ANALISIS SEKUEN "RAJA PADI KENCANA"


NAMA  : NOVITASARI MUSTAQIMATUL HALIYAH
NIM      : C0211027


RAJA PADI KENCANA
Pada suatu hari, Raja Padi Kencana bermaksud akan pergi berlayar. Niatnya itu disampaikannya kepada ibunya.
“Mengapa kau bermaksud demikian, sedangkan kau tidak beristri dan tidak membawa teman?” kata ibunya.
“Tidak,” kata Padi Kencana. “Aku akan membawa seorang kanak-kanak sebagai teman di perjalanan.”
“Kapan kau berangkat?”
“Aku sesegeranya akan pergi, mungkin besok.”
Pada hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Padi Kencana. Ikut bersamanya seorang anak laki-laki tanggung sebagai pengiring. Tidak lama setelah kapal berada di tengah laut, berkatalah Padi Kencana kepada anak itu,”Sesampainya di pohon rambung ynag kelihatan dari sini, naiklah keatasnya. Takiklah batangnya agar getahnya keluar.”
“Baiklah,” jawab anak itu.
Ketika telah sampai di dekat pohon rambung itu, kapal berhenti. Anak itu naik keatasnya, dan dengan sebilah pisau ditakiknya pohon itu berkali-kali, sehingga getahnya mencucur seperti hujan. Lalu Padi Kencana melepaskan pakaiannya sehingga tinggal celana dalam. Dia berdiri di bawah dan menadahkan tubuhnya sampai penuh berlepotan getah sekujur tubuh, sampai mata dan rambutnya tidak kelihatan lagi. Menyaksikan keadaan demikian anak itu sangat heran.
“Kenapa gerangan paduka raja berbuat demikian?” tanya anak itu.
“Inilah sebabnya aku bermaksud pergi berlayar. Kau lihat saja apa yang akan aku perbuat.”
Setelah badan Padi Kencana penuh getah, kapal disuruhnya mengangkat sauh, dan perjalanan diteruskan. Selang beberapa waktu lamanya berlayar, sampailah mereka ke tepian Raja Perdaya. Padi Kencana memerintahkan untuk membuang sauh di pelabuhan. Keduanya naik ke darat.
Di pelabuhan, penakawan Raja Perdaya heran memandang Padi Kencana. Mereka bertanya kepada anak itu.
“Dari mana kalian, dan siapa yang jelek yang tidak dikenal ini?”
Pengawal tidak tahu bahwa yang dihadapinya adalah seorang raja yang menyamar.
“Kami datang dari negeri kami sendiri,” jawab anak itu.
“Cepat bawa pulang, nanti kau akan membuat onar.”
“Nih, lihat saya punya,” tiba-tiba Padi Kencana berkata sambil menepuk pinggangnya. Maksudnya bahwa dia akan membawa senjata tajam.
“Tidak boleh membawa senjata tajam di kerajaan ini,” hardik pengawal.
“Tinggalkan senjatamu di sini!”
“Tidak bisa,” jawab si orang buruk rupa, Padi Kencana. “Ini kalau kau mau melihat kerisku,” Segera dicabutnya senjata yang terselip di pinggang. Ternyata keris emas. Ganggangnya emas, batangnya juga emas. Melihat keris emas berada di tangan, segeralah salah seorang pengawal melaporkan kepada Raja Perdaya. “Suruh dia masuk,’ perintah Raja Perdaya.
Sementara itu Raja Perdaya mencari akal bagaimana caranya agar dia dapat merebut keris yang ada pada orang buruk rupa itu. Ketika dua orang telah datang menghadap, Raja Perdaya bertanya, “Kau dari mana?”
“Kami datang dari negeri kami sendiri,’ jawab anak itu.
“Di mana negeri asalmu?”
“Negeri kami jauh letaknya dari sini. Kami sudah lupa namanya.”
“Cobalah kau ingat-ingat,” kata Raja Perdaya lagi.
“Sungguh saya tidak ingat lagi,” jawab anak itu.
“Baiklah kalau demikian. Apa maksudmu untuk datang ke kerajaan ini?”
“Saya disuruh orang ini untuk membawanya ke hadapan Raja Perdaya. Saya hanyalah pelayannya.”
“Adakah surat-surat keterangan atau bukti dari padamu?”
“Tidak ada, entahlah kalau dia, mungkin ada memiliki.”
“Kau ada mempunyai keterangan dirimu?” tanya raja kepada Padi Kencana.
“Bagiku tidak perlu,” jawab Padi Kencana. “Yang penting aku punya ini.”
Sambil berkata demikian, dia menghunus senjatanya. Melihat perbuatan Padi Kencana demikian, Raja Perdaya bangkit berdiri.
“Tidak boleh membawa senjata tajam ke istana,” kata Raja Perdaya.
“Tapi, rasanya aku pernah memiliki keris emas serupa itu,” katanya lagi seraya berpura-pura mengingat-ingat.
“Oh, ya. Mungkin itu kerisku yang hilang beberapa waktu yang lalu.”
“Hai Penakawan, siapa di antara kalian yang ingat perihal keris emasku yang hilang dulu? Tanya Raja Perdaya kepada pengawalnya.
“Benar paduka, memang keris itu serupa dengan keris paduka yang hilang tempo dulu,” jawab seorang pengawal raja.
Mendengar perkataan Raja Perdaya  yang demikian, Padi Kencana tertegun. Tiba-tiba timbul di hatinya suatu akal untuk mengalahkan kelicikan Raja Perdaya. Dalam hatinya ia ingin agar Raja Perdaya yang selalu memperdayakan orang lain akan berubah kelakuannya.
“Begini paduka raja,” ujar Padi Kencana. “Apakah kerisku ini memang betul milikmu yang hilang?”
“Betul-betul milikku,” jawab Raja Perdaya cepat.
“Raja yakin ini milikmu?”
“Benar tidak bisa dibantah lagi. Kalau tak percaya tanyakan saja para pengawalku!”
“Kalau demikian, raja kutuntut,” kata Padi Kencana.
“Apa katamu?” jawab Raja Perdaya terperanjat.
“Beberapa tahun yang lalu sekitar jam tiga sore ibuku pergi ke tepian. Sejam dua jam ditunggu, ibuku juga belum juga datang. Lalu kususul ke tepian. Ternyata ibu terbaring di tanah, mati. Kuperiksa, diperutnya tertancap sebilah keris. Inilah kerisnya. Kalau ini kerismu, berarti kaulah pembunuhnya.”
“Bukan,” kata Raja Perdaya. “Kalau begitu keris ini bukan kerisku.”
Padi Kencana tersenyum dalam hati, karena dengan demikian Raja Perdaya tidak berhasil merampas keris emasnya.
Perjalanan kemudian diteruskan ke negeri Cina. Sebelum naik ke pelabuhan, Padi Kencana menyuruh anak itu naik sendirian menghadap raja.
“Katakan pada Raja Cina bahwa kau ingin menjual manusia,” perintah Padi Kencana.
Sesudah sampai di istana raja, anak itu lalu menghadap. “Kau siapa?” tanya Raja Cina. “Dan apa maksudmu datang ke mari?”
“Saya datang dari jauh,” kata anak itu. “Saya bermaksud akan menjual manusia kepada paduka.”
“Bawa orangnya ke mari!”
Oleh penakawan raja, dibawalah Padi Kencana ke hadapan Raja Cina.
“Inikah orang yang akan kau jual?” tanya Raja Cina.
“Ya,” jawab anak itu. “Dan harganya seberapa saja terserah paduka raja.”
Setelah harganya dibayar, anak itu disuruh Padi Kencana agar kembali ke negerinya bersama kapal yang mereka pergunakan. Tinggalllah Padi Kencana di negeri itu sebagai budak Raja Cina.
Mula-mula Padi Kencana disuruh oleh raja sebagai pencuci piring. Oleh karena ada kemauan, pekerjaannya itu dapat dilakukan dengan baik. Tetapi pada suatu hari ketika dia membawa susunan piring, kakinya tersandung sehingga semua piring yang dibawanya pecah berantakan. Pelayan yang lain segera melaporkan kejadian itu kepada raja. Raja sangat murka dan memerintahkan adar orang itu dikucilkan, dibuang ke perkebunan yang jauh letaknya dari situ.
Beberapa lamanya bekerja di perkebunan, kemudian Padi Kencana disuruh memangkas kembang. Kebun bunga kepunyaan raja sangat luas, satu kilo meter persegi luasnya. Jadi Padi Kencana disuruh memangkas kembang untuk membuang daun yang sudah layu dan menyiang rumputnya. Tetapi Padi Kencana salah mengerti. Baginya memangas kembang berarti memotongnya sama sekali.
Ketika penakawan raja mengantarkan makanan bagi Padi Kencana, dia sangat terkejut kaena seperempat luas kebun bunga itu telah habis dibabat. Mendengar kejadian itu raja memerintahkan agar orang itu dimasukkan ke dalam gadungan yaitu penjara yang terletak di bawah mahligai.
Di dalam penjara, Padi Kencana tidak bisa berbuat apa-apa selalu merenungi dirinya  yang bernasib malang. Makanan yang diberikan padanya hanya sisa-sisa yang tidak termakan. Pikir Padi Kencana,”Kalau begini keadaanku, lebih baik aku pulang ke negeriku. Di tempat ini tidak ada orang yang memperhatikan kehidupanku, menegokpun tidak.”
Tercerita, Raja Cina mempunyai dua orang puteri yang cantik-cantik yaitu Umi Kasum dengan adiknya. Puteri Umi Kasum ketika itu bertunangan dengan orang gua, Sumbulaun namanya. Sumbulaun mempunyai pengawal empat puluh orang buta yang mengiringkannya ke mana pun dia pergi.
Pada suatu hari kedua puteri Raja Cina mendengar suara-suara aneh di bawah mahligai. Kiranya Padi Kencana mencoba memanjat ke atas untuk keluar melalui loteng penjara.
“Kedengarannya seperti manusia,” kata Umi Kalsum.
“Tidak mungkin,” jawab adiknya. “Tidak pernah ada manusia di gadungan itu.”
“Mungkin orang asing yang ditawan ayah.”
Keduanya dengan cermat memperhatikan. Kadang-kadang kedengaran oleh mereka seperti orang berbicara sendiri. “Tidak ada orang yang kasihan padaku,” kata Padi Kencana. “Memang manusia,” bisik Kasum dengan pasti. “Cepat periksa ke bawah.” Maksudnya orang gaib, bukan manusia biasa.
Adiknya segera mengintip ke bawah. Ketika melihat keadaan Padi Kencana yang buruk, adik Umi Kasum berkata,”Memang manusia, tapi buruk bukan main rupanya.”
Mendengar perkataan itu, segera Padi Kencana menyahut,”Jangan berkata begitu. Aku ini seorang raja. Kau berkata begitu barangkali karena belum tahu siapa aku.”
“Baiklah. Bantu dia naik,” kata Umi Kasum.
Padi Kencana segera naik ke atas mahligai. Bukan main bau tubuhnya karena beberapa hari tidak disentuh air.
“Kenapa tuan sampai begini?” ujar Umi Kasum.
“Inilah,” kata Padi Kencana. “Aku berbuat demikian memang ada maksudku, agar orang-orang jangan tertarik perhatiannya atas kedatanganku.”
Tiba-tiba, terdengar suara rebut-ribut dan seseorang mengetuk pintu. “Siapa?” bisik Padi Kencana. “Dia tunangan kakak,” jawab puteri yang bungsu.
“Bagaimana dengan saya?” tanya Padi Kencana dengan khawatir.
Kemudian dia disuruh bersembunyi di bawah ranjang sang puteri. Setelah pintu dibuka, Sumbulaun segera masuk dan bertanya,” Kapan kita kawin, Dik?”
“Ah, mungkin tahhun yang akan datang baru terlaksana.”
“Yah, biar lambat asal pasti,” kata Sumbulaun. Dia berbesar hati atas jawaban sang puteri.
Setelah Sumbulaun pulang, Padi Kencana keluar dari kolong ranjang. Hatinya sejak semula begitu tertarik pada puteri Umi Kasum, bahkan karena puteri itulah dia pergi berlayar ke negeri Cina.
Beberapa waktu kemudian, Padi Kencana berkata,”Saya kira apabila tubuhku telah dibersihkan tidaklah kalah dibandingkan Sumbulaun. Tetapi dia orang gua, dan kesaktiannya tidak bisa kutandingi.”
“Tidak pandang kesaktian, pandang pribadi,” jaawan puteri Umi Kasum dengan cepat.
“Kalau demikian maukah kau denganku dan melupakan Sumbulaun?”
Sambungnya kemudian,”Tidak usah kita berbicara panjang lebar baiknya aku mandi dulu aagar kau bisa membertimbangkan.”
Lalu Padi Kencana dibawa ke kamar mandi kepunyaan puteri Umi Kasum. Di sana dia membersihkan diri dengan cermat. Sekeping demi sekeping getah terkelupas dari tubuhnya. Akhirnya tampaklah tubuhnya yang putih bersih tiada cela. Melihat ketampanan Padi Kencana segera puteri jatuh cinta. Keduanya setuju akan melangsungkan perkawinan.
Bulan berikutnya datang lagi Sumbulaun. Mendengar ketukan di pintu puteri bungsu menyahut, “Siapa?”
“Jangan tanya siapa-siapa,” hardik Sumbulaun. “Sudah tahu siapa yang datang, kenapa tanya lagi?”
Ketika Umi Kasum agak lambat membuka  pintu, pintu itu ditendang oleh Sumbulaun hingga terbuka. “Rupanya ada apa-apanya dalam rumah ini,” gumam Sumbulaun.
“Mana kakakmu?”
“Ada, ada di dalam,” jawab puteri bungsu terbata-bata. “Dia tidak tahu kalau tuan datang hari ini.’
“Ini pasti ada apa-apanya di rumah ini,” kata Sumbulaun lagi.
Ketika masuk ke dalam kamar, dilihatnya puteri Umi Kasum duduk di bibir ranjang bersama Padi Kencana. “Pantas lambat membuka pintu. Menyingkir kau Umi Kasum, aku mau main-main sebentar dengan Padi Kencana.”
Keduanya mulai mengeluarkkan segala kesaktiannya.
“Padi Kencana, jangan bergerak,” hardik Sumbulaun memukau Padi Kencana. Padi Kencana tidak bisa bergerak. Tetapi dengan mengumpulkan kekuatannya dia bisa melepaskan pengaruh serapah Sumbulaun.
“Duduk,” bentak Padi Kencana. Sumbulaun yang tadinya berdiri, tanpa sadar terduduk di lantai tak bertenaga.
“Pabila Sumbulaun tidak merelakan puteri kupersunting tetap kau tak bisa berdiri.”
Demikianlah, silih bergantinya Sumbulaun dan Padi Kencana mengeluarkan kesaktiannya. Kepala Padi Kencana dipisahkan dari tubuhnya, dan dibawa terbang oleh Sumbulaun ke dalam gua kediamannya.
Sesudah Sumbulaun menghilang, datanglah Umi Kasum dam meratapi tubuh suaminya yang kehilanggan kepala.
“Begini tega Sumbulaun berbuat terhadap suamiku,” katanya mengiba. “Wahai adikku apa yang harus kita perbuat?”
“Jangan kuatir,” jawab puteri bungsu. Apabila Sumbulaun datang ke sini kakak akan pulih kembali.”
Benarlah, tiba-tiba datanglah Sumbulaun. “Nah,” kata puteri bungsu kepada Sumbulaun. “Kami ingin dicarikan empat puluh satu macam bunga.”
“Untuk apa?” tanya Sumbulaun.
“Ah, tidak,” kata puteri bungsu. “Kami hanya ingin memilikinya saja.”
Kebetulan Sumbulaun mempunyai kebun bunga yang sangat luas. Bersama pengiringnya empat puluh buta, Sumbulaun terbang untuk memetik bunga bagi puteri Umi Kasum dan adiknya. Kemudian ia pun kembali ke guanya.
Setelah Sumbulaun menghilang, oleh puteri bungsi kembang yang empat puluh rupa dimasukkan ke dalam kendi berisi air. air kendi itu di percikkan di pangkal leher Padi Kencana. Tak lama kemudian kedengaran desing kepala Padi Kencana yang dibawa Sumbulaun, bersatu kembali dengan raganya. Akhirnya Padi Kencana hidup kembali.
Menyaksikan kesaktian Sumbulaun, Padi Kencana berunding dengan istrinya akan mengembara ke negeri lain.
Sesudah tercapai kata sepakat berangkatlah keduanya menuju suatu negeri yang tidak akan diketahui letaknya oleh Sumbulaun.

Sumber: Raja Padi Kencana, Cerita Rakyat Kalimantan Selatan (diterbitkan oleh
                Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Bagan



“RAJA PADI KENCANA”
Tekstual
1.      Raja Padi Kencana bermaksud akan pergi berlayar.
1.1 Niat Raja  Padi Kencana disampaikan pada ibunya.
1.2 Padi Kencana belum memiliki istri dan tidak memiliki teman untuk diajak berlayar.
1.3 Akhirnya Padi Kencana membawa seorang kanak-kanak sebagai teman di perjalanan.
2.      Raja Padi Kencana berangkat pada hari yang telah ditentukan.
2.1 Ikut bersamanya anak laki-laki tanggung sebagai pengiring.
3.      Raja Padi Kencana menyuruh anak laki-laki itu untuk naik ke atas pohon rambung  yang akan dilewatinya.
3.1 Ketika kapal telah sampai di dekat pohon rambung, kapal itu berhenti.
3.2 Anak itu naik ke atas dan dengan sebilah pisau ditakik pohon rambung berkali-kali hingga getahnya menetes seperti hujan.
3.3 Padi Kencana melepas seluruh pakaiannya kecuai celana dalam.
3.4 Padi Kencana menadahkan getah itu pada tubuhnya hingga tidak tampak lagi.
4.      Padi Kencana sampai di tepian Raja Perdaya.
4.1 Padi Kencana memerintah untuk membuang sauh di Pelabuhan.
4.2 Keduanya naik ke darat.
4.3 Di pelabuhan, penakawan Raja Perdaya heran melihat Padi Kencana.
4.4 Padi Kencana dan rombongannya diusir oleh penakawan Raja Perdaya karena diduga mereka akan membuat onar.
4.5 Padi Kencana mengeluarkan sebuah senjata tajam.
4.6 Penakawan melarang Padi Kencana membawa senjata tajam ke kerajaan.
4.7 Padi Kencana memperlihatkan senjata tajamnya yang berupa keris emas.
5.      Raja Perdaya mencari akal agar keris Padi Kencana menjadi miliknya.
5.1 Raja Perdaya menanyakan asal Padi Kencana yang sedang melamar beserta rombongan.
5.2 Anak laki-laki yang menjadi pengiring Padi Kencana pura-pura tidak tahu asal mereka.
5.3 Anak itu mengaku hanya mengantar seorang pria, dan anak itu hanya pelayan dari pria bergetah itu.
5.4 Raja Perdaya meminta bukti keterangan diri.
5.5 Padi Kencana tidak mengeluarkan keterangan diri, namun ia malah menghunus keris emasnya.
5.6 Raja Perdaya mengulangi perkataan penakawannya bahwa di dalam kerajaan dilarang membawa senjata tajam.
5.7 Raja Perdaya mengaku bahwa ia pernah mempunyai keris yang dibawa oleh Padi Kencana.
5.8 Untuk memperkuat argumentasinya, Raja Perdaya menanyakan pada penakawannya dan penakawannya itu mengiyakan.
6.      Padi Kencana menyusun rencana untuk mengalahkan kelicikan Raja Perdaya.
6.1 Padi Kencana menanyakan berulang-ulang kali apakah benar keris ini adalah milik Raja Perdaya yang tempo dulu telah hilang.
6.2 Pengakuan dari Raja Perdaya adalah bahwa keris itu benar-benar miliknya yang telah menghilang.
6.3 Padi Kencana menuntut Raja Perdaya dengan alasan bahwa keris itu yang telah membunuh ibu kandungnya.
6.4 Mengetahui hal itu, Raja Perdaya mengaku bahwa keris itu bukanlah miliknya.
7.      Padi Kencana tersenyum karena kerisnya tidak jadi dirampas oleh Raja Perdaya.
8.      Perjalanan diteruskan ke negeri Cina.
9.      Anak itu diperintah oleh Padi Kencana untuk menghadap Raja Cina sendirian dengan maksud menjual manusia.
9.1 Anak itu menjelaskan pada Raja Cina maksud tujuannya yaitu menjual manusia.
9.2 Anak itu menunjukkan manusia yang akan dijual.
9.3 Anak itu menerima bayaran berapapun.
9.4 Setelah dibayar, anak itu kembali ke negerinya tanpa Padi Kencana.
10.  Padi Kencana di negeri itu sebagai budak Raja Cina.
        10.1 Padi Kencana menjadi tukang cuci.
        10.2  Padi Kencana tersandung dan memecahkan banyak piring.
        10.3  Padi Kencana dipindahkan ke perkebunan bunga.
        10.4 Padi Kencana disuruh untuk memangkas bunga di perkebunan itu.
        10.5 Padi Kencana salah persepsi, ia memangkas habis tumbuhan di perkebunan
         itu tanpa sisa.
        10.6 Penakawan yang mengirim makanan untuk Padi Kencana melihat seperempat
        dari perkebunan telah dipangkas habis.
        10.7 Padi Kencana dipenjara di bawah mahligai.
11.  Padi Kencana di penjara di bawah mahligai.
        11.1 Padi Kencana tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya merenungi nasibnya yang malang.
        11.2 Padi Kencana hanya diberi makanan-makanan sisa.
12.   Raja Cina mempunyai dua orang puteri yang cantik-cantik.
        12.1 Anak pertama namanya Umi Kasum.
        12.2 Umi Kasum telah bertunangan dengan orang gua, Sumbulaun.
13.   Kedua puteri Raja Cina mendengar suara aneh di bawah mahligai.
        13.1 Keduanya cermat memperhatikan suara itu.
        13.2 Mereka memeriksa ke bawah dan terlihat sesosok manusia dengan wajah yang amat jelek.
        13.3 Padi Kencana naik ke atas mahligai denan bau yang menyengat.
        13.4 Sumbulaun tiba-tiba datang mengetuk, Padi Kencana sembunyi di kolong ranjang.
        13.5 Sumbulaun menanyakan pada Umi Kasum kapan akan ada pernikahan.
        13.5 Umi Kasum membalas pertanyaan itu dengan ogah-ogahan, tetapi Sumbulaun berlapang dada.
        13.6 Sumbulaun pergi dan Padi Kencana jatuh hati pada Umi Kasum, ia ingin memperistri Umi Kasum.
14. Padi Kencana membuktikan bahwa dirinya lebih baik dibanding Sumbulaun.
        14.1 Padi Kencana membersihkan tubuhnya.
        14.2 Padi Kencana terlihat sangat tampan dan Umi Kasum jatuh hati.
        14.3 Keduanya setuju akan melangsungkan pernikahan.
15. Sumbulaun datang lagi ke rumah Umi Kasum.
        15.1 Karena lelet membuka pintu, Sumbulaun menendang pintu Umi Kasum hingga terbuka.
        15.2 Sumbulaun melihat Umi Kasum berdua dengan Padi Kencana di dalam kamar.
16.   Sumbulaun mengajak adu kesaktian dengan Padi Kencana
        16.1 Sumbulaun dan Padi Kencana masing-masing mengeluarkan kesaktian.
        16.2 Sumbulaun mengambil kepala Padi Kencana dan membawanya pulang.
        16.3 Umi Kasum meratapi tubuh suaminya tanpa kepala.
17.   Umi Kasum meminta solusi kepada adiknya.
        17.1 Adik Umi Kasum berpendapat Sumbulaun akan kembali.
        17.2 Adik Umi Kasum meminta pada Sumbulaun untuk memetikkan bunga empat puluh rupa.
        17.3 Adik Umi Kasum memasukkan bunga empat puuh rupa ke dalam kendi dan memercikkan kepangkal leher Padi Kencana.
        17.4 Padi Kencana hidup lagi dengan kepalanya yang utuh.
18.   Menyaksikan kesaktian Sumbulaun, Padi Kencana berunding dengan Umi Kasum mengembara ke negeri lain.

Kesimpulan:
ü   Raja Padi Kencana à alur sederhana à seperti cerita rakyat pada umumnya.
ü   ∑ sekuen = 78 sekuen à 18 sekuen besar & 60 sekuen kecil
ü   Dengan demikian, Raja Padi Kencana  terdiri atas 2 tingkatan sekuen, yaitu sekuen tingkatan pertama dan sekuen tingkatan kedua

Urutan Kronologis
Berdasarkan urutan peristiwanya secara kronologis maka urutan peristiwa dalam teks Raja Padi Kencana ini bergerak lurus, tidak ada flashback dan tidak ada pengulangan. Urutan peristiwa (disingkat P) berdasarkan sekuen, maka P1 (sekuen a: 1.1, 1.3) diikuti P2 (sekuen 2: 2.1), diikuti P3 (sekuen 3: 3.1 – 3.4), diikuti P4 (sekuen 4: 4.1 – 4.7), diikuti P5 (sekuen 5: 5.1 – 5.8), diikuti P6 (sekuen 6: 6.1 – 6.4), diikuti P7 (sekuen 7), diikuti P8 (sekuen 8), diikuti P9 (sekuen 9: 9.1 – 9.4), diikuti P10 (sekuen 10: 10.1 – 10.7), diikuti P11 (sekuen 11: 11.1 – 11.2), diikuti P12 (sekuen 12: 12.1 – 12.2), diikuti P13 (sekuen 13: 13.1 – 13.6), diikutu P14 (sekuen 14: 14.1 – 14.3), diikuti P15 (sekuen 15: 15.1 – 15.2), diikuti P16 (sekuen 16: 16.1 – 16.3), diikuti P17 (sekuen 17: 17.1 – 17.4), diikuti P18 (sekuen 18).

Urutan Logis
Urutan alur cerita teks Raja Padi Kencana mempunyai hubungan sebab-akibat (kausalitas).
Sekuen 1 (1.1 - 1.3) Padi Kencana meminta izin kepada ibunya mengenai niatnya yang akan berlayar. Namun, karena ia tidak mempunyai istri maka mengajak kanak-kanak sebagai teman di perjalanan, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 2.
Sekuen 2 (2.1) Padi Kencana berangkat pada hari yang telah ditentukan bersama kanak-kanak itu sebagai pengiring, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 3.
Sekuen 3 (3.1 – 3.4) Padi kencana menyuruh kanak-kanak itu memanjat pohon rumbang ketika kapal berhenti. Kanak-kanak itu pun menuruti, ia memanjat dan menakik pohon itu hingga mengalir getah seperti air hujan. Kemudian Padi Kencana berada di bawah guyuran getah hingga tubuhnya tidak terlihat lagi, hanya terlihat getah pada sekujur tubuhnya, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 4.

Sekuen 4 (4.1 – 4.7) Kapal Padi Kencana sampai ke tepian Raja Perdaya. Padi Kencana meminta untuk membuang sauh di pelabuhan. Sesampainya di darat, penakawan Raja Perdaya heran melihat Padi Kencana berlumuran getah, lalu diusirlah Padi Kencana karena diduga akan membuat onar. Padi Kencana kemudian mengeluarkan senjata tajam. Dan penakawan melarang itu, tetapi Padi Kencana malah memperlihatkan keris emas, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 5.

Sekuen 5 (5.1 – 5.8) Raja Perdaya mencari akal untuk merebut keris milik Padi Kencana. Ia menanyakan dari mana Padi Kencana berasal. Tetapi, kanak-kanak itu menjawab lupa asal-muasal diri mereka. Lalu Raja Perdaya meminta bukti diri, tetapi Padi Kencana justru malah menghunus kerisnya, karena menurutnya keris itu adalah identitasnya. Namun, Raja Perdaya mengaku bahwa keris yang dipegang oleh Padi Kencana adalah miliknya yang telah hilang. Bahkan, ia mengeluarkan argumen dengan menanyakan pada penakawannya bahwa dahulu ia pernah memiliki keris itu, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 6.

Sekuen 6 (6.1 – 6.4) Padi Kencana ingin membalas kelicikan Raja Perdaya. Ia menanyakan berulang-ulang kali pada Raja Perdaya apakah benar keris itu milik Raja Perdaya. Raja Perdaya mengaku dengan mantap bahwa keris itu adalah kerisnya yang dulu hilang. Kemudian, Raja Perdaya tercengang karena Padi Kencana menuntutnya dengan alasan keris itu yang telah membunuh ibu kandungnya. Mengetahui hal itu, Raja Perdaya mengaku bahwa keris itu bukanlah miliknya, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 7.

Sekuen 7 (7) Padi Kencana tersenyum karena kerisnya tidak jadi dirampas oleh Raja Perdaya, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 8.

Sekuen 8 (8) Perjalanan Padi Kencana diteruskan ke negeri Cina, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 9.

Sekuen 9 (9.1 – 9.4) Kanak-kanak yang menjadi pengiring Padi Kencana diperintah oleh Padi Kencana untuk masuk ke dalam istana sendirian dengan maksud hendak menjual manusia. Anak itu menunjukkan manusia yang akan dijual yaitu Padi Kencana yang sedang menyamar. Ia mau dibayar berapapun. Setelah pembayaran selesai, anak itu meninggalkan Padi Kencana di istana tersebut sendirian, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 10.

Sekuen 10 (10.1 – 10. 7) Padi Kencana dijadikan budak Paja Cina. Awalnya ia disuruh untuk mencuci piring. Namun karena suatu kesalahan, yaitu memecahkan piring. Ia dipindah bekerja di perkebunan bunga. Di perkebunan bunga ia mendapat tugas untuk memangkas bunga. Padi Kencana salah persepsi, ia memangkas habis tanaman bunga. Lalu Raj cina murka dan Padi Kencana dipenjara di bawah mahligai, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 11.

Sekuen 11 (11.1 – 11. 2) Di dalam penjara, Padi Kencana tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya merenungi nasip. Di penjara ia hanya diberi makanan sisa, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 12.

Sekuen 12 (12.1 – 12.2) Raja Cina mempunyai dua orang puteri yang cantik-cantik. Yang pertama namanya Umi Kasum. Umi Kasum bertunangan dengan orang gua, yaitu Sumbulaun, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 13.

Sekuen 13 (13.1 – 13.6) Kedua puteri Cina mendengar suara aneh di bawah mahligai. Mereka memperhatikan suara itu. Lalu, si bungsu menengok ke bawah mahligai, ternyata ada sesosok orang yang terlihat sangat buruk rupa, yaitu Padi Kencana. Oleh kedua puteri Raja Cina, Padi Kencana bebas. Ia naik ke atas mahligai dan bau badannya busuk karena tidak tersentuh air. Pada saat itu, Sumbulaun datang. Padi Kencana sembunyi. Sumbulaun datang untuk menanyakan kapan perkawinan antara Sumbulaun dan Umi Kasum dilaksanakan. Setelah mendengar pernyataan dari Umi Kasum Sumbulaun pulang. Tetapi ketika itu yang sejak awal Padi Kencana jatuh hati pada Umi Kasum ingin mempersunting Umi Kasum, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 14.

Sekuen 14 (14.1 – 14.3) Padi Kencana ingin membuktikan bahwa dirinya lebih baik dibanding Sumbulaun. Ia membersihkan dirinya. Ketika itu Umi Kasum jatuh hati akan ketampanan Padi Kencana dan akhirnya mereka merencanakan untuk menikah, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 15.

Sekuen 15 (15.1 – 15.2) Sumbulaun datang lagi ke rumah Umi Kasum, krena Umi Kasum lelet dalam membukakan pintu maka Sumbulaun menendang pintu itu hingga terbuka. Ketika masik dalam kamar, ia melihat Umi Kasum sedang duduk berdua dengan Padi Kencana, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 16.

Sekuen 16 (16.1 – 16.3) Sumbulaun mengajak Padi Kencana untuk mengadu kesaktian. Mereka mengeluarkan kesaktian masing-masing. Tetapi, karena Sumbulaun lebih hebat maka ia berhasil membawa lari kepala Padi Kencana. Umi Kasum yang melihat suaminya tanpa kepala, ia sedih, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 17.

Sekuen 17 (17.1 – 17.4) Umi Kasum meminta pendapat adiknya bagaimana menyelesaika masalah ini. lalu adiknya memberi solusi. Adiknya meminta pada Sumbulaun untuk memberikannya empat puluh rupa bunga. Oleh adiknya empat puluh rupa itu diramu dan akhirnya kembali hidup Padi Kencana dengan kepalanya yang utuh, mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 18.

Sekuen 18 (18) Menyaksikan kesaktian Sumbulaun, Padi Kencana berunding dengan Umi Kasum mengembara ke negeri lain. mempunyai hubungan kausalitas dengan sekuen 3.








   


           





Komentar