan kertas. Naskah yang ditulis di atas kertas seperti ini menunjukkan setidak naskah ditulis setelah tahun pembuatan kertas.
e.    Perunutan dari luar ditunjukkan dari adanya fenomena berikut ini.
f.     Catatan di sampul luar , sampul keras depan, dan belakang naskah.
g.    Catatan asal mula naskah menjadi milik berbagai perpustakaan.
h.    Peristiwa-peristiwa sejarah yang disebut dalam teks menunjukkan bahwa teks ditulis setelah terjadinya peristiwa.
i.      Penyebutan teks pada teks lain yang telah memiliki angka tahun yangh jelas menunjukkan bahwa teks tersebut setidaknya penulisan paling akhir sebelum diterbitkannya teks yang telah menyebutkannya. 

4)    Pembacaan Teks dan Perbandingan Teks
Teks Perbandingan dalam seleksi naskah merupakan usaha untuk membandingakan naskah-naskah yang ditemukan pada tahap inventarisasi, untuk menentukan guna naskah-naskah tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah naskah yang sama judulnya atau isinya disusun dalam dua versi yang berbeda, sehingga perlu dikelompokkan terlebih dahulu.
Klasifikasi adalah kegiatan pengelompokkan naskah-naskah yang telah dikumpulkan dan diseleksi ke dalam kelompok naskah sumber data utama dan sumber data tambahan. Sumber data utama adalah naskah-naskah yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan yang menjadi bahan penelitian kritik teks dan edisi teks, sedangakan sumber data tambahan adalah sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara pada beberapa informan yang mengetahui keberadaan dan sejarah naskah-naskah lama, sumber data tambahan digunakan untuk menyusun identifikasi naskah dan fungsi sosial naskah.
Pembacaan dan perbandingan dilakukan terhadap teks yang memiliki lebih dari satu naskah (bukan naskah tunggal/codeks unicus). Perbandingan dilakukan untuk mencari ada tidaknya versi dan varian. Untuk mencari adanya ada tidaknya versi dilakukan perbandingan terhadap unsur-unsur intrinsik teks. Pencarian ada tidaknya varian (perbedaan kata dan kalimat) dilakukan terhadap teks yang seversi. Teks yang tidak seversi tidak perlu dicari variannnya. Hasil perbandingan teks setidaknya dapat merunut sejarah dan kekerabatan teks.  


5)    Transliterasi atau Transkripsi
Transliterasi (alih aksara) adalah penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain, lepas daripada lafal bunyi kata yang sebenarnya, sedangkan transkripsi (alih tulis) adalah pengubahan teks dari satu ejaan ke ejaan lain dengan tujuan menyarankan lafal bunyi unsure bahasa, baik bentuk bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Transliterasi artinya penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Istilah ini dipakai bersama-sama dengan istilah transkripsi dengan pengertian yang sama pada penggantian jenis tulisan naskah. Penggantian jenis tulisan pada prasasti umumnya memakai istilah transkripsi. Apabila istilah transkripsi dibedakan dari istilah transliterasi maka transkripsi diartikan sebagai salinan atau turunan tanpa mengganti macam tulisan (hurufnya tetap sama).
6)    Terjemahan
Salah satu cara untuk menerbitkan naskah ialah melalui terjemahan teks. Dan menerjemahkan teks itu dikategorikan sebagai pekerjaan seni, masing- masing mempunyai dasar dan kaidah yang harus diikuti. Penerjemah yang baik apabila orang tersebut mampu melihat alam sekitarnya dan menuangkannya ke dalam kalimat- kalimat yang tepat, dan indah. Terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mampu melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks yang diterjemahkan ke dalam kalimat yang indah dan mampu mengekspresikan substansi teks sebagaimana bahasa aslinya.
7)    Menentukan Metode Penyuntingan Naskah/ Kritik Teks
Metode Kritik teks adalah sebuah metode menafsirkan naskah dengan memperhatikan bagian-bagian suatu teks secara mendalam. Metode kritik teks, yang masih dibagi lagi ke dalam beberapa metode yakni metode intuitif, obyektif, gabungan, landasan, dan metode edisi naskah tunggal.
a)    Metode Intuitif
Metode intuitif seringkali disamakan dengan metode subyektif yakni dengan cara mengambil naskah yang dianggap paling tua dikarenakan oleh tradisi teks yang beragam. Metode ini digunakan pada zaman humanisme, dimana orang-orang ingin meneliti karya klasik Romawi dan Yunani. Pada metode ini, orang-orang bekerja secara intuitif, yakni dengan mencari naskah-naskah di tempat-tempat yang paling tua, kemudian di tempat-tempat yang dianggap tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki dengan memakai akal sehat,selera baik, dan pengetahuan luas.
b)    Metode Objektif
Metode objektif adalah penelitian sistematis mengenai perkerabatan naskah-naskah. Metode ini dikembangkan pada tahun 1830-an oleh filolog asal Jerman bernama Lachmann. Menurut metode ini, apabila dari sejumlah naskah ada beberapa naskah yang memiliki kesalahan yang sama pada tempat yang sama pula, maka dianggap berasal dari satu sumber (yang hilang). Dari kesalahan-kesalahan yang sama terseut, dapat dibentuk silsilah naskah, dan setelah terbentuk silsilah naskah tersebut barulah dilakukan kritik teks yang sebenarnya. Metode objektif yang sampai pada tahap penyusunan silsilah disebut sebagai metode stema.
c)    Metode Gabungan
Metode gabungan digunakan apabila penafsiran terhadap suatu teks di kalangan beberapa filolog hampir sama atau adanya perbedaan tafsiran yang tipis. Pada umumnya, yang dipilih adalah bacaan mayoritas dengan mempertimbangkan bahwa banyaknya jumlah naskah itu merupakan sebuah saksi bacaan yang betul. Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai dapat berupa adanya kesesuaian norma tata bahasa, jenis sastra, keutuhan cerita, faktor-faktor literer lain, dan latar belakang pada umumnya. Hasil teks yang disunting melalui metode ini merupakan teks baru yang merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada.
d)    Metode Landasan (Metode Induk)
Di dalam metode landasan ini, peneliti memilih salah satu naskah yang dianggap paling unggul kualitasnya, baik dari segi bahasa, kesusastraan, sejarah, dan lain sebagainya. Melalui metode ini, naskah yang dianggap paling baik itulah yang dijadikan landasan atau induk teks. Metode ini juga digunakan oleh SWR. Mulyadi dalam menyusun edisi teks Hikayat Indraputra.
e)    Metode Edisi Naskah Tunggal (Codex Unicus)
Metode ini digunakan apabila terdapat satu-satunya teks yang dapat diteliti (codex unicus). Dalam meneliti naskah tunggal, ada dua cara yang dapat ditempuh, yakni metode diplomatik dan metode edisi kritis atau edisi biasa.
Dalam metode diplomatik, teks diterbitkan tanpa adanya perubahan. Teks direproduksi dengan teknologi facsimile, microfilm, dan lain-lain. Metode ini dianggap paling murni karena editor tidak ikut campur di dalamnya namun metode ini juga kurang membantu pembaca karena teks tidak mengalami perubahan.
Dalam metode metode edisi kritis atau edisi biasa atau edisi standar, teks diperbaiki dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan dan ketidakajegan. Ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, seperti diadakan pengelompokan kata, pembagian kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi, dan diberikan komentar-komentar mengenai kesalahan teks. Pembetulan teks yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang baik sebagai hasil perbandingan dengan naskah-naskah sejenis atau sezaman.
8)    Penyuntingan
Setelah ditentukan metode penyuntingan naskah maka dapat dimulai kegiatan penyuntingan naskah.
5.    Watermark
Secara harafiah tentu watermarks diartikan sebagai cap air. Water adalah air dan mark adalah tanda atau cap. Namun, secara umum akan diartikan sebagai cap kertas atau cap air. Cap ini tidak timbul melainkan transparan pada selembar kertas.
Cap kertas atau cap air dapat dilihat dengan menerawangkan kertas pada cahaya. Ini serupa dengan uang kertas. Sama halnya dengan kertas pada naskah yang mengandung gambar yang hanya bisa diketahui ketika berada di tempat terang. Naskah tidak dapat dijungkirbalik sesuka kita. Ini mengingat usianya yang tak lagi muda (ada naskah berusia lebih dari 200 tahun, misalnya,) sehingga kertasnya pun rawan rusak.
Fungsi cap kertas/ cap air/ watermark adalah memberikan informasi kapan kertas itu diproduksi. Setiap negara Eropa zaman dulu memang memiliki simbol tertentu untuk menggambarkan masa pembuatan kertas. Dari cap kertas ini kita dapat memperkirakan usia naskah itu. Karena kita berada di Nusantara dan mengimpor kertas dari Barat tentu tidak serta-merta sesuai antara masa pembuatan kertas dengan usia naskah. Cara penghitungannya adalah dengan menambahkan tiga tahun dari pembuatan kertas tersebut.
Cap kertas itu salah satunya adalah propartia. Propatria tidak hanya ada satu jenis tetapi memiliki beberapa jenis yang hampir sama satu sama lain. Karena itu, tidak hanya kejelian yang diperlukan, tapi juga kehati-hatian. Jenis propatria itu salah satunya adalah jenis propatria dengan gambar seseorang yang sedang duduk di dalam kebun berpagar memegang tombak di tangan kanan bersama seekor singa yang berdiri, memegang anak panah di tangan kiri, dan pedang di tangan kanannya.
Cap kertas ini bertulisan Propatria di atas singa. Bagian bawah gambar terdapat inisial JW, yang merupakan singkatan dari James Whatman. Cap kertas tersebut dibuat sekitar 1772. inisial E.H merupakan singkatan dari Mr. E. Heawood’s watermarks.

 

 






Daftar Pustaka
Bani Sudardi. 2001. Dasar-dasar Teori Filologi. Surakarta: Penerbit Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sebelas Maret.

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta. Badan Penelitian dan Publikasi, Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada.


Zadinda. 2010. Watermarks. http://zadinda.wordpress.com/2010/12/28/watermarks/#more-288. [ Diakses pada pukul 08.00 WIB, tanggal 3 Juli 2013].

Komentar

Posting Komentar