Penelitian Dialek Desa Krikilan, Masaran, Sragen


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Tengah. Masyarakat Jawa Tengah masih menggunakan bahasa ibu mereka (bahasa Jawa) untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing daerah di Jawa Tengah memiliki dialek yang berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah yang lainnya.
Peneliti meneliti dialek di Desa Krikilan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Menurut peneliti, dialek bahasa Jawa di Desa Krikilan masih hidup karena memang bahasa pokok keseharian dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa murni. Dialek bahasa Jawa yang digunakan di Desa Krikilan ini sangat menarik untuk diteliti kerena masyarakat Desa Krikilan masih menggunakan bahasa ibunya, bahasa Jawa sebagai alat komunikasi. Penelitian ini pun juga akan menambah koleksi penelitian dialek bahasa Jawa yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti dialek bahasa Jawa di daerah lainnya.
Dewasa ini sudah ada beberapa peneliti dialek bahasa Jawa. Misalnya, Pemerjan Bahasa Jawa Hanten Tinjau dan Dialektologi Sinkronik dan Diakronik, tahun 1998, dikerjakan oleh Dra. Tia Meutiawati, M.Pd dan Dra. Ayu Niza, Machfauzia sebagai tugas penelitian dan pengabdian masyarakat (http://eprints.uny.ac.id/5466/ ) dan Variasi Pemakaian Tingkat Tutur Bahasa Jawa di Wilayah Eks Karisidenan Kedu (Kajian Sosiodialektologi) oleh Eka Yuli Astuti, Universitas Negeri Semarang (journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/download/888/826). Penelitian dialek bahasa Jawa di Desa Krikilan ini akan menambah penelitian-penelitian yang telah ada dan diharapkan dapat bermanfaat di kemudian hari.
Dalam melakukan penelitian dialek ini, peneliti dihadapkan pada berbagai masalah, misalnya, lokasi penelitian, jumlah penutur, penutur asli, sikap penutur terhadap dialeknya, ucapan si penutur, dan perkembangan dialek tersebut. Namun, masalah-masalah tersebut tidak menjadi penghalang peneliti untuk melanjutkan penelitian penting dan bermanfaat dalam dunia pengetahuan ini.

1.2  Rumusan Masalah
Seperti yang telah dibahas dalam latar belakang bahwa masyarakat Desa Krikilan masih mengggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari-hari maka penelitian dialek geografi ini adalah:
1)      Bagaimana kondisi kebahasaan di Desa Krikilan?
2)      Bagaimana dan apa saja dialek yang dimiliki masyarakat Desa Krikilan?

1.3  Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan atau penelitian pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Penelitian geografi dialek di Desa Krikilan ini juga mempunyai beberapa tujuan, antara lain.
1)      Memperoleh pengetahuan mengenai dialek bahasa Jawa di Desa Krikilan.
2)      Menginventarisasikan dialek bahasa Jawa di Desa Krikilan.

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penemuan dialektologi yang diimbangi dengan aspek kesejahteraan masyarakat Desa Krikilan. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk merekam gejala atau fenomena kebahasaan yang ada di Desa Krikilan.

1.5  Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian geografi dialek ini mengambil penelitian di Desa Krikilan, yaitu sebuah desa yang terdapat di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Penelitian geografi dialek ini sangat sederhana dan dalam ruang lingkup yang kecil, yaitu hanya meneliti di dua dukuh di Desa Krikilan tersebut.
Ayatrohaedi (1991:12) mengatakan bahwa anasir bahasa yang dibandingkan dengan antartempat itu ialah yang menyangkut anasir fonologis, morfologis, kosakata, sintaksis, morfologis, dan morfosintaksis. Namun, kenyataan yang terlihat di lapangan menunjukkan bahwa sulit sekali dalam suatu lingkup penelitian untuk mencakup semua gejala kebahasaan dalam sekali waktu. Oleh karena itu, ruang lingkup gejala kebahasaan harus dibatasi. Peneliti hanya meneliti hal yang berkaitan dengan fonem dalam dialek masyarakat Desa Krikilan tersebut.

1.6  Metode dan Teknik
1.6.1        Metode
Metode penelitian geografi dialek ada dua macam, yaitu metode sinurat dan metode pupuan lapangan (Ayatrohaedi 1983:32-34). Penelitian ini menggunakan metode yang kedua, yakni pupuan lapangan. Untuk memperoleh deskripsi sesuai dengan judul penelitian, pengumpulan data dilaksanakan di Desa Krikilan.
1.6.2        Teknik
Menurut Ayatrohaedi (1983:34-35), pengumpulan data yang mempergunakan metode pupuan lapangan mengenal dua cara, yaitu: (1) pencatatan langsung dan (2) perekaman. Oleh karena keterbatasan dana dan keterbatasan alat, penelitian ini hanya menggunakan cara yang pertama, yaitu pencatatan langsung. Peneliti mencatat data dari informan langsung pada lembar pertanyaan dengan tulisan fonetis sesuai dengan tuturan yang peneliti dengar.

1.7  Populasi dan Sampel
Populasi geografi dialek ini hanya menggunakan dua dukuh di Desa Krikilan, yaitu Dukuh Karang Waru dan Dukuh Puntuk Rejo. Sedangkan sampel penelitian geografi dialek ini, yaitu dari masing-masing dukuh tersebut diambil sampel satu orang dan ada yang dua orang, dengan ketentuan, sebagai berikut:
1)      Penutur berpendidikan maksimal tingkat SMP.
2)      Penutur berusia antara 35 tahun sampai 65 tahun.
3)      Penutur memiliki alat ucap yang masih lengkap.
4)      Penutur bertempat tinggal menetap di dukuh tersebut dari lahir dan tidak pernah bepergian jauh dalam jangka waktu lama (bulanan atau tahunan).

1.8  Sistematika Penulisan
Makalah penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab pertama yaitu bab pendahuluan, yang terdiri dari delapan subbab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode dan teknik, populasi dan sampel, dan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan bab landasan teori, yang terdiri dari tujuh subbab, yaitu pengantar, dialektologi, dialektologi dan linguistik, geografi dialek, peta bahasa, isoglos dan batas isoglos, dan dialektometri.
Bab ketiga terdiri dari bab gambaran umum Desa Krikilan, terdiri dari lima subbab, yaitu pengantar, keadaan alam, kependudukan, mata pencaharian, dan fasilitas. Bab keempat adalah bab analisis penelitian dialek Desa Krikilan, dan bab kelima adalah bab penutup yang terdiri dari kesimpulan.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  Pengantar
Indonesia memiliki bahasa-bahasa daerah yang sangat beragam menurut suku bangsa masing-masing. Bahasa-bahasa daerah itu memiliki variasi-variasi yang sangat unik. Misalnya saja bahasa Jawa, memiliki variasi-variasi bahasa tersendiri menurut daerah yang mungkin berbeda namun masih dalam satu suku bangsa. Variasi-variasi tersebut disebut dengan dialek.
Dialek tidak dapat ditentukan jumlahnya karena bahasa itu sifatnya dinamis dan akan selalu berkembang seiring berjalannya waktu. Penelitian ini berfungsi untuk menginventarisasikan dialek-dialek yang muncul dalam masyarakat dan dengan bahasa yang masih aktif digunakan oleh masyarakat setempat.
Pada tahun 2006, Summer Institute of Linguistics mencatat Indonesia terdapat 742 bahasa. Hal ini seiring adanya kontak budaya masyarakat dan lahirnya dialek-dialek baru dalam masyarakat. Untuk melihat garis batas antara dialek satu dengan dialek yang lainnya, maka perlu yang dinamakan ilmu dialektologi.
Metode yang tepat yang digunakan dalam penelitian dialek di Indonesia adalah metode pupuan lapangan. Daftar tanyaan dalam penelitian ini untuk menjaring data kebahasaan yaitu meliputi kosa kata, frase, dan kalimat. Hal yang terpenting dalam penelitian dialektologi yaitu menentukan masyarakat pengguna bahasa wilayah satu dengan wilayah yang lainnya berbeda atau sama.

2.2  Dialektologi
Penelitian ini merupakan penelitian dialektologi, maka perlu mengetahui definisi dari dialektologi atau dialek itu sendiri. Dialek berasal dari kata Yunani dialektos yang berpadanan dengan logat. Kata ini mula-mula digunakan untuk menyatakan sistem kebahasaan yang digunakan oleh suatu masyarakat yang berbeda dari masyarakat lainnya yang bertetangga tetapi menggunakan sistem yang erat hubungannya.
Dialektologi berasal dari paduan kata dialek yang berarti variasi bahasa dan logi yang berarti ilmu. Berdasarkan etimologi kata, dialektologi adalah ilmu yang mempelajari dialek atau ilmu yang mempelajari variasi bahasa. Chambers dan Trudgill (dalam Ida Zulaeha, 2010: 1) mengatakan bahwa dialektologi adalah suatu kajian tentang dialek atau dialek-dialek. Sementara itu, Keraf (dalam Ida Zulaeha, 2010: 1-2) menyatakan dengan menggunakan istilah geografi dialek adalah cabang ilmu bahasa yang khusus mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dari semua aspeknya. Aspek bahasa yang dimaksud adalah aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon serta semantik.
2.3  Dialektologi dan Linguistik
Dialektologi merupakan ilmu interdisipliner, yaitu perpaduan dari berbagai bidang illmu. Dialektologi memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu linguistik. Seiring dengan perkembangan teori linguistik, kajian dialektologi bertumpu pada konsep-konsep yang dikembangkan dalam linguistik. Hal ini terjadi karena dialektologi merupakan salah satu cabang linguistik. Konsep-konsep yang dimaksud berkaitan dengan konsep-konsep linguistik umum, seperti konsep fonem dan alofon, atau konsep fitur distingtif atau ciri pembeda untuk bidang fonologi; konsep-konsep morf, morfem, alomorfemis dan morfofonemis bidang morfologi; konsep-konsep frasa, klausa, dan morfosintaksis untuk bidang sintaksis, dan seterusnya.
Konsep-konsep tersebut dimanfaatkan dalam kerangka (1) deskripsi perbedaan unsur kebahasaan antara daerah titik pengamatan dalam penelitian dan (2) deskripsi ciri-ciri kebahasaan yang menjadi penanda atau pembeda antara dialek atau subdialek yang satu dengan lainnya dalam suatu bahasa yang diteliti (Mahsum dalam Ida Zulaeha, 2010: 13). Kajian dialek yang demikian menekankan pada kajian sinkronis, dialek geografi yang tujuan utamanya adalah pemetaan dialek atau varian bahasa.
Dalam kajian dialektologi diakronis, pandangan seperti itu tidak dapat diterima. Kajian dialektologi menekankan kedua aspek, yaitu sinkronis dan diakronis. Dalam hal ini, kajian diakronis bertujuan menyusun kembali prabahasa dengan cara membandingkan unsur-unsur dialeknya dan menyusun kembali sejarah daerah yang dialek-dialeknya diteliti. Keduanya dilakukan bersama-sama sehingga persoalan yang berkaitan dengan perbedaan isolek karena faktor geografis dapat diungkap secara deskriptif maupun historis.

2.4  Geografi Dialek
Dialek geografi merupakan cabang linguistik yang bertujuan mengkaji semua gejala kebahasaan secara cermat yang disajikan berdasarkan peta bahasa yang ada. Keraf (dalam Ida Zulaeha, 2010: 27) menyebutnya dengan istilah georgafi dialek. Oleh karena itu, salah satu tujuan umum dalam kajian ini yaitu pemetaan gejala kebahasaan dari semua data yang diperoleh dalam daerah penelitian.
Geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu pada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Dubois dkk. dalam Ayatrohaedi, 1983: 29). Dengan demikian, pada dasarnya geografi dialek masih mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu bahasa bandingan, yang juga mempelajari hubungan yang terdapat dalam ragam-ragam bahasa.
Dalam usaha memperoleh hasil yang memuaskan, tiap penelitian geografi dialek setidak-tidaknya harus berdasarkan kepada dua hal, yaitu (1) pengamatan yang seksama dan setara terhadap daerah yang diteliti, dan (2) bahannya harus dapat diperbandingkan sesamanya, dan keterangan yang bertalian dengan kenyataan-kenyataannya dikumpulkan dengan aturan dan cara yang sama (Meillet dalam Ayatrohaedi, 1983: 29-30). Agar hal tersebut dapat tercapai, maka peneliti perlu mempersiapkan daftar tanyaan yang jawabannya diperoleh di setiap tempat penelitian itu dilakukan (Meillet dalam Ayatrohaedi, 1983: 30).

2.5  Peta Bahasa
Gambaran umum mengenai sejumlah dialek baru akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahan yang terkumpul selama penelitian itu dipetakan. Oleh karena itu, kedudukan dan peranan peta bahasa dalam kajian geografi dialek merupakan sesuatu yang secara mutlak diperlukan. Peta-peta bahasa tersebut merupakan alat bantu dalam menentukan perbedaan dan persamaan yang terdapat di antara dialek-dialek yang diteliti tersebut.

2.6  Isoglos dan Watas Kata
Orang beranggapan bahwa suatu bahasa erat hubungan dengan keadaan alam, suku bangsa, dan keadaan politik di daerah-daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, di dalam usaha menentukan batas-batas pemakaian suatu bahasa pun hal itu biasanya didasarkan kepada kenyataan-kenyataan tersebut. Pada tingkat dialek, demikian pula halnya. Jadi, menurut wawasan ini, perkembangan seuatu bahasa atau dialek tergantung kepada sejarah daerah yang bersangkutan (Guiraud dalam Ayatrohaedi, 1983: 5).
Selain faktor-faktor tersebut ada faktor lainnya, yaitu faktor agama, kebudayaan, ekonomi, komunikasi dan juga kesediaan masyarakat tersebut menerima pengaruh luar. Hal itu juga berpengaruh dalam tingkat dialek.
Untuk menguji kebenaran itu, para ahli bahasa berhasil menemukan alat bantu yang sangat penting dalam usaha memperjelas persoalan tersebut. Alat bantu ini disebut dengan isoglos atau watas kata, yaitu garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang berbeda.
Untuk memperoleh gambaran yang benar mengenai batas-batas dialek, harus dibuat watas kata yang merangkum segala segi kebahasaan (fonologi, morfologi, semantik, leksikal, sintaksis) dari hal-hal yang diperkirakan akan memberikan hasil yang memuaskan.

2.7  Dialektometri
Pemetaan berbagai perbedaan antara daerah penelitian akan menunjukkan perbedaan (dan persamaan) pemakaian bahasa secara sinkronis, sesuai dengan keadaan geografis dan kenyataan yang ada. Selanjutnya, berdasarkan peta itu diharapkan akan diperoleh gambaran pemakaian bahasa/isolek yang lebih mudah dipahami, termasuk adanya kemungkinan pengelompokan isolek di daerah penelitian (DP) tertentu.

Berdasarkan segitiga dan segibanyak  dialektometri,  ditentukan pasangan-pasangan DP untuk menentukan perbedaan leksikal dan fonologis yang ada. Kemudian dibuat tanda tertentu, misal (
) untuk menunjukkan adanya perbedaan dan tanda (-) untuk menunjukkan persamaan.  Tabel semacam ini dibuat dalam dua varian. Varian pertama untuk perbedaan leksikal, dan varian kedua untuk perbedaan fonologis. Penghitungan perbedaan leksikal pada masing-masing glos dapat juga dihitung per medan makna sehingga dapat dilihat hasil keseluruhannya, medan makna mana yang paling dekat. Adapun perbedaan fonologis dihitung secara keseluruhan. Perbedaan fonologis tidak dimungkinkan dihitung per medan makna karena adanya korespondensi.
(S X 100)/n = d
S = jumlah beda dengan DP lain
n = jumlah peta yang dibandingkan
d = jarak kosakata dalam persentase

Hasil yang diperoleh dari perhitungan dialektometri ini (d: jarak kosakata dalam persentase) akan digunakan untuk menentukan hubungan antar-DP dengan kriteria sebagai berikut.
Perbedaan dalam tataran leksikal
81% ke atas           :           perbedaan bahasa
51%—80%            :           perbedaan dialek
31%—50%            :           perbedaan subdialek
21%—30%            :           perbedaan wicara
di bawah 20%       :           tidak ada perbedaan
Guiter berasumsi bahwa perbandingan antara perbedaan fonologis dengan leksikon adalah 1:5, artinya satu perbedaan fonologis sama dengan lima perbedaan (bandingkan dengan hukum perubahan bunyi tanpa kecuali (Ausnahmelösigkeit der Lautgesetzt) yang dikemukakan Kaum Neogrammarian). Berangkat dari asumsi bahwa perubahan bahasa itu berlangsung secara teratur, Guiter membuat pembedaan kategori penghitungan dialektometri untuk bidang fonologi berikut ini.
Perbedaan dalam tataran fonologis
17% ke atas           :           perbedaan bahasa
12%--16%             :           perbedaan dialek
8%--11%               :           perbedaan subdialek
4%--7%                 :           perbedaan wicara
0%--3%                 :           tidak ada perbedan


Hasil  perbedaan dalam tataran leksikal digunakan juga untuk membuat peta permutasi. Peta permutasi ini berguna untuk semakin mengukuhkan hasil yang didapatkan dari penghitungan perbedaan leksikal karena peta permutasi tidak hanya akan berurusan dengan DP yang berdekatan, tetapi juga berurusan dengan DP yang berjauhan letaknya.
Selain itu, filosofi penentuan titik krusial yang menjadi batas pemilahan isolek-isolek itu sebagai bahasa yang sama atau bahasa yang berbeda, baik dalam leksikostatistik maupun dialektometri adalah 80%.  Sesungguhnya angka itu diperoleh dari kajian terhadap perubahan berbagai bahasa di dunia barat yang memiliki dokumen naskah kuno yang berusia lebih dari 1000 tahun. Dari kajian itu, diperoleh gambaran bahwa untuk kosakata dasar, perubahan terjadi tidak lebih dari 20%. Jadi, angka 80% itu diperoleh melalui pengurangan angka persentase maksimal untuk suatu perubahan (100%) dikurang 20%.
Lauder mengusulkan revisi kategori persentase dialektometri yang diajukan Guiter tersebut untuk bahasa-bahasa daerah di Indonesia sehingga diperoleh kategori persentase perbedaan bidang leksikon berikut ini:

70% ke atas           : beda bahasa
51—69%               : beda dialek
41—50%               : beda subdialek
31—40%               : beda wicara
30% ke bawah       : tak berbeda

Lauder menjelaskan bahwa modifikasi itu berdasarkan hasil penghitungan dialektometri pada wilayah Tangerang yang multilingual dan beberapa penelitian bahasa daerah lainnya berdasarkan penghitungan yang dilakukannya maksimal tidak lebih dari 70%.  Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bahasa (dari 2.185 DP) ditemukan persentase perbedaan di atas 80%, bahkan ada yang mencapai perbedaan 100% seperti ditemukan di  NTB, NTT, Bali, Maluku, Sulawesi, Sumatra, dan Papua. Oleh sebab itu, perbedaan di atas 80% dianjurkan untuk tetap digunakan.
Selain analisis berdasarkan penghitungan dialektometri, metode yang digunakan dalam penentuan status isolek sebagai bahasa dan dialek adalah metode yang bersifat kualitatif, yaitu metode kesamaan ciri-ciri linguistik (exclusively shared  linguistc features). Metode ini tidak hanya digunakan sebagai cara pengelompokan bahasa turunan ke dalam suatu kelompok yang lebih dekat hubungannya, tetapi dapat juga digunakan sebagai pengelompokan beberapa daerah pakai isolek tertentu sebagai penutur bahasa/dialek yang sama/berbeda atau penentuan kekerabatan antardialek dalam satu bahasa.
Metode kualitatif ini, pada prinsipnya selain dapat digunakan untuk kajian pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat dalam kajian linguistik historis komparatif, juga dapat digunakan untuk pengelompokkan beberapa daerah pakai isolek ke dalam daerah pemakai bahasa atau dialek yang sama/berbeda, serta penentuan kekerabatan antardialek/subdialek dalam kajian dialektologi diakronis.
Kesamaan ciri-ciri linguistik dapat berupa kesamaan dalam memelihara unsur bahasa purba (relik), maupun kesamaan dalam melakukan pembaharuan dari unsur bahasa purba yang sama (inovasi bersama). Kesamaan ciri-ciri linguistik dapat mencakupi semua tataran kebahasaan, mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik.


BAB III
GAMBARAN UMUM DESA KRIKILAN
3.1  Pengantar
Sebelum mengkaji bahasa atau dialek Desa Krikilan, peneliti perlu mengetahui gambaran umum Desa Krikilan, seperti mengetahui tentang keadaan alam yang meliputi letak, luas, topografi dan iklim, SDA dan SDM, mengetahui juga sejarah, kependudukan, mata pencaharian dan fasilitas. Hal ini dimaksudkan agar peneliti lebih paham medan atau wilayah yang akan diteliti karena berkaitan dengan mobilitas penduduk dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Apabila mobilitas penduduk atau akses ke daerah luar terbuka lebar maka sangat berpengaruh terhadap pemakaian bahasa dan persebaran bahasa. Selain itu, tingkat Sumber Daya Alam atau Sumber Daya Manusia juga sangat berpengaruh dalam komunikasi.
Misalnya, penduduk yang bermata pencaharian sebagai sopir akan sangat berbeda dengan penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani karena mobilitasnya pun juga berbeda. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai sopir sering berinteraksi dengan dunia luar maka pemakaian bahasa pun juga akan sangat berbeda dengan seorang penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani yang notabene hanya berkutat di lingkungan desanya.

3.2  Keadaan alam
3.2.1        Letak
Batas wilayah Desa Krikilan:
1)      Sebelah utara Desa Purwosuman Kecamatan Sidoharjo
2)      Sebelah timur Desa Gebang Kecamatan Masaran
3)      Sebelah Selatan Desa Masaran Kecamatan Masaran
4)      Sebelah barat Desa Pringanom Kecamatan Masaran
Letak desa terhadap pusat fasilitas atau kota:
1)      Jarak dengan ibu kota kecamatan       :  1Km
2)      Jarak dengan ibu kota kabupaten        : 10 Km
3)      Jarak dengan ibu kota propinsi           : 120Km
3.2.2        Luas
Luas tanah wilayah Desa Krikilan terdiri                   = 329,7570 ha
1)      Jenis tanah pekarangan                                               =  55,2120 ha
2)      Jenis tanah sawah irigasi teknis                                   = 227,7495 ha
3)      Jenis tanah sawah setengah teknis                              =  21,0000 ha
4)      Jenis sawah tadah hujan                                              =  11,0200 ha
5)      Lain-lain:
ü  Sungai                                                             =   8,5000 ha
ü  Kuburan                                                          =   4,7755 ha
ü  Lapangan                                                        =   1,5000 ha

3.2.3        Topografi dan Iklim
Kondisi tanah di Desa Krikilan pada dataran rendah dan sebagaian persawahan tadah hujan. Desa Krikilan berada pada ketinggian ± 93 M dari permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata 2.106 m per tahun.

3.3  Kependudukan
Desa Krikilan memiliki jumlah penduduk 5279 jiwa, terdiri atas laki-laki 2698 jiwa dan perempuan 2581 jiwa. Dari jumlah jiwa tersebut yang tinggal di Desa Krikilan ada 1512 Kepala Keluarga (KK). Kepadatan penduduk Desa Krikilan adalah 16 jiwa/Ha.

3.4  Mata pencaharian
Mata Pencaharian penduduk berkaitan erat dengan masalah keadaan sosial ekonomi. Keadaan sosial ekonomi penduduk Desa Krikilan tarafnya menengah dan mata pencahariannya pun beraneka ragam. Adapun keadaan sosial ekonomi dan mata pencaharian sebagai berikut:
No
Mata Pencaharian
Jumlah
1



2
Jenis Mata Pencaharian Pokok Petani
  1. Petani pemilik sawah
  2. Petani penggarap sawah
  3. Buruh tani
Jenis Mata Pencaharian dengan Jasa
  1. Dokter
  2. Bidan
  3. Mantri Kesehatan
  4. Guru
  5. pns
  6. Buruh
  7. Dukun Bayi
  8. Tukang Cukur
  9. Tukang Batu
  10. Tukang Kayu
  11. Pengusaha Angkutan
  12. tni/ polri
  13. Pensiunan
  14. Pedagang

339 orang
512 orang
815 orang

3 orang
5 orang
1 orang
54 orang
149 orang
918 orang
-
2 orang
69 orang
52 orang
14 orang
7 orang
24 orang
42 orang

3.5  Fasilitas
Menurut data Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (IPPD) Desa Krikilan tahun 2010 terdapat beberapa fasilitas yang tersedia di desa tersebut. Dalam hal pendidikan tersedia 2 buah TK, 2 buah SD, 3 buah pondok pesantren, dan 1 buah PAUD.
Dalam hal ibadah tersedia 6 masjid dan 12 langgar. Dalam sarana dan prasarana kesehatan, tersedia 1 buah puskesmas, 3 orang dokter praktek, 4 orang bidan, 11 buah posyandu, dan 5 orang kader posyandu.
Menurut data Mapping Desa Krikilan tahun 2008, tercatat fasilitas dalam bidang keuangan telah tersedia 1 LKD, 1 Koperasi, dan 40 kelompok arisan. Panjang jalan desa sekitar 11 Km, yaitu 3 Km jalan cor beton, 8 Km jalan aspal, dan 2 buah jembatan.
Dalam bidang pertanian dan kehutanan, Desa Krikilan memiliki luas lahan pertanian ±246,2465 Ha, luas tanaman padi ±246,2465 Ha, luas lahan irigasi teknik ±222,465 Ha, dan luas lahan tadah hujan ±10,3315. Selain itu juga tersedia sumur pompa sebanyak 30 buah, 1 buah dam, 1 aliran sungai, 11 mesin bajak atau traktor, dan 45 buah pompa air atau disel.
  
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari analisis data di atas maka dapat disimpulkan bahwa Desa Krikilan hanya memiliki beberapa kata yang berbeda menurut penelitian, dan tidak ada perbedaan dialek secara mencolok dan tidak banyak perbedaannya karena memang penelitian ini hanya dalam lingkup kecil.


DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ida Zulaeha. 2010. Dialektologi: Dialek Geografi & Dialek Sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pemerintah Kabupaten Sragen Kecamatan Masaran Desa Krikilan. 2008. Mapping Desa Krikilan Kecamatan Masaran. Sragen: Pemerintah Kabupaten Sragen Kecamatan Masaran Desa Krikilan.

Pemerintah Kabupaten Sragen Kecamatan Masaran Desa Krikilan. 2010. Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (IPPD) Desa Krikilan. Sragen: Pemerintah Kabupaten Sragen Kecamatan Masaran Desa Krikilan.

Eka Yuli Astuti. 2013. Variasi Pemakaian Tingkat Tutur Bahasa Jawa di Wilayah Eks Karisidenan Kedu (Kajian Sosiodialektologi). journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/download/888/826. [ Diakses pada pukul 21.47 WIB, tanggal 23 Juni 2013].

Tia Meutiawati dan Ayu Niza. 1998. Pemerjan Bahasa Jawa Hanten Tinjau dan Dialektologi Sinkronik dan Diakronik. http://eprints.uny.ac.id/5466/. [ Diakses pada pukul 22.03 WIB, tanggal 23 Juni 2013]












LAMPIRAN

  1. INFORMAN 1
Nama                                                                           : Sungatmi
Jenis Kelamin                                                              : Perempuan
Tempat Lahir                                                               : Sragen
Umur                                                                           : 41 tahun
Pendidikan Terakhir                                                    : SMP
Pekerjaan                                                                     : Ibu rumah tangga
Tinggal di tempat ini sejak                                          : Lahir (1972)
Orangtua berasal dari                                                  : Sragen
Bahasa pertama/ bahasa ibu                                        : bahasa Jawa
Bahasa lain yang dikuasai                                           : bahasa Jawa, bahasa Indonesia
Daerah/ tempat yang pernah dikujungi                       : -
Keperluan berkunjung                                     : -
Kedudukan dalam masyarakat                                   : anggota masyarakat
Bacaan (setiap hari/ yang pernah dibaca)                    : -
Apakah (pernah/ biasa) menonton acara tivi               : ya
Apakah (pernah/ biasa) mendengarkan siaran radio   : ya

  1. INFORMAN 2
Nama                                                                           : Daryanto
Jenis kelamin                                                               : Laki-laki
Tempat lahir                                                                : Surakarta
Umur                                                                           : 49 tahun
Pendidikan terakhir                                                     : SD
Pekerjaan                                                                     : Karyawan Pabrik
Tinggal di tempat ini sejak                                          : menikah (1990)
Orangtua berasal dari                                                  : Surakarta
Bahasa pertama/ bahasa ibu                                        : bahasa Jawa
Bahasa lain yang dikuasai                                           : bahasa Jawa, bahasa Indonesia
Daerah/ tempat yang pernah dikujungi                       : Bali, Surabaya, Malang
Keperluan berkunjung                                     : Mengantar bos
Kedudukan dalam masyarakat                                   : Anggota masyarakat
Bacaan (setiap hari/ yang pernah dibaca)                    : -
Apakah (pernah/ biasa) menonton acara tivi               : ya
Apakah (pernah/ biasa) mendengarkan siaran radio   : ya
  1. INFORMAN 3
Nama                                                                           : Paimin
Jenis Kelamin                                                              : Laki-Laki
Tempat Lahir                                                               : Sragen
Umur                                                                           : 63 Tahun
Pendidikan Terakhir                                                   : -
Pekerjaan                                                                  : Petani
Tinggal Di Tempat Ini Sejak                                       : Lahir (1950)
Orangtua Berasal Dari                                                : Sragen
Bahasa Pertama/ Bahasa Ibu                                       : Bahasa Jawa
Bahasa Lain Yang Dikuasai                                        : Bahasa Jawa
Daerah/ Tempat Yang Pernah Dikujungi                    : -
Keperluan Berkunjung                                                :
Kedudukan Dalam Masyarakat                                  : Anggota Masyarakat
Bacaan (Setiap Hari/ Yang Pernah Dibaca)                : -
Apakah (Pernah/ Biasa) Menonton Acara Tivi           : Ya
            Apakah (Pernah/ Biasa) Mendengarkan Siaran Radio: Ya






Komentar