ANALISIS CERPEN “TIK! TOK!”



Oleh:
Novitasari Mustaqimatul Haliyah
NIM: C0211027
JURUSAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


UNSUR-UNSUR INTRINSIK CERPEN

Tema                           : Praktek Perdukunan
Judul                           : Tik! Tok!
Alur                             : Cerpen itu menggunakan alur mundur.
Penokohan                  :
ü  Narti                :
·         Narti adalah seorang yang mempunyai pikiran negatif. Hal ini tercermin pada sebuah kalimat “Semua orang yang menjenguk dianggap menghina.”
·         Narti menjadi wanita yang suka mengeluh dan memprotes.
ü  Joko                 :
·         Joko adalah anak yang tegar, karena Joko tidak pernah menyusahkan orang tuanya.
·         Joko adalah anak yang penurut.
ü  Ayah Joko       :
·         Seorang pemimpin, kepala rumah tangga yang hanya bisa pasrah pada nasip. Ia hanya bisa membangkang lewat hati bukan sebuah perbuatan.
·         Ia adalah seorang santri yang menentang syirik tetapi ia tidak mampu menghilangkan syirik di hati istri dan anaknya.
ü  Bu Kades        :
·         Mudah percaya pada hal yang belum tentu benar adanya.
ü  Yudi                :
·         Ia adalah seorang pemuda cendikia dengan segudang pengetahuan tentang batu.
Teknik Penokohan      : Ditilik dari percakapan dan tingkah laku tokoh.
Gaya bahasa                : Mudah untuk dipahami, tidak terlalu banyak makna kias.
Pont of View              : Orang pertama pelaku sampingan
Setting                         : Setting cerpen itu adalah di sebuah pedesaan yang mana penduduknya masih sangat primitif. Mempercayai sesuatu yang kurang rasional. Dari hal itu, timbullah suatu masalah yang sangat ribet dan ruwet. Kebodohan yang menyebabkan mereka merugi.
Amanat                       :
v  Sebagai seorang insan yang beriman, hendaknya kita hanya percaya pada Allah atas segala sesuatu agar tidak timbul kesyirikan. Karena syirik adalah sebuah perbuatan yang tiada ampunannya.
v  Sebagai seorang suami, hendaknya bisa memimpin keluarga agar sakinah mawadah warohmah.
v  Sebagai seorang istri, hendaknya menurut pada suami, patuh, taat pada suami. Karena suami adalah surga bagi isrti. Barangsiapa yang tidak patuh dan taat pada suami maka neraka lah tempatnya.
v  Kritik untuk pemerintah, agar mencangkan pengobatan gratis bagi orang-orang yang kurang mampu.




ANALISIS CERPEN
“TIK! TOK!”
1.      “Aku memandang hampa istriku itu. Meskipun tidak setuju dengan ucapannya, aku diam saja.” Hal ini menunjukkan seorang suami yang tidak berani terhadap istrinya. Ketidakberaniannya ini bisa berakibat fatal terhadap kehidupan berumah tangga. Pada hakikatnya suami adalah pemimpin rumah tangga, imam keluarga, nahkoda dalam bahtera rumah tangga. Seorang suami harus bisa mengarahkan seluruh penghuninya pada kebaikkan. Dalam sebuah paragraph dituliskan ”Aku benci menjadi lelaki pengecut. Aku benci saat Narti tidak mau mendengar kata-kataku. Aku benci saat pendapatku tidak didengar. Aku benci saat aku tidak bisa mencegah maksiat dengan tanganku sendiri. Apa gunanya orang yang tahu agama tapi tidak dapat menyampaikannya pada orang lain. Apalagi… istriku sendiri.” Dengan sangat jelas digambarkan akibar buruk ketika suami tidak mampu mengarahkan keluarganya pada hal-hal yang baik, maka ada anggota keluarga yang akan terpuruk dengan kemaksiatan.
2.      “Di tangan itu masih tergenggam batu yang belakangan ini sangat terkenal sampai seluruh pelosok desa. Batu yang mereka percaya bisa menyembuhkan penyakit mereka”, “Di mata orang-orang, Joko dan batunya adalah sumber kehidupan. Orang yang mampu menyelamatkan mereka dari jebakan kematian.” Cerpen ini mirip sekali dengan kisah dukun cilik dari Jombang, Jawa Timur, Ponari. Pada waktu itu, beberapa kalangan menilai fenomena Ponari menunjukkan matinya logika. Cibiran dan cemoohan ditujukan kepada orang-orang yang datang ke Ponari. Masyarakat dinilai sudah tidak percaya kepada pengobatan modern yang lebih rasional. Bahkan, beberapa ulama menyatakan bahwa pengobatan ala Ponari itu tergolong perbuatan syirik, sebab orang lebih percaya kepada batu, bukan kepada Allah. Kita memang harus hati-hati memberikan penilaian syirik atau bukan dan tidak cepat berburuk sangka. Ada dua kemungkinan skenario Tuhan tentang ini. Skenario pertama, mungkin saja Ponari diberi anugerah kekuatan penyembuhan penyakit oleh Allah SWT. Hal seperti ini sudah sering kita dengar di beberapa tempat bahwa ada orang yang tiba-tiba mendapat kekuatan atau ‘ilmu’ dari Tuhan sehingga dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Bagi Allah SWT, apapun yang tidak mungkin dalam pandangan manusia adalah mungkin. Kun faya kun, jadilah maka terjadilah ia. Skenario kedua, melalui Ponari dan batunya, Allah SWT ingin menguji iman ummat-Nya, sejauh mana akidah manusia berubah melalui pengobatan Ponari. Apakah manusia lebih percaya bahwa batu itu yang menyembuhkan penyakit atau tetap percaya bahwa Allah yang menyembuhkan sedangkan Ponari hanyalah perantara kesembuhan belaka. Jika meyakini batu atau Ponari itu yang menyembuhkan, jatuhlah ia keperbuatan syirik yaitu sikap mempersekutukan Tuhan, yang mana dosanya tidak bisa diampuni. Sikap yang paling bijaksana dalam menyikapi hal ini adalah kehati-hatian. Kesembuhan sumbernya tetap dari Allah SWT. Allah yang menciptakan penyakit, Allah juga yang menyediakan obatnya. Kedokteran atau pengobatan alternatif hanyalah perantara kesembuhan saja. Mungkin melalui tangan dokter, tabib, shinse, paranormal, atau Ponari obat itu diberikan Tuhan kepada si sakit. Khusus mengenai pengobatan Ponari, ulama wanti-wanti mengingatkan untuk tidak meyakini batu milik Ponari bisa menyembuhkan segala macam penyakit, juga tidak meyakini bahwa Ponari bisa menyembuhkan penyakit. Keyakinan seperti itu bisa merusak akidah. Mengikuti pengobatan seperti yang dilakukan Ponari, akidah harus kuat. Kalau akidah tidak kuat, bisa berubah menjadi syirik.
3.      “Sudah dua hari berlalu dan Joko tak kunjung sembuh. Narti terus menemaninya di kamar dan berdoa seperti orang kesetanan.” Dari kalimat ini bisa diambil kesimpulan bahwa kasih sayang seorang ibu melebihi apa pun. Seorang ibu rela melakukan apa saja demi melihat anaknya sehat, ceria, bahagia, dan segala kebutuhannya terpenuhi. Seorang ibu yang mengandung kita selama Sembilan bulan, yang rela kesakitan dan mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk kita agar kita lahir di dunia dengan selamat. Maka kita tidak boleh membantahnya apalagi sampai durhaka kepada ibu. Namun, apabila seorang ibu menyuruh kita pada kemungkaran, hendaknya kita menolak dengan cara yang halus.
4.      “Maka, hari itu pula kusunting ia meski tanpa restu orang tuanya.” Sebuah pernikahan tanpa restu orang tua adalah suatu yang tabu. Ridho Allah tergantung ridho orang tua. Maka apabila kita melakukan sesuatu, memutuskan sesuatu apalagi memutuskan sesuatu yang teramat penting bagi keberlangsungan hidup kita harus seizin orang tua.
5.      “Apa salahnya bekerja di pabrik? Halal.” Bagi sebagian orang bekerja di pabrik dipandang sebagai orang yang berpendidikan rendah, 

Komentar

  1. wah tulisan y bagus,,, tapi alangkah baiknya warna teks y di sesuaikan ma template y,,, terutama warna tulisan di bagian 'page' y.... heheheheh... salam pembaca...

    BalasHapus
  2. Terima kasih sudah berkunjung di blog saya... maaf kalau tampilannya mengecewakan ^_^

    BalasHapus

Posting Komentar